Chapter 11

25 9 0
                                    


Malam itu, kami makan malam tanpa ada gangguan dan kami dapat tidur dengan nyenyak.

Keesokan harinya, Pangeran Liam bersiap untuk mengembalikan kriminal kemarin ke kerajaan Hilinnor.

Kerajaan kami berbatasan langsung dengan kerajaan Hilinnor yang merupakan kerajaan terbesar ke-3 di dunia. Karena itulah kami banyak menjalin hubungan kerjasama dengan kerajaan Hilinnor sejak puluhan tahun yang lalu.

Raja kerajaan Hilinnor juga merupakan teman Pangeran Liam dan Raja dulu. Mereka sudah berteman sejak dari kecil.

Aku belum pernah bertemu dengan Raja Hilinnor, tapi terdengar cerita bahwa Raja dan bangsawan di sana sangat murah hati kepada rakyatnya. Bertolak belakang dengan reputasi bangsawan kerajaan Aleri yang dikenal memiliki hati sedingin es.

Walaupun, sebenarnya kami tetap memantau aktivitas rakyat kami. Tapi, dikarenakan wilayah kami yang sangat luas, sangat sulit untuk mengendalikan dan membantu mereka semua.

Setelah semua sudah siap, mereka memulai perjalanan mereka. Begitu juga denganku, aku juga memulai perjalananku menuju desa.

Aku meletakkan kudaku ke tempat penitipan dan membayar biayanya. Lalu, aku pergi ke markas Adrian dan mengetuk-ngetuk pintu masuknya.

"Tolong katakan password-nya," kata saudaraku dari dalam sana.

"Password? Aku tidak tau..."

"Aiden? Apa itu kau?"

Krreekkk...

"Aiden?!" Teriaknya tepat setelah melihatku.

"Ada apa?" Tanyaku dengan heran.

"Kamu kemarin ke mana? Kenapa kamu tidak datang? Apa kau mendapatkan masalah sehingga tidak bisa ke sini? Apa kau tidak apa?" Dia membanjiriku dengan pertanyaan-pertanyaan sambil memperhatikanku dari ujung rambut hingga ke ujung kaki.

"Aku kemarin ada di rumahku. Ya, ada masalah di rumahku. Bukan masalahku, aku hanya menontonnya saja dan aku tidak apa. Apakah itu sudah menjawab semua pertanyaanmu?"

"Ya. Kau membuatku khawatir. Aku kira kamu diculik oleh orang-orang aneh yang ada di perbatasan desa. Banyak bandit yang berkumpul di sana. Baguslah jika kau tidak apa." Adrian menghela napasnya. "Aku mencarimu ke seluruh penjuru desa. Bahkan anak-anak yang lainnya ikut mencarimu kemarin. Mereka sama khawatirnya dengan ku," lanjutnya.

"Benarkah? Tapi kita baru kenal beberapa hari..." bagaimana bisa kau mengkhawatirkan seseorang yang baru saja kau kenal?

"Itu karena kita adalah keluarga sekarang, ya kan?"

"Keluarga" kata asing yang sudah menghilang dari kamusku sejak lama sekali. Apakah ini saatnya kata itu kembali tertulis di kamusku?

"Hei, Aiden. Kenapa melamun gitu?" Adrian melambai-lambaikan tangannya di depan mataku.

"Bukan apa-apa..." kurasa, sekarang bukanlah waktunya untuk menuliskan kata itu kemali ke kamusku. Aku tidak mau hal itu kembali terjadi lagi ketika aku sudah bahagia.

"Ayo, masuk Aiden." Dia tersenyum seakan-akan pipinya akan sobek. Sepertinya dia benar-benar senang karena kedatanganku. Atau... dia hanya mengharapkan uangku?

"KAAKK AIIDDEENN!!!" Dua suara yang menlengking mendekatiku dengan kecepatan yang tinggi.

Bruukk...

"Ow," Elizabeth dan Aluin melompat ke arahku, membuatku kehilangan keseimbangan ketika mencoba untuk menangkap mereka.

"Hiks... hiks... kemarin kakak ke mana? Hiks... Kakak tidak apa?" Tanya Elizabeth sambil sesegukkan.

"K-kami mencari kakak ke ma-mana-mana kemarin..." sambung Aluin.

"Aku tidak apa-apa. Aku punya sedikit masalah di rumah kemarin. Maaf ya..." aku mencoba untuk menenagkan mereka yang sudah menangis sejadi-jadinya.

Elizabeth dan Aluin menatap satu sama lain dan tersenyum. "Kami tidak memaafkanmu, kak."

"Apa? Kenapa?"

"Kami akan memaafkan kakak, jika kakak mau menemani kami bermain hari ini. Di air terjun tersembunyi kami."

"Air terjun tersembunyi?"

"Eli, Luin, jangan paksa Aiden begitu..." Adrian menyela pembicaraan kami. Seketika, wajah Elizabeth dan Aluin cemberut membuatku merasa bersalah.

"Ya sudah. Di mana air terjunnya?"

Senyum pada wajah mereka kembali terlihat. "Ayo, kak. Kita pergi sekarang? Cepat, cepat, cepat." Kata mereka seraya menarik-narik tanganku.

Adrian menghela napas, "Aiden kau terlalu memanjakan mereka."

"Apa kalian punya acara hari ini?"

"Tidak, sebenarnya tidak."

"Kalau begitu, hari ini kau harus bersantai sedikit. Kalian sudah lelah mencariku kemarin bukan?"

"Ya, kau benar. Aku menjadi terlalu tegang akhir-akhir ini."

"Kalau begitu, ayo kita pergi. Ajak yang lain juga, ok?"

Adrian tersenyum lalu mengangguk, "ok."

~*~

Kami semua berjalan melali jalan tembusan agar lebih cepat sampai dan sekalian menghidari orang-orang yang dapat mengacaukan suasana kami.

Di ujung jalan, terlihat hutan dengan pepohonan yang cukup besar dan rindang.

Dari titik ini Elizabeth dan Aluinlah yang memimpin jalan karena mereka yang paling hafal jalan ke air terjun tersembunyi itu.

Kami terus berjalan menyusuri hutan itu dan kami sudah dapat mendengar suara air yang mengalir deras dengan samar-samar, menandakan kami sudah dekat dengan air terjun yang kami tuju.

"Taaraa... ini dia air terjunnya. Air terjun ini kami namakan The Hidden Falls. Hehehehehe..." Elizabeth merentangkan tangannya untuk efek yang lebih dramatik. "Yuk semuanya, kita berenang," teriak Aluin.

"Ayo!!!" Semuanya menjawab, termasuk Adrian.

Aku mengikuti langkah mereka menuju air terjun itu. Aku membuka ropiku dan meletakkannya di atas tasku. Adrian mengikuti apa yang kulakukan.

Satu persatu, semuanya memasuki air dan mulai bermain. Aku memasukkan kakiku ke dalam air untuk memastikan suhu air itu san suhunya sangat dingin.

Aku tidak pernah tahan dingin. "Adrian, sepertinya aku tunggu di sini saja..."

"Hah, kan kamu sendiri yang mau ke sini? Ayolah... tenang saja tidak ada buaya sini, hihihihihihi..." Katanya dengan nada mengejek.

"Aku bukan takut buaya. Airnya sangat dingin."

"Tidak, setelah kamu masuk air dapat kupastikan kau akan langsung terbiasa dengan suhu airnya. Tenang saja."

"Baiklah akan kucoba. Tapi jika aku tidak tahan, aku akan langsung keluar."

"Oke."

Violet RosaWhere stories live. Discover now