MUARA 6

11.1K 1.2K 31
                                    

KEANU

​"Nunuuuu!!!!!"

Aku yang tadinya sedang asyik menyusun gumpla langsung lari terpontang-panting sampai akhirnya aku tidak sengaja menyenggol gumpla-ku sendiri sampai terjatuh dan berantakan semua di lantai. Masa bodoh. Aku tidak peduli.

Ayang-ku, harta karunku, berlianku, lebih penting daripada gumpla.

​Aku segera menghampirinya di kamar.

​"Kenapa, Yang? Ada apa?" Aku mengecek sekujur tubuhnya. Mungkin terjadi sesuatu pada Ratu-ku.

​"Aku baru aja di telepon," kata Kahyang dengan mata bulat penuh kebahagiaan.

​Tapi aku masih panik dan takut Ayang-ku kenapa-kenapa. "Siapa yang nelepon kamu, Yang? Ada orang yang ngancam kamu? Apa katanya? Dia nggak tahu aku ini siapa ya? Juara karate tingkat nasional."

​Kahyang justru tertawa. "Kamu kenapa sih, Nu? Aku tadi barusan di telepon sama HRD di bank tempat aku interview kemarin."

​Seketika wajahku memelas. "Kenapa? Dia gangguin kamu?"

​"Enggak, Nunu."

​"Terus apa, Yang?"

​"Aku..." dia sengaja memperlambat intonasi bicaranya.

​"Kenapa kamu?"

​"Aku diterima kerja di sana!" Kahyang bersorak gembira.

​Ekspresiku berubah. Kutarik napas dalam-dalam sembari duduk di kasur.

​"Kok gitu sih wajahnya? Kamu nggak senang ya, aku dapat kerja?"

​"Aku tuh cemas. Kupikir kamu kenapa-kenapa." Aku agak jengkel.

​Kahyang malah tersenyum geli sambil ikut duduk di sebelahku. Dicubitnya kedua pipiku. "Gemes banget sih kamu, Nu. Aku tuh nggak akan kenapa-kenapa, Nunu." Kahyang mengenggam tanganku. Mungkin dia berusaha menenangkan aku yang hampir saja meledak. "Kamu lupa ya, aku ini juga jago karate. Kan kamu pelatihnya..."

​Aku tak bisa untuk tidak tersenyum melihat wajah gemas Kahyang. Kutarik Kahyang-ku ke dalam pelukan sembari kucium keningnya.

​"Selamat ya , Sayang...."

​"Sayang atau Kahyang nih?"

​"Dua-duanya kan milikku."

​"Hehehehe...."

***

​Kahyang berhasil bekerja di salah satu bank impiannya. Meskipun begitu, Kahyang tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang istri. Keinginan dan kebutuhanku benar-benar dia penuhi.

​Dia bangun lebih awal agar bisa masak untukku, mencuci baju, mengerjakan pekerjaan rumah sendirian. Tanpa pernah mengeluh.

​"Good morning suamik!" Kahyang duduk di kasur di sebelahku masih tertidur lelap. Dia terlihat sangat cantik dan harum. Aroma parfumnya yang lembut membuatku tak kuasa untuk tidak membuka mata.

​"Cantik banget," pujiku dengan suara parau.

​"Masa sih? Ngaco ah." Kemudian wajahnya mendekat. "Bangun gih, sarapan sudah siap."

​"Sarapan bareng yuk."

​"Nggak bisa, Nu. Aku harus berangkat pagi."

​"Aku anter ya?"

​Kahyang menggeleng. "Aku naik bus aja deh. Mending kamu mandi, sarapan, terus berangkat kerja juga ya..."

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang