MUARA 15

7.8K 930 48
                                    

KEANU

"Pak...." Viara menyapa.

Bukan hanya sekali dua kali, mungkin entah sudah berapa kali aku mendapati sosok Viara keluar dari toilet dengan mata yang sebab. Dia melewati tubuhku begitu saja setelah memperlihatkan segaris senyuman tipis.

"Vi..." panggilku dan Viara berbalik badan.

"Iya Pak?" Kedua alisnya terangkat.

"Kalau kamu ada masalah, bilang sama saya ya. Karena saya di sini sebagai HRM. Tugas saya menerima pengaduan dari para karyawan dan berusaha membantunya semaksimal mungkin."

Viara terdiam beberapa detik sebelum mengangguk. "Baik Pak."

Saat hendak berbalik badan, aku kembali memanggilnya.

"Vi..."

"Iya Pak?"

"Kamu nggak kenapa-kenapa kan?"

Viara diam kembali, bola matanya ke atas seolah sedang berpikir apa yang harus dia jawab. "Nggak kenapa-kenapa, Pak," jawabnya akhirnya meski terdengar ragu.

"Kalau ada apa-apa bilang sama saya ya."

"Iya Pak, terima kasih banyak, Pak."

"Kamu nggak nyaman kerja di sini?"

Pertanyaan itu tidak sempat dijawab oleh Viara karena beberapa detik selanjutnya pintu toilet kembali terbuka. Dan sosok Risa pun muncul. Ia mengerutkan kening melihat aku dan Risa secara bergantian.

"Pada ngapain di sini?"

"Maaf, Pak. Saya permisi..." Viara berlalu begitu saja dari hadapan kami. Aku melihat punggungnya yang menghilang dengan cara berjalan cepat. Lalu kembali menatap Risa.

"Apa yang terjadi?"

Risa mengangkat bahu. "Mana gue tahu. Emangnya gue emaknya."

Tapi aku merasa kalau terjadi sesuatu dengan Risa dan Viara yang berusaha mereka sembunyikan dariku.

"Ris, gue udah punya istri."

Risa tampak kaget dengan penuturanku. "I know." Dia langsung pergi meninggalkanku.

Aku sama sekali tidak bisa membaca gurat wajahnya. Aku tidak mengerti tentang perasaannya padaku, dan aku juga tidak pernah peduli. Aku hanya sekadar mengingatkannya agar dia tahu batasan-batasan yang harus dilakukan dan tidak karena aku sudah menikah.

***

Malam ini suasana bar cukup ramai. Aku hampir sesak napas karena kesulitan masuk ke dalam. Segelas minuman mungkin bisa merubah suasana hatiku yang sedang dongkol akibat dimarahin atasan karena aku tak becus mengurus pekerja di deck kapal.

"Sepertinya kau ada masalah, Bung?" Alex menghampiriku seperti biasa, dan meminta bartender lain untuk melayani pelanggan yang lainnya.

"Aku butuh minuman."

"Segelas martini akan meluncur." Alex membuat minuman untukku dan aku langsung meneguk minumannya hingga habis.

"Suasana di sini ramai sekali." Aku melihat keadaan sekeliling. Sebagian dari mereka asyik berjoget di lantai dansa, dan sebagian lagi berbicara sambil minum alkohol di kursi.

"Mungkin semenjak ada dia." Alex mengedikkan dagu ke arah Viara. Cewek itu sedang mengantarkan minumannya ke gerombolan pelanggan yang aku perkirakan usianya sekitar empat puluhan.

Laki-laki tua itu menggoda Viara. Mereka meminta Viara untuk duduk di dekat mereka, tapi Viara berusaha menolak dengan halus.

"Dia banyak fansnya," bisik Alex. "Tapi aku kasihan padanya."

TERBELAHNYA MUARA (segera terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang