Chapter 2

47 10 1
                                    

Dia membalikkan badannya, menyadari eksistensiku. 'Kenapa pangeran Liam ada di sini?' Pikirku

Rambut pirangnya yang sepanjang bahu yang biasanya tersisir rapi, saat ini ia biarkan rambut itu terurai secara alami. Dia menatapku dengan matanya yang bewarna emas, ciri khas keluarga Owens.

"Apa yang kau lakukan di sini, Pangeran?" Dia bertanya dengan suaranya yang lembut.
"Eemm...aku hanya ingin...umm... berjalan-jalan di.... taman?" Kataku lebih seperti bertanya.
"Benarkah itu? Bukankah biasanya kau lebih memilih membaca di perpustakaan daripada menikmati udara segar di taman?" Dia bertanya heran, "dan kenapa kamu bepakaian seperti itu?" Lanjutnya.

Aku tidak dapat berkata-kata lagi, yang dikatakannya memang benar aku memang lebih memilih di perpustakaan dan aku tidak penah berpakaian seperti ini.

"Tapi... sebernarnya tidak masalah jika kamu mau pergi berjalan-jalan melihat kehidupan rakyat kerajaan Aleri." Katanya dengan tenang sambil tersenyum.

Aku terperanjat mendengar Pangeran Liam bisa membaca rencanaku, "a..aku tidak mau kemana-mana kok... aku hanya ingin berjalan-jalan!" Belaku.

"Hmm.. begitu ya? Kalau begitu ya sudahlah, paman akan masuk saja." Tuturnya sambil terkekeh. Aku menghela napas lega.

Sebelum sampai ke pintu, tiba-tiba langkah Pangeran Liam terhenti dan kembali menoleh ke arahku, "ngomong-ngomong kemarin paman pergi ke tempat penyimpanan barang kerajaan, disana paman melihat sebuah setelan baju laki-laki. Cocok sekali untuk membaur dengan rakyat." Ujarnya sambil menunjukkan senyum simpulnya.

Dia tau rencanaku.... tapi sepertinya dia tidak memiliki masalah dengan itu. Dia bahkan memberi tauku tentang baju itu.

Aku kembali masuk ke ruangan tadi dan keluar menuju tempat penyimpanan barang yang Pangeran Liam maksud.

Sangat jarang sekali orang masuk ke dalam ruangan ini, aku sendiri belum pernah pergi ke sini. Aku meletakkan tanganku ke gagang pintu dan mencoba membuka pintu yang sudah lapuk dimakan usia.

Percobaan pertamaku membuka pintu itu gagal, seperti ada yang menahan pintu itu dari sisi lainnya.

Aku kembali mencoba membuka pintu itu, kali ini dengan mengerahkan seluruh tenagaku. Kriieett.... suara pintu terdengar memekakkan telinga.

Ketika masuk ke ruangan aku disambut dengan debu yang bergegas terbang menuju arahku, membuatku tersedak dan mengibas-ngibaskan tanganku guna menampik debu di hadapanku.

Kupandangi seisi gudang itu, penuh dengan barang yang sudah rusak atau tidak digunakan lagi. Masing-masing barang memiliki selimut tebal yang terbuat dari debu dan kotoran lainnya.

Aku berusaha mencari keberadaan sakelar lampu dengan meraba-raba dinding. Hingga akhirnya aku menemukan benda seperti tombol berbentuk persegi panjang. Aku memencet sakelar lampu itu. Klik! Suaranya, namun tidak terjadi apa-apa. Aku mencoba sampai beberapa kali tetapi hasilnya nihil.

Lalu, pandangan mataku terarah ke sebuah jendela yang terselubung di balik gorden. Aku membuka gorden tersebut, seketika cahaya mentari masuk ke dalam ruangan tersebut, melalap kegelapan.

Tidak seterang itu, tapi pas untuk melihat dengan cukup jelas. Aku bergerak di antara barang-barang tua itu. Sampai akhirnya, aku menemukan benda yang kucari-cari. Baju tersebut dipasang dengan rapi di sebuah maneken. Herannya, baju tersebut tidak berdebu sama sekali. "Pasti ini kerjaan Pangeran Liam," gumamku.

Aku memakai baju itu. Setelah itu aku memandangi diriku sendiri di cermin yang sudah sedikit retak. Baju itu terpasang sempurna di tubuhku, terdiri dari kemeja putih, dibalut dengan rompi hijau, dan celana panjang berwarna cokelat. Rambut hitamku yang sedikit melewati pundak, kubiarkan tidak rapi, tergerai natural.

Kerajaan Aleri memang memiliki semacam tradisi bagi laki-laki dan perempuan untuk setidaknya memiliki rambut sepanjang bahu. Hal ini dilakukan untuk mengenang Raja ketiga Aleri yang berhasil mengangkat status Aleri menjadi kerajaan yang termahsyur. Dia memiliki rambut kekuning-kuningan senpanjang bahu persis seperti Pangeran Liam.

Setelah puas memandingi cermin, aku melangkahkan kakiku menuju pintu keluar. Aku menutup pintu tempat penyimpanan itu dengan bersusah payah.

Ketika aku sedang berjalan, tiba-tiba kulihat seorang pelayan paruh baya mendekatiku. "Pangeran Liam menitipkan ini untukmu, Pangeran Aiden," ucapnya sambil menbungkukkan badannya tanda hormat.

Dia mengulurkan tangannya, bukusan kecil dari kain di atasnya. Aku mengambilnya dan dia langsung pergi melanjutkan pekerjaannya. Aku membuka bungkusan itu, kuintip ke dalamnya. Bungkusan itu berisikan koin perak, mungkin sekitar lima puluh keping.

Kali ini aku keluar melalui pintu gerbang utama, yakin bahwa Pangeran Liam telah memberi tahu penjaga kerajaan.

Benar saja, ketika aku keluar sebuah kereta kuda dengan sepasang kudanya telah menungguku di sana. "Aku tidak perlu menggunakan kereta ini," ujarku kepada sais kereta itu.

"Ini perintah dari Pangeran Liam, saya akan mengatar Pangeran hanya sampai dekat perbatasaan desa."
"Tsk! Baiklah!" Kataku sedikit kesal, walakin sebenarnya aku ingin berterima kasih pada Pangeran Liam.

Kutapakkan kakiku ke dalam kereta itu dan duduk di sofa yang ada di dalamnya. Tak lama kemudian, sais kereta pun memulai perjalanan kami.

Aku memandangi pemandangan di luar sana melalui jendela yang ada tepat di sampingku. Sawah terhampar luas di hadapanku lengkap dengan petaninya yang sedang membajak tanah itu.

Angin sepoi-sepoi menglik-ngilik rambutku. Aku memjamkan mataku, menikmati suasana yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Tiba-tiba, kuda-kuda yang membawa keretaku berhenti, menyebabkan tubuhku tertarik ke depan. Sais kereta membukakan pintu untukku, memberi tauku bahwa aku sudah sampai tujuanku.

Aku melompat dari kereta itu, mendarat di jalanan yang tersusun atas bebatuan. Aku berjalan melalui jalan itu, mendengar suara kaki kuda yang perlahan menjauh. Tak lama kemudian, terlihat bangunan-bangunan yang  berdiri dengan kokoh, tanda aku sudah dekat desa.

Sesampainya aku memandangi lingkungan sekelilingku. Rumah-rumah dari batu bata tersusun rapi di sepanjang jalan, orang-orang yang hilir mudik mengenakan pakaian yang mirip denganku, teriakkan para pedagang terdengar bercampur aduk, dan aroma roti yang baru keluar dari pa.......aku lapar.

Violet RosaHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin