02. AURORABOREALIS • MURID BARU

Mulai dari awal
                                    

Ganendra melotot."Anak-anak Pangeran udah lo cobain semua apa George?"

"Ya udahlah."

"Termasuk pacar Bos?"

"Itu belum."

"Gila Bos, dia ngomong belum, berarti ada niatan tuh."

"Lo deketin Edeline, gue jamin besok lo bakal liat batu nisan dengan tulisan George Washington dirumah lo," ucap Borealis.

"Eh ampun Bos," ucap George.

"Makanya mulut tuh dijaga George," ucap Alister.

"Kantin yuk, laper gue," ajak Borealis.

"Kuy, gue juga butuh asupan," sahut Ganendra.

"Asupan makan apa asupan mata," sewot Alister.

"Nah opsi yang kedua lebih tepatnya."

Mereka berempat tanpa aba-aba langsung berjalan mengikuti Ketua Kingston itu.

Meja pojok dengan meja paling besar diantara lainnya, meja yang dikhususkan untuk anak-anak Kingston. Tak ada yang berani mendekat apalagi duduk disana.

"Pesen makan sana Gan," suruh George.

"Anjir! Lo pikir gue babu lo! Ogah," tolak Ganendra.

"Udah biar gue yang pesen," ucap Sean.

George menepuk punggung Sean, "nah ini baru temen gue."

"Giliran lagi baik diaku temen," ucap Ganendra sambil memutar matanya.

"Pesen apa lo pada?" tanya Sean.

"Nasi goreng aja gue," ucap Borealis.

"Batagor siomay 5000," sahut Alister dan George bersamaan.

"Kalo gue mie ayam, bakso, indomie, batagor, papeda, pecel sama cireng," ucap Ganendra.

"Perut apa karung beras tuh," heran Alister.

"Kebanyakan, ntar whatsapp gue aja," ucap Sean.

Sean berjalan menuju konter kantin. Setelah menyebutkan pesanannya dia bersandar sambil memainkan ponselnya.

"Hei bisa minggir nggak?" tanya seorang perempuan membuat Sean mendongak.

"Lo?"

"Lo?"

Dia adalah perempuan yang tadi Sean antar keruang kepala sekolah.

"Geseran sedikit ya, gue mau ambil sendok," ucapnya.

Sean menurut dan memberi ruang untuk perempuan itu mengambil sendok di meja belakangnya.

"Nama lo siapa?" tanya Sean.

"Aurora."

"Cantik."

Tak seperti kebanyakan kaum hawa di SMA Pangeran, yang biasanya langsung baper jika di puji oleh anak Kingston, Aurora justru pergi tanpa menyahut.

"Eh anjir, ditinggal pergi lagi," umpat Sean.

Sean mengelus dadanya, "sabar Sean, dia itu murid baru jadi belum tau siapa lo"

Aurora berjalan menuju mejanya, disana sudah ada Alana yang tengah menunggu sambil memainkan ponselnya.

"Maaf lama," ucap Aurora.

"Ra liat tuh meja disebelah sana," ucap Alana menunjuk dengan dagunya.

"Yang itu?" tanya Aurora, seraya menunjuknya dengan telunjuk kirinya, karena tangan kanannya sibuk menyendokan bakso.

"Aurora," sarkas Alana langsung menurunkan tangan Aurora.

"Kenapa?"

Bukan salah tangan Aurora atau ucapannya, tapi justru karena meja yang Aurora tunjuk adalah meja anak-anak Kingston.

"Mereka anak Kingston, lo nggak boleh seenaknya kayak gitu," jelas Alana memelankan suaranya.

"Kingston?"

"Iya, Kingston itu benteng SMA Pangeran, lo jangan asal gitu aja, bisa aja lo dapet masalah besar."

Aurora terdiam.

Detik selanjutnya dia menoleh kebelakang untuk melihat seperti apa anak-anak Kingston. Dan tepat ketika dia menatap meja itu, tatapannya beradu dengan ketua Kingston.

"Jangan tatap dia kayak gitu!" ucap Alana langsung memposisikan Aurora menghadapnya.

"Kenapa lagi?"

"Dia Ketua Kingston, lo jangan bersikap enteng sama dia."

"Lah kenapa? Dia kan sama kayak kita, sama-sama manusia, dia bukan superhuman kan? Kenapa harus takut."

"Lo belum tau apa-apa tentang Kingston, Ra."

"Semenakutkan apa Kingston emang?"

"Please Ra, hati-hati aja, berurusan sama Kingston sama aja mendekatkan lo sama malaikat maut."

"Dan Aurora Pelangi adalah malaikat maut yang akan nyabut nyawa mereka."

Kemudian keduanya tertawa.

Setelah menghabiskan makanannya Aurora dan Alana berniat untuk kembali ke kelas.

Dan ketika Aurora berdiri dan bersiap melangkah tiba-tiba,

Pyur!

Sebuah jus Alpukat mengalir dari atas kepalanya. Alana yang melihat itu hanya meneguk salivanya.

"Kalo ngomong dijaga! Anak baru tapi belagu!" bentak seorang perempuan berbaju sekolah yang diketatkan dan rok abu-abu dipendekan.

"Kalo nggak mau punya masalah, jaga bacot nya, asal ngejeplak aja!" bentak perempuan disebelahnya.

Aurora menyeka jus alpukat diwajahnya. "Gue nggak nyari masalah sama kalian."

"Berani lo ngomong kayak gitu ya! Hajar Mar!"

Perempuan berperawakan tinggi dengan seragam yang diperketat itu. Tamara Kinanthi. Anggota Kingston.

"Dasar nggak tau diri!" sarkas Tamara.

"Yang nggak tau diri disini siapa sih? Lo dateng-dateng langsung numpahin jus alpukat, kayak nggak punya sopan santun," ucap Aurora dengan nada datar.

"Ra udah, ayo pergi aja," ajak Alana.

Aurora menurut. Baru saja selangkah mereka pergi.

"Lo boleh pergi! Tapi nggak dengan cewek nggak tau diri ini!" sarkas Tamara sambil menarik seragam Aurora sehingga membuatnya termundur.

"Mau apa sih kalian?" tanya Aurora.

Alana terhenti.

"Sis lo urus tuh temennya, gue mau main-main sama ni anak!" ucap Tamara, menyeret Aurora pergi.

Ternyata, sejak tadi anak-anak Kingston memperhatikan kejadian itu.

"Anjay! Mara mau ngapain tuh!" heboh Ganendra.

"Dia murid baru itu," sahut Sean.

"Udah nggak usah diladenin biarin aja dia mau ngapain," Borealis yang tadi menoleh kembali menyesap es tehnya.

"Kok lo gitu sih Bos?" heran Alister.

"Lah gue harus gimana?" tanya Borealis datar.

"Dia anak baru di Pangeran! Gimana kalo dia keluar dari sini? Gimana kalo dia lapor kepsek, anak Kingston taruhannya."

"Itu urusan cewek, lo nggak usah ikut campur!"

"Bangsat lo Rey!" umpat Sean langsung berlari pergi menyusul Tamara dan Aurora.

"Lo nggak mikirin perasaan cewek apa! Gue pikir lo udah punya cewek Bos, tapi nyatanya lo nggak paham apapun tentang cewek!" sarkas Alister, dia menyusul Sean.


AURORA BOREALIS [ ✓ ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang