Alpha Dua Puluh Enam

Mulai dari awal
                                    

"Kayaknya kamu kenal semua tamu yang ada di sini," Bianca mengerling ke kanan.

"Nggak juga, cuma beberapa orang. Ada teman sekolah, kuliah, sampai yang masih punya hubungan saudara," urai Atilla santai. "Kamu mau makan dulu atau antre salaman sama mempelai?"

"Salaman dulu. Nggak sopan banget kalau langsung makan."

"Oke." Atilla mengarahkan Bianca ke satu area hingga mereka mulai mengantre untuk bersalaman dengan kedua mempelai. Halida dan suaminya, menyambut para tamu dengan wajah cerah yang mengindikasikan bahagia.

"Yaelah Da, jauh-jauh kuliah di Yogya, eh ... ketemu suaminya orang Jakarta juga," goda Atilla seraya menyalami Halida. "Kenalin, ini Bianca."

"Hai, Bianca," Halida mengalihkan fokusnya pada Bianca. Perempuan itu tersenyum lebar hingga membuat Bianca jengah. "Sudah berapa lama pacaran sama Atilla? Semoga kalian awet dan bisa segera naik pelaminan, ya?"

Doa salah alamat itu malah diaminkan oleh Atilla tanpa mengoreksi dugaan Halida tentang status hubungan mereka. Bianca cuma termangu, tak sempat melakukan klarifikasi karena mereka harus memberi kesempatan pada tamu lain untuk menyalami kedua mempelai.

"Pengin mencicipi makanan yang mana dulu?" tanya Atilla setelah mereka kembali ke kerumunan tamu. Bianca menunjuk ke satu arah.

"Tuh, di sana nggak terlalu ramai. Yang lain, kayak lagi antre sembako."

Atilla menarik tangan kanannya, mulai berjalan ke tempat yang ditunjuk Bianca tadi. Tanpa sadar, Bianca memerhatikan tangan mereka yang kini saling bertaut.

"Eh, nyobain makanannya bisa ditunda sebentar, Bi?" Atilla tiba-tiba berhenti dan berbalik. "Ada yang pengin kuperkenalkan denganmu."

Saat itu, mata Bianca menangkap satu sosok yang dikenalnya. Perutnya mulas tanpa aba-aba. "Kayaknya sejak tadi kamu memperkenalkan aku ke banyak orang melulu, deh!"

"Yang ini beda, Bi." Atilla kembali menarik tangan Bianca. "Laparnya tahan dulu sebentar. Kalau nggak tahan, nanti kubeliin makanan enak satu etalase. Sumpah!"

Bianca tertawa geli, tahu bahwa sia-sia saja dia mengajukan protes. Toh, seluruh tubuh dan otaknya menurut pada Atilla. Kakinya tak keberatan mengekori lelaki itu. Perutnya pun tidak menunjukkan tanda-tanda kelaparan yang ingin segera dipuaskan. Bianca juga melupakan orang yang dilihatnya tadi.

"Siapa, sih, yang bikin kamu rela membelikanku satu etalase makanan enak?"

Atilla berhenti lagi. Kali ini di depan sebuah meja yang dikelilingi oleh empat orang. "Bianca, ini keluargaku. Mama, Papa, Sally, dan Marcus. Sally ini kakak cewekku satu-satunya, Marcus suaminya."

Bianca nyaris pingsan karena kejutan yang tak diduganya itu.

***

Atilla melihat bagaimana keluarganya berkonsentrasi pada Bianca. Widuri langsung berdiri, menyalami Bianca dengan senyum lebar. Benny menyusul beberapa detik kemudian. Yang agak mengganggu Atilla adalah ekspresi datar dari Sally. Karena dia sangat mengenal sang kakak. Ekspresi yang selintas terkesan minus ketertarikan itu, justru menyimpan bahaya.

"Bianca ini temanku, Ma. Dia kerja di sebuah wedding organizer, sering kolaborasi sama Hotel Candramawa," ujar Atilla pada sang bunda. Tapi, dia segera tahu jika tidak ada yang memercayai kata-katanya. Termasuk Marcus yang menyeringai lebar.

"Sini, jangan cuma berdiri saja. Duduk di dekat Mama, eh ... Tante," respons Widuri. Perempuan iru menunjuk sebuah kursi kosong yang berada di antara dirinya dan Sally. Atilla juga harus menahan tawa mendengar kalimat ibunya. Dia berani bertaruh, Widuri cuma berpura-pura salah bicara.

"Ma, Bianca jangan ditanyain macam-macam, ya? Aku mau ambil makanan dulu."

Atilla sengaja berlama-lama. Dia cuma memilih beragam camilan karena yakin Bianca takkan bisa konsentrasi menyantap makanan di tengah keluarganya yang serba ingin tahu. Lelaki itu bukannya sengaja ingin memperkenalkan Bianca pada keluarganya. Atilla tahu bahwa orang tuanya serta Sally-Marcus akan datang ke resepsi ini. Namun, belum tentu mereka akan bertemu di tengah lautan tamu, kan? Lagi pula, tadi Widuri bilang akan tiba di hotel lebih malam karena ada kerabat yang datang bertamu.

Atilla bukan tipe orang yang suka memperkenalkan gadis yang sedang dekat dengannya pada keluarga besarnya. Kecuali jika bertemu tak sengaja. Dia juga belum pernah membawa perempuan mana pun ke rumah. Bagi Atilla, itu terlalu intim.

Sebenarnya, saat ini dia gugup luar biasa. Cuma, terbiasa menghadapi tekanan sejak kecil karena nama besar keluarga yang disandangnya, Atilla mampu menguasai diri. Lelaki itu tidak tahu apakah langkahnya sudah tepat, mengikuti dorongan impulsif untuk memperkenalkan Bianca pada keluarga besarnya.

Hingga detik ini, Atilla belum juga menemukan ide cemerlang yang bisa membuat Bianca takkan menolaknya. Entah kenapa dia kehilangan rasa percaya diri. Meski setahunya Bianca tidak dekat dengan pria mana pun, tak menunjukkan tanda-tanda sedang menaruh perhatian pada seseorang, tetap saja gagal membuat Atilla lega.

Malam ini, Atilla dikejutkan dengan penampilan Bianca yang berbeda. Meski dalam kesehariannya perempuan itu tergolong modis, tango dress itu berada di level yang berbeda. Apalagi dengan riasan yang membuat perempuan itu kian menawan dan ... bagian punggung yang terbuka! Oh Tuhan, Atilla sempat kehilangan oksigen selama sesaat tadi.

Atilla kian meyakini perasaannya pada Bianca. Baginya, sangat penting memiliki ketertarikan fisik yang membuat darahnya memanas. Andai Bianca sudah menjadi kekasihnya, sudah pasti Atilla akan mencium perempuan itu saat mereka berada di mobil tadi.

Dari kejauhan Atilla kembali memerhatikan Bianca yang sedang bicara dengan Benny. Senyum tak lepas dari bibir perempuan itu, membuat Bianca tampak kian menawan. Atilla membuang napas, masih belum sepenuhnya mengerti bagaimana perempuan itu memberi impak luar biasa padanya.

Tindakan Atilla mengajak Bianca menemui keluarga besar Rasheed, sudah pasti menarik perhatian dari orang tua dan kakaknya. Setelah ini, dia yakin akan ada interogasi, terutama dari Widuri. Namun, Atilla tidak keberatan sama sekali. Kebimbangan yang mengepung Atilla perlahan memudar seiring langkahnya mendekati meja tempat keluarganya dan Bianca duduk.

Mendadak dia merasa bahwa memperkenalkan Bianca bukanlah hal yang buruk. Atilla ingin Bianca mengenal segala hal tentang dirinya perlahan-lahan, saat lelaki itu mulai menyiapkan langkah untuk bicara jujur tentang perasaannya. Atilla tak ingin terburu-buru. Dia ingin menjerat Bianca sedemikian rupa hingga tak tahu cara menolak.

Nyatanya, kurang dua setengah jam kemudian, saat mengantar Bianca pulang, Atilla malah tak mampu menahan kata-katanya. "Apa pendapatmu kalau kita pacaran saja, Bi?"


Lagu : She ( Elvis Costello)

Alpha Romeo [The Wattys 2020 Winner - Romance]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang