Chapter 5

32 12 2
                                    

Kami mengobrol hingga larut malam, tidak kusadari waktu berjalan dengan cepat. Aku menyadari kami memiliki hobi yang sama yaitu membaca buku, namun karena keadaannya dia sengat sulit untuk mencari buku untuk dibacanya.
"Adrian... aku harus pulang dulu, ini sudah larut malam."
"Ah... oke, tidak apa-apa. Oh ya, Aku lupa bertanya di mana kamu selama ini tinggal?" Dia menaiki tangga keluar.
"Eemmm... a..aku tinggal di desa sebelah." Aku mengikutinya keluar.
"Oohh.... jadi, kamu pulang pakai apa?" Kami berjalan keluar gang sempit dan pergi ke jalan utama.
"Hmm...apakah di sini ada yang menyewakan kuda?"
"Itu." Dia menunjuk sebuah kandang kuda yang tak jauh dari kami.
"Ayo ke sana."

Kami mendekati kandang besar itu, kuda dalam berbagai jenis dan warna ada di sana, walau bau kandang itu sangat menyengat. Penjaga kuda-kuda itu berjalan mendekati kami.
"Ada yang bisa kubantu?"
"Aku mau menyewa kuda yang itu." Aku menunjuk seekor kuda berwana hitam bercorak putih yang tidak terlalu besar, pas untuk ukuranku.
"Satu malam, sepuluh koin perak. Jangan mencoba untuk membawanya pergi kami memiliki ahli untuk melacak kuda-kuda itu."
"Baiklah. Ini koinnya"

Aku berjalan mendatangi kuda itu dan mengusap-ngusap kepalanya.
"Aiden, kapan kamu akan ke sini lagi?"
"Aku akan ke sini lagi besok pagi"
"Benarkah!? Berjanjilah!" Dia mengacungkan kelingkingnya.
Aku mengaitkan kelingkingku dengannya, "aku berjanji."
Aku naik dan duduk di atas pelana. Kuambil dompetku dan melemparkannya ke saudaraku.
"Ambilah ini. Aku juga akan membawa buku untukmu besok. Akan kutemui kau jam sepuluh di kedai roti tadi pagi."
"Kau yakin ini untukku?"
"Ya ambilah."
"Terima kasih Aiden, sampai jumpa besok pagi." Dia tersenyum dengan sangat lebar.

Sesampainya di kerajaan, aku memerintahkan penjaga yang ada saat itu untuk memberi kudaku makan dan menaruhnya di dalam kandang. Aku memasuki pintu istana dengan diam-diam. Jika aku bertemu dengan Pangeran Liam, dia pasti akan menggodaku.

Tuhan berada di pihak ku saat ini, aku berhasil mencapai kamarku dengan selamat. Haahh.. hari ini sangat melelahkan, pertama aku dicopet, lalu ternyata ia adalah saudaraku yang telah lama hilang, dan aku berjanji padanya akan kembali ke sana lagi besok. Aku sama sekali tidak merencanakan ini, tapi sekali lagi hatiku yang telah meyakinkanku untuk kembali dan membantu saudaraku dan 'keluarganya.'

Entah mengapa aku senang dapat bertemu dengannya. Padahal dulu aku sama sekali tidak peduli tentangnya.

Tidak hanya fisik, namun kebiasaan dan hobi kami semuanya sama persis.

Tapi tentu saja kami tetap memiliki perbedaan, yakni paham kami mengenai cinta. Dia terlihat bahagia dikelilingi oleh cinta-cinta itu, tapi mengapa? Karena cinta itu dia harus tinggal di sana dan jika ia mendapatkan uang maka ia harus membagi-bagikannya kepada yang lain. Dia bisa menyimpan uang itu untuk dirinya sendiri, tidak masalah kan jika kau sendirian? Kau sendirian tapi kau hidup.

Aku membasuh tubuhku seadanya, berganti pakaian, dan langsung tidur.

*****

Keesokkan paginya, aku bangun tepat pukul tujuh pagi. Aku bergegas mandi dan mengambil sebuah tas ransel dan membawanya ke perpustakaan. Aku memilih beberapa buku yang mungkin akan dia sukai. Lalu membawa lima puluh koin perak dan sepuluh koin emas. Jangan terlalu banyak atau nanti mereka akan mencurigaimu, pikirku. Kulihat jam sudah pukul delapan, tepat saat jam sarapan. Aku berlari menuju ruang makan. Ketika aku membuka pintu dan mengintip ke dalam, "sial... ada Pangeran Liam,"

Aku berjalan cepat ke meja makan dan duduk di kursi tanpa menatap mata Pangeran Liam. Aku langsung saja mulai makan tanpa berkata satu katapun.
"Aiden," dia tersenyum.
"Hhmm..." sekarang, dia pasti akan menggodaku.
"Makannya jangan buru-buru begitu."
Aku hanya mengangguk.
"Hari ini Paman akan pergi ke kerajaan Hilinnor. Paman akan kembali pada saar makan malam nanti"
"Hm, ya"

Nyam, suapan terakhir masuk ke dalam mulutku.
"Selamat tinggal, paman" kataku seraya melangkah keluar dari ruang makan itu. Ajaibnya paman tidak menyinggungku soal kemarin. Hahaha... rasanya senang sekali. Aku berganti pakaianku dengan yang kemarin dan menutupinya dengan jubah hitam. Aku pergi ke kandang kuda kerajaan sambil membawa tas yang sudah aku kemas.

Aku membawa kuda itu keluar dan menaikinya.
"Apa yang kulakukan, Aiden?" Secara ajaib Pangeran Liam ada di depanku. Membuatku kehilangan keseimbangan dan melompat dari kuda
"Ak..aku...i..ing..ingin latihan berkuda di sini."
"Emm... haruskah aku mempercaiyaimu? Apa mungkin kau menemukan seseorang di sana? Wah... sepertinya keponakanku sudah besar." Tuturnya selagi mengelus-ngelus rambutku.
"TIDAK...maksudku....apa yang kau bicarakan?"
"Entahlah....Penjaga! Nanti jika Pangeran Aiden ingin keluar biarkan saja dia." Teriaknya kepada penjaga di gerbang.
"Keluar ke mana?" Aku berpura-pura tidak tau.
"Mungkin untuk mengembalikan kuda itu? Bye" Dia pun pergi meninggalkan aku yang terheran-heran. Bagaimana dia bisa tau semuannya?

Aku kembali menaiki kudaku dan mulai berjalan ketika Pangeran Liam tidak berada dalam pandanganku lagi. Penjaga membukakan gerbang untukku.

Aku menambah lajuku agar lebih cepat sampai di desa. Aku sudah tidak sabar untuk menemui saudaraku. Pertama kali yang kulakukan sampai di sana adalah pergi ke kandang kuda semalam.

Aku memutuskan untuk membeli kuda ini, harganya hanya dua koin emas. Sebenarnya cukup mahal, tapi apalah artinya itu dibandingkan dengan kekayaanku. Aku menitipkan kudaku di sana. Aku menaruh jubahku ke dalam tasku dan berlari menuju kedai roti, tempat kami sepakat untuk bertemu.

Violet RosaWhere stories live. Discover now