SEBELAS - REVISE

1.7K 206 2
                                    

Rinai menderita Rape trauma syndrom (RTS), trauma akan kejadian pelecehan seksual yang menimpanya di masa lalu. Sehingga ia selalu merasa takut dan tidak nyaman jika berada dekat dengan lawan jenis, terlebih yang tidak ia kenal dekat. Pengobatan selama hampir separuh hidupnya memberikan dampak positif hingga ia memutuskan berhenti melakukan terapi. Ia sudah baik-baik saja sebelum kehadiran Pram justru membangkitkan bayangan-bayangan buruk di dalam dirinya. 

Pram, melangkah keluar dari ruangan Bagas setelah mendengarkan penuturan tentang persoalan yang menyangkut Rinai. Wanita itu menghilang dari bangku tunggu yang ada di lorong, membuat Pram mengernyitkan dahi dan mencari keberadaan wanita itu. 

"Melihat dari gejala yang dia tunjukkan, kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Ia tidak hanya merasa takut kepadamu, tapi bisa jadi terhadap orang banyak di sekitarnya. Serangan panik, dan cemas dapat menderanya dengan mudah kali ini, aku hanya tidak ingin ia kembali kehilangan keseimbangan mental seperti yang dulu pernah diceritakan dokter Edy kepadaku, dokter Edy adalah dokter yang menangani Rinai sejak kecil." Pram, teringat perkataan Bagas barusan. 

"Dari kecil? Jadi maksudmu Rinai mengalami pelecehan seksual sejak kecil?" 

"Iya, begitulah yang kudengar dari dokter Edy. Sayangnya aku bertemu dengan dirinya saat keadaan sudah terlihat lebih baik, jadi aku hanya membaca dan mendengar sejarah penyakit dan serangan yang seringkali ia dapatkan." lanjut Bagas, 

"Jadi, Rinai...., gadis itu maksudmu seseorang telah,,,.-" Pram tercekat dan tidak dapat meneruskan kata-katanya. 

"Tidak," Sela Bagas "Bukan ia yang menjadi korban saat itu, tetapi teman kecilnya. Rinai, tidak dapat melakukan apapun untuk menolong kawannya itu dan hanya dapat melihat pemandangan buruk itu dengan mata kepalanya sendiri."

"Oh ya Tuhan...." Pram menutup mata kedua tangannya, mengumpat kasar membayangkan perilaku keji tersebut. 

"Beruntung ia dapat melarikan diri setelah hampir 8 jam ikut tersekap di ruangan gelap dan sunyi, usianya baru 10 tahun saat itu. Jadi, dapat dibayangkan betapa mengerikannya bukan!" 

Sekarang ia tahu mengapa wanita itu takut akan gelap. 


Kini, ia berlari mencari keberadaan wanita itu dari satu lorong rumah sakit ke lorong yang lain dengan cemas. Hingga akhirnya ia menemukannya, sedang duduk di lobi rumah sakit seorang diri. Pram, mengatur nafasnya sebelum mendekati wanita itu. 

"Kenapa pergi tanpa memberitahuku? Aku mencarimu kemana-mana!" Suara Pram cukup kencang saat mengatakannya, hingga membuat orang-orang yang ada disana tersentak kaget. Tidak terkecuali Rinai. 

Alih-alih menjawab, wanita itu hanya diam melihat ekspresi wajah Pram yang terlihat cemas. Seumur hidupnya, Pram adalah pria kedua setelah Bapak yang menunjukkan ekspresi ketakutan seperti itu untuk dirinya. 

"Maaf, aku hanya berjalan-jalan sebentar dan tiba-tiba merasa pusing hingga kuputuskan untuk menunggumu disini." 

Pram sedikit lega dan menyesal telah membentaknya di khalayak ramai. "Ayo, kita pulang sekarang." Pram, mengulurkan tangannya ke arah Rinai dan seakan baru ingat pesan Bagas untuk sementara menghindari aktifitas fisik dengannya, Pram pun menarik kembali uluran tangannya untuk wanita tersebut. 

Rinai tahu tanpa ia bertanya, pasti Dokter Bagas telah menceritakan semuanya kepada Pram, karena itulah pria itu tampak semakin bersikap dingin saat ini. Sikap yang sama dengan yang ia terima 17 tahun lalu. 

Kenyataan bahwa ia adalah salah satu dari dua orang anak yang hilang dalam waktu 8 jam lebih. Maya, adalah teman sekolahnya, teman sebangkunya dan teman sejak mereka duduk di Taman kanak-kanak.  Meski sudah dijelaskan berapa kali bahwa hanya Maya seoranglah yang dilecehkan hingga nyawanya tidak terselamatkan, dan beruntung bagi Rinai ia dapat kabur dari tempat itu dan selamat. 

SEKEPING HATI UNTUK, RINAI. -- Sudah Terbit versi ebook Playstore. Link Di BioWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu