Chapter 9 : Impian

2.1K 324 25
                                    


Bias cahaya fajar melesak masuk melalui celah teralis jendela. Kelopak mata yang sedikit tertutup permukaan selimut itu perlahan terbuka. Jimin menggeliat bebas dan kembali menarik guling di sisinya. Menyamankan posisi tidurnya kembali di atas kesejukan permukaan seprai.

Perlahan kesadarannya kembali dengan bola mata terbuka sempurna. Ia pun segera mendudukkan diri di tepi kasur seraya mengumpulkan kesadarannya.

"Astaga bagaimana aku bisa tidur disini? bukankah—" monolognya yang diikuti intonasi panik itu menggantung di udara. Astaga! Dia ingat sekarang. Mendadak kejadian tadi malam—dimana ia datang karena ingin memastikan keadaan Jungkook, lalu dilanjutkan mengusap punggungnya, memeluk pemuda itu dan malah berakhir terbangun disini sekarang? Ini artinya—Oh tidak Jimin merasa merinding.

Jimin bukannya berpikir yang tidak-tidak tapi mengingat kelancangan apa yang sudah diperbuatnya semalam membuatnya risau seketika. Dengan takut ia melirik ke sisi lain dimana semalam Jungkook berada. Ia mengernyit mendapati bantal yang sempat dipakai Jungkook semalam sudah tak lusuh dan tertata apik di tempatnya.

"Loh, kemana dia..."

.

.

"Jungkook pergi sepagi itu?" Jimin mengulang kembali pertanyaannya.

Sang ayah yang tengah mengelap meja makan itu pun mengangguk. "Dia bilang dia tidak tega membangunkanmu karena tidurmu sangat nyenyak. Lagi pula dia harus sekolah kan? Jadi dia memutuskan untuk segera kembali."

"Jungkook tidak mengatakan hal lain, appa?"

"Hanya mengucapkan terimakasih. Selain itu tidak ada."

Dan jawaban tersebut tak berhasil membuat Jimin merasa puas. Tanpa disangka sang ayah kembali melontarkan kalimat yang menyebabkannya ragu untuk menjawab.

"Apa sebenarnya hubungan kau dengannya?"

.

.

"Bolos lagi? tidak. Aku sedang dalam perjalanan ke sekolah bersama Jungkook. Come on, dad. I'm not lying to you." Taehyung melirik ke arah Jungkook ragu-ragu, "Baiklah akan ku berikan padanya."

Jungkook memutar bola mata jengah melihat Taehyung kini menyerahkan paksa ponsel miliknya. Sahabatnya itu pun buru-buru melempar berbagai macam kode isyarat padanya disertai gestur kehebohan alami yang sudah melekat ditubuhnya sejak lahir.

"Anda tidak perlu khawatir. Taehyung sedang bersama saya." Jungkook melirik sinis bercampur jengkel ke arah Taehyung sembari tetap memfokuskan diri dalam mengendarai mobilnya "Ah, tidak perlu mengucapkan terimakasih. Sudah keharusan saya sebagai temannya."

"Aku tidak mengerti kenapa ibu mau menikah lagi dengan pria pirang cerewet itu." gumam Taehyung setelah Jungkook menutup teleponnya.

"Jadi ini alasan kenapa kau menyuruhku untuk menjemputmu?"

Cengiran kuda memancar di bibirnya. Taehyung yang nampak cuek seakan tak peduli—memilih menyalakan musik di tape mobil.

"Ini kali terakhirnya aku ikut campur dalam urusanmu dan jangan pernah kau libatkan aku lagi dalam apapun masalahmu, Tuan Kim yang teramat menyebalkan. Lagipula kenapa kau kemarin harus membolos sih?" Jungkook tak habis pikir. Ia tahu sahabatnya yang satu ini memang sedikit bandel, ah tidak. Tepatnya sangat teramat bandel dan seantero Younghwa tahu akan hal ini. Taehyung harusnya merasa beruntung karena memiliki Jungkook yang selalu sabar menghadapinya. Pernyataan tersebut adalah pendapat Jungkook sendiri ngomong-ngomong.

"Ayolah Jungkook. Aku baru sekali melakukannya! Ini semua demi Itsumi Takeda. Kapan lagi aku bisa bertemu dengan komikus idolaku?"

"Itu masalahmu." tukas Jungkook yang juga tak habis pikir dengan kecintaan sahabatnya tersebut kepada komik jepang dan rela melakukan apapun untuknya.

My World Is Like You (KookMin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang