"Berikan..." sebelum aku menyelesaikan kalimatku, Alex sudah melangkah masuk melewatiku.

"Kau ingin aku meletakkannya dimana?" Tanya Alex mengangkat kedua kantongku yang sekarang berada ditangannya. "Di atas meja dapur" ucapku masih berada di depan pintu, haruskah aku menutupnya atau tidak karena aku merasa sedang dalam bahaya?.

"Aku meminta airmu" ucap Alex, aku mendengar pintu kulkas terbuka. Aku pun memutuskan untuk menutup pintu dan melangkah masuk.

Ia melepaskan jasnya dan meletakkannya di atas sofa milikku??. Dia memang atasan dari atasanku tapi ini adalah apartemenku dan dia tidak bisa seenaknya saja seperti ini. Dan mengapa dia harus berada di sini? Untuk bersembunyi dari wanita tadi? Mengapa dia harus bersembunyi?.

"Kau tidak perlu mempedulikanku berada disini" ujarnya. Bagaimana aku bisa tidak mempedulikan keberadaanmu diapartemenku yang sempit ini??!.

Sudah pukul berapa sekarang? Aku merasa sangat lapar. Aku pergi menuju dapur untuk menyiapkan makan siang. Haruskah aku menyiapkannya makan siang?.

"Kau membuat makananmu sendiri?" Alex bertanya menghampiriku menuju dapur. Tidakkah dia baru saja bilang untuk tidak mempedulikannya?.

"Ya tentu, siapa lagi yang akan membuatku makanan saat tinggal seorang diri?" Ucapku terdengar tidak sopan.

"Benar" balasnya menatap padaku. Matanya sangat indah, ia memiliki warna abu-abu. Aku segera melihat ke arah lain.

"Emmm...apa kau ingin emm makan?" Aku bertanya kembali menatapnya. "Aku tidak pernah memakan masakan orang lain" ucapnya.

"Fine, aku juga tidak pernah membuatkan makanan untuk orang lain" ucapku terdengar kesal.

Aku mulai untuk mengeluarkan bahan-bahan makanan yang ada didalam plastik.

"Tapi aku ingin makan sekarang, karena sejak tadi pagi aku belum makan sama sekali" ucapnya melangkah untuk berdiri disampingku. Aku merasakan ketegangan saat Alex berdiri di sampingku.

"Apa ada yang bisa aku bantu?" Tanyanya. Bisakah kau menjauh dariku? Karena kalau tidak aku tidak akan bisa mulai untuk memasak. Kau menggangguku.

Ia mulai menggulung lengan kemejanya. Aku melihat uratnya yang berbentuk, dapat aku lihat jika ia sering berolahraga dan itu terlihat keras. Oh. Aku harus berpikir jernih.

"Aku yang akan mencuci sayurannya" ujar Alex mengambil sayuran dari tanganku. Aku merasakan sentuhan tak sengaja dari tangannya. Ini tidak sehat untukku, kapan dia akan keluar dari apartemenku?.

"Kau perlu tau jika kau beruntung aku dapat makan bersamamu, karena aku tidak pernah makan bersama dengan orang lain sebelumnya, Well, makan secara sungguhan dengan meja yang ditata rapih bersama piring, senduk, gelas dan garpu, dan masakan rumah, tentunya kecuali dengan keluargaku" ucap Alex mengejutkanku dia dengan sukarela bercerita padaku. "Tidakkah kau memiliki banyak 'teman'?" Ujarku.

Ia tertawa dan menoleh kepadaku. "Kau masih belum mengerti teman yang aku maksud? Well, aku tidak bisa menyalahkan kepolosanmu" ujarnya.

"Aku tau" jawabku dengan lantang. "Ok" balasnya menoleh kembali ke wastafel.

Ia kembali menghampiriku untuk memberikan sayur yang telah dicuci olehnya.

"So, jika kau tidak makan dengan temanmu apa yang kau lakukan dengan mereka? Kau bahkan tidak pulang ke rumah untuk bertemu dengan temanmu semalaman?" Ujarku menyesal mengatakannya. Kita sama sekali tidak mengenal satu sama lain untuk menanyakan hal seperti itu.

"Apa kau selalu menjadi seorang yang penasaran?" Ucapnya berdiri dekat disampingku.

"Kau tidak perlu menjawabnya" ucapku meminta sayuran ditangannya. Ia mengulurkannya padaku namun menariknya kembali membuatku melangkah maju lebih dekat dengannya.

Dia menatapku, aku menundukan kepala tak dapat menatap matanya. Aku benar-benar merasa aneh. Sebelumnya aku tidak pernah berpikir untuk melakukan sesuatu yang berbahaya dengan seorang pria tidak dikenal.

"Elena" Aku merasakan jarinya berada didaguku, membuatku menatapnya. "Kau tau kalau aku tidak baik untukmu, berhenti menatapku seolah kau menginginkanku. Aku sudah terlalu sering mendapatkan itu" Aku memutar bola mataku mendengar kalimat terakhirnya.

"Well, tapi ini pertama kalinya seorang wanita tidak langsung jatuh padaku" ujarnya. Ibu jarinya yang berada di daguku kini mengelus bibirku. Ini tidak masuk akal. Aku harus membuatnya pergi.

Tanpa sepengetahuanku, Aku membuka mulutku dan memejamkan mataku.

Alex mencondongkan tubuhnya lebih dekat padaku, Aku merasakan wajahnya sangat dekat denganku hingga membuatku menahan nafas.

Aku mencoba untuk merasuki pikiranku sendiri bahwa Alex tidak menginginkanku dalam arti baik. Dia hanya mempermainkanku dan untuk kebahagiannya sendiri.

"Aku tak akan melakukannya padamu, atau belum akan?" Ujarnya menurunkan tangannya dari daguku dan memundurkan langkahnya.

"Aku rasa tak masalah jika aku kembali ke ruanganku sekarang" ujarnya berjalan menuju sofa untuk mengambil jasnya. Aku terdiam ditempat tetapi tidak dengan mataku yang terus memperhatikannya.

Alex memberikan senyuman menggodanya sebelum berjalan menuju pintu apartemenku. Aku berharap dia segera pergi, atau tidak? Jika aku membiarkannya pergi, aku merasa kehilangan kesempatanku.

Aku memutuskan untuk berjalan mengikuti langkahnya dengan berani. Aku bukan anak sekolah lagi, aku sudah cukup dewasa untuk melakukan hal ini. Aku sendiri tak tau hal apa yang aku maksud, tapi aku menginginkannya.

"Alex" aku memanggilnya, ia berbalik menghadapku mendorongku hingga punggungku bertemu dengan dinding. Tangannya berada dipipiku, menangkup wajahku dan bibirnya berada diatas bibirku.

Aku tau ini gila. Sangat tidak masuk akal untuk berciuman dengan atasanmu sendiri atau lebih tepatnya atasan dari atasanmu dalam waktu seminggu dan aku tidak begitu mengenalnya. Dan lebih dari itu aku tau dia pemain wanita yang sangat ahli, dia tidak baik untukku.

Ia melepaskan bibirnya dariku namun tidak menjauh, tangannya berada dipinggangku.

"Kau mungkin akan menyesalinya besok" ucap Alex menggerakan jari telunjuknya untuk menyentuh pelipisku dan turun hingga rahangku.

"Aku tau" ujarku. Entah apa yang aku pikirkan tentang hal ini. "Dan kau mengatakan jika aku bukan tipe idealmu?" Aku kembali berujar menatapnya.

"Memang dan masih seperti itu" ucap Alex memiringkan senyumnya. Aku menyadarinya, aku bukanlah tipe wanita yang hanya ingin dijadikan 'teman' olehnya. Dalam suatu hubungan aku ingin suatu komitmen, dan memiliki rencana untuk hubunganku. Berkencan 1 tahun, menikah dan memiliki anak paling sedikit 2. Aku tak tau mengapa aku memikirkan itu sekarang. Aku baru saja menemuinya dan sangat aneh untuk memikirkan hal itu dengannya.

Tapi kita baru saja berciuman, itu tidak masuk akal untukku namun aku rasa ini hal yang sangat biasa untuknya dan sudah sering ia lakukan dengan wanita-wanita cantik, memiliki style yang bagus dan badan yang indah.

Aku mendorong Alex menjauh. Ia menatapku "Kau menyesalinya begitu cepat" ujar Alex.

"Aku tidak dalam pikiranku tadi, tentu aku menyesalinya"

"Elena" Dia memanggilku dengan nadanya. Aku tidak bisa berbohong jika aku mungkin menyukainya saat dia memanggilku seperti itu.

"Bisakah kau keluar saja?" Ujarku. "Maaf? Keluar? Kau baru saja mengusirku?"

"Ya, ini apartemenku dan aku berhak untuk mengusir siapapun dari apartemenku"

"Ok" Dia melangkah menuju pintu. Semudah itu? Aku pikir dia akan tetap disini. Tidak. Aku menginginkannya untuk pergi, tingkahku tadi sangat aneh.

***

There You AreWhere stories live. Discover now