Affan menggandeng tanganku dan mengayunkan kedepan dan ke belakang seirama, serasa anak kecil yang menggandeng tangan ayahnya dan sedang bersenang hati karena akan di belikan boneka barbie yang baru. Affan membuka pintu mobilnya dan duduk di kursi kemudi sementara aku membuka pintu di bagian sebelahnya dan masuk mobil untuk duduk disebelah Affan.

"Kita pulang dulu kan Fan, aku belum mandi soalnya" ucapku sambil tertawa kikuk.

"Iya aku nganter kamu pulang biar mandi sekalian ganti baju" ucap Affan dan pandangannya masih terfokus dijalanan karena hari minggu jalan raya cukup padat kendaraan.

Drrt drrtt.

Ponsel Affan berdering karena ada telfon yang masuk dan tertulis nama Anto yang menghubunginya. Affan berdecak kesal "Ck! Ngapain nih anak nelfon segala"

Affan menggeser layar ponselnya dan menjawab telfon dari Anto. Entah mengapa Affan malah mengeraskan volume dan mengaktifkan loudspeaker. Affan menyuruhku memegang ponselnya karena ia sedang fokus menyetir.

"Woy dimana lo Fan?" Ucap Anto

"Gue di jalan sama Airin. Iya kan sayang?" ucap Affan.

"Emm iya" sahutku.

Tuuuutt. Panggilan diputus sepihak oleh Anto.

"Nggak jelas banget tuh anak" ucap Affan sambil terkekeh pelan.

Affan berbelok ke arah tikungan dan mengerem mobilnya tepat di depan rumahku, mematikan mesin mobilnya dan turun dari mobil.

Aku langsung masuk ke dalam rumah untuk membersihkan diri, mencabut charger ponselku yang sudah terbebani karena dari semalam aku mengisi baterainya. Sementara Affan menunggu di teras dan duduk diatas kursi, ku bawakan susu hangat untuk menemaninya sebelum aku mandi.

Wajahnya yang tampan nampak berseri-seri membuatku ingin senyum-senyum sendiri entah mengapa. Wajah yang selalu sumringah jika sudah berhadapan denganku, mungkin saat ini aku benar-benar jatuh cinta kepandanya.

Degupan jantung yang begitu cepat sudah terasa, memompa darah di dalam tubuh dan terasa mengalir begitu cepat dari ujung kepala sampai ujung kaki. Membuat sudut bibirku tak berhenti melengkung dan rasanya seperti melayang saat aku berjalan. Serasa tidak ada gravitasi yang membuatku bisa berpijak dibumi lagi.

Hatiku yang gersang dan penuh dengan kenangan tentang Revan, kini sudah mulai dipenuhi dengan hal baru tentang Affan. Pria tampan berperawakan tinggi yang selalu membuatku bersenang hati dan memperlakukanku dengan istimewa.

Setelah selang waktu lima belas menit, akhirnya aku keluar dengan keadaan yang sudah rapi dan siap untuk pergi dengan Affan. Ku tutup kembali pintu rumah dan mengekori Affan menuju mobilnya. Ku buka pintu mobil dan masuk kedalamnya duduk bersebelahan dengan Affan.

Affan menginjak pedalnya dan mobil mulai melaju, suara dari radio selalu menemani perjalanan kami dikala kami sedang berdua. Mungkin Affan memang fokus menyetir dan tidak ingin banyak bicara jadi dia memilih untuk mengeraskan volume radio yang sedang memutar lagu 'Aku dan Kenangan' yang dinyanyikan oleh Maudy Ayunda dengan nada yang santai.

Affan memberhentikan mobilnya di sebuah pusat perbelanjaan atau bisa dibilang mall. Mengajakku turun dan menggandeng tanganku kedalam mall.

Salah sati hal yang aku takuti adalah menaiki eskalator, tangga berjalan itu.

"Ayo, kan biar cepet dari pada naik tangga biasa" ucap Affan.

Aku seakan memaku dan kakiku berhenti melangkah, menggelengkan kepala dan mencengkram erat tangan Affan.

"Kamu takut naik tangga berjalan?" Ucapnya.

Aku hanya menunduk dan mengangguk pelan. Ku renggangkan genggaman tangan seperti semula.

"Ini tuh gak serem kok, coba deh kesini. Kita hitung bareng-bareng sebelum naik" ucap Affan.

Aku melangkahkan kaki perlahan kesamping Affan didepan eskalator. Dalam hitungan ketiga, aku pun melangkahkan kaki bersamaan dengan Affan. Tangga mulai berjalan otomatis dan membawaku ke lantai dua bersama Affan.

Jantungku terasa berdetak kencang, keringat dingin mulai membasahi area belakang leherku, suhu badanku mulai dingin bibirku pucat dan aku terhuyung kebelakang. Untung saja dengan sigap Affan menahan tubuhku agar tidak terjatuh ke lantai.

Aku tidak pingsan namun kakiku terasa lemas dan tidak kuat menopang tubuhku untuk berjalan, mungkin aku phobia dengan tangga berjalan. Aku memang tidak pernah menaikinya, dulu ketika naik eskalator pasti ayah akan menggendong tubuhku sampai tiba dilantai kedua.

Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote atau comment.

Salam santuy.

Send(u) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang