Chapter 12 : Perasaan Asing

1.3K 143 26
                                    


Hi, im back. It's been almost 2 years and im sorry for disappearing without saying anything.

Happy reading and enjoy!

...........


Kelas berangsur sepi semenjak bel pulang dibunyikan, menyisakan Jimin yang masih sibuk berkutat dengan laptopnya. Sudah biasa baginya menghabiskan waktu lebih seorang diri disini. Alasannya sederhana saja; ia membutuhkan wi-fi sekolah guna membantunya dalam menyelesaikan sebagian PR-nya—alternatif lain agar isi kantongnya selamat.

"Boleh aku minta tolong padamu?" Itu adalah Hakyeon, teman sekelas Jimin yang menjabat sebagai ketua kelas tiba-tiba muncul dan menghampiri. Menyadari kalau tinggal dirinya saja yang tersisa di kelas ia pun mengangguk.

"Bisakah kau membawa buku-buku itu ke ruang guru?" Hakyeon melanjutkan sembari menggaruk tengkuknya, "Aku sebenarnya tak ingin merepotkanmu, tapi situasinya begitu mendadak. Kau tahu, kepengurusan organisasi. Aku harus tiba disana secepatnya."

Pandangan Jimin pun beralih, langsung mendapati tumpukan buku tebal yang menggunung di atas meja guru. Astaga itu banyak sekali, kalau Jimin mau protes. Hakyeon terlihat sedang tak bercanda, wajahnya pure memelas tanpa disengaja. Jadi Jimin tak ada pilihan selain mengiyakan.

.

.

"Apa perlu kita mengganti penembak utama team inti?" Namjoon memutar lollipop di dalam mulutnya sebelum mengeluarkannya kembali, "Kurasa lemparan Seongwoo sedikit lemah untuk menjadi penembak utama."

Yoongi berpikir sejenak sebelum mengangguk singkat.

"Bagaimana kalau Jackson?" timpal Hoseok.

"Tidak, tidak. Bukankah kita sudah menempatkannya di team cadangan? Dia memang cukup hebat tapi menurutku kemampuannya masih kurang." Sahut Jin menegaskan yang langsung dibalas angggukan yang lain.

Yoongi yang duduk di atas bangku panjang dengan kaki kanan bertumpu di paha lantas kembali bersuara, "Aku mempertimbangkan saran Hoseok." Tangan kurus putihnya membalik lembaran kertas lalu melingkari sebuah nama menggunakan pulpen biru yang selalu dibawanya itu, "Apa kalian ingat jika dulu pernah meragukan kemampuan Jungkook? Tapi lihat, sejalannya dengan waktu anak itu justru memperlihatkan potensinya."

Jin hendak protes sebelum Yoongi memberinya tatapan agar tak perlu khawatir. "Kita hanya perlu memberinya kesempatan."

Kalau saja waktu persiapan mereka masih banyak, mungkin Jin tak perlu berpikir panjang. Tapi ia sendiri tak boleh egois, apapun keputusan Yoongi dan kawan-kawan adalah jalan keluar yang tepat. Yah, semoga saja. Ketimbang terus mengharapkan ketidakpastian seseorang yang nyatanya tak mungkin kembali 'kan?

Mungkin benar, selama ini mereka terlalu berserah pada keadaan. Berharap nasib baik akan mengiringi langkah mereka selayaknya aliran sungai yang terus mengalir dari hulu ke hilir. Tapi siapa yang tahu? Kita tak akan pernah bisa menebak apa yang terjadi kedepannya. Karena hasil yang akan diraih itu tergantung dari bagaimana tahapan demi tahapan proses dilibatkan. Jadi alangkah baiknya untuk mencoba dan kembali melangkah tanpa rasa takut. Setidaknya berjuang, tidak berdiam diri, dan tak menyerah pada keadaan. Selambat apapun langkah yang diambil dan sebesar apapun kegagalan yang telah berlalu, hadapilah. Apapun hasilnya, setidaknya telah melakukan yang terbaik.

Jin lalu mengangguk mantab. Kemenangan bukan ditentukan oleh siapa yang terhebat atau siapa yang paling menonjol, melainkan kerja keras serta bagaimana rasa kepedulian dalam menyonsong kekompakan. Karena seorang nahkoda tetaplah memerlukan juru mudi dalam mengoperasikan kapal. Inilah bagaimana cara sebuah team bekerja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My World Is Like You (KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang