MUARAH 26

9.2K 1K 252
                                    

KEANU

Brengsek.

Kenapa Risa harus bertemu dengan Kahyang?

Aku tidak akan bisa membuat Risa menutup mulutnya karena sejak dulu dia memang ingin menghancurkan hubungan aku dengan Kahyang.

Ah, sudahlah. Aku yakin kalau Kahyang mempercayai aku sepenuhnya.

Saat mendengar berita Papi Viara masuk rumah sakit karena serangan jantung dan Viara menghubungiku sambil menangis, aku memutuskan untuk menghampirinya. Entahlah, hati nuraniku berkata; seolah aku harus melindungi Viara.

Pesawatku mendarat di Makasar siang hari. Dengan taxi online aku segera menghampiri rumah sakit yang disebutkan oleh Viara melalui WhatsApp beserta dengan ruangan rawat inapnya.

Viara duduk di kursi tunggu yang berada di sudut lorong ruang rawat inap. Ia terduduk lesu sambil membungkuk. Rambtnya yang panjang dibiarkan tidak terikat dan terurai begitu saja. Aku menghampirinya perlahan dan menyentuh bahunya.\

"Hai..."

Viara menoleh. Matanaya sudah sembab karena kebanyakan menangis. Dia diam selama beberapa detik sambil menatapku sebelum mulai memelukku dan menangis kencang.

"Aku nggak punya siapa-siapa lagi selain Papi."

Kubelai punggungnya pelan. "Kamu masih punya aku."

"Aku nggak mau kehilangan Papi, Mas...."

"Sshh... sudahlah. Kamu harus tetap kuat dan sabar. Kalau bukan kamu yang menguatkan papi kamu, siapa lagi?"

Tangis Viara semakin kencang. Selama beberapa jam aku berusaha mendiamkan Viara sampai dia tenang.

***

Malam ini aku membawa Viara tidur bersamaku di sebuah hotel tempat aku menginap yang letaknya tak jauh dari rumah sakit. Aku yakin kalau Viara butuh tempat istirahat yang layak setelah seharian ia sibuk mengurus papinya di rumah sakit.

Iphone-ku berwarna hitam berkelap-kelip nyaring di atas nakas tempat tidur. Aku tidak mau membangunkan Viara yang sudah terlelap nyaman di kasur. Segera aku mengambil ponselku dan bergegas menuju toilet.

"Halo," sahutku setelah nada tersambung dengan Kahyang.

"Lupa kabarin aku yah."

Seketika aku menepuk jidat.

"Maaf Yang, baru selesai meeting. Sekarang aku nginap di hotel dekat Bandara."

"Yaudah nggak apa-apa, Nu."

Aku menghela napas lega. "Udah makan kamu?"

"Belum. Nggak nafsu, habisnya nggak ada temen yang bisa diajak makan bareng."

"Jangan gitu dong, Sayang. Aku jadi merasa bersalah. Besok aku bakalan pulang kok."

"Hehehe iyah, besok Kenzie juga udah balik dari Bandung."

"Yang benar?"

"He'eh."

"Nggak sabar pengen ketemu Kenzie. Udah kangen banget ayahnya sama dia."

"Ntar kita jalan-jalan bareng-bareng yah, Nu. Kayak keluarga kecil pada umumnya."

"Hehehe, siap."

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang