Bara hanya menatap tajam pada Edo tanpa mengucapkan satu patah katapun. Yang Edo katakan memang benar. Hatinya tidak bisa menyangkalnya.

"Penyesalan lo udah terlambat, Bar."

Selepas mengatakan itu, Edo berjalan meninggalkan Bara yang masih mematung di tempatnya.

Bara benar-benar merasakan dadanya kian sesak saat ini. Apalagi kini ia melihat sosok Jerome yang sudah datang. Musuhnya itu sempat menyadari kedatangannya dan hanya menatap Bara sekilas.

Cukup. Bara tidak sanggup untuk menyaksikan acara pernikahan itu. Sebelum Chelsea datang, sebelum acara itu dimulai, ia harus melarikan diri dari sini. Ia harus pergi mencari udara segar, meluapkan segala sesak di hatinya, mencari sesuatu untuk mengobati sakit hatinya.

Bara melajukan mobil sportnya sekencang mungkin. Menerobos jalanan seakan ia tak takut mati. Kedua matanya mulai memerah, rasa sesaknya juga masih ia rasakan meskipun ia sudah keluar jauh dari acara itu.

Rasa sesal seakan menyerangnya. Seandainya dulu ia menuruti kata hatinya untuk datang pada Chelsea, bukan pada wanita lain. Seandainya ia berani mengutarakan seluruh perasaannya kepada Chelsea. Dan seandainya ia tidak sepengecut ini, pasti semuanya akan berbeda.

Bara benar-benar merutuki dirinya yang sangat pengecut dan bodoh itu. Entah, dimana keberanian Bara dulu hingga ia hanya memendam perasaannya pada Chelsea. Dan sampai pada saat ini, saat ia sudah merasa kehilangan sosok Chelsea, ia baru sangat menyesali kebodohannya.

Melewatkan Chelsea begitu saja tanpa tahu rasa sakit yang akan dideritanya karena kehilangan wanita itu.

Pada sore ini, detik ini, Bara baru menyadarinya. Penyesalan menghujamnya tak henti-henti. Namun semuanya sudah terlambat.

Ah, bukan terlambat, ia hanya tidak berani memulai. Lalu membuat alasan terlambat.





***





"Ta-daaaa!!!!"

Chelsea melongo. Jerome mendelik. Sedangkan Kyra tersenyum lebar dengan kedua mata berbinar. Kakak perempuan Jerome itu dengan semangat menunjukkan kamar Jerome yang sudah disulap menjadi kamar yang penuh bunga mawar merah lengkap dengan lilin-lilin kecil di sekitarnya. Membuat kamar itu benar-benar seperti kamar romantis yang siap untuk merayakan malam pertama pengantin baru.

"Oke. Thank me later." Kyra mengedipkan satu matanya kepada sepasang pengantin baru itu yang masih terperangah menatap isi kamar.

"Lo ngapain ngotorin kamar gue sih?" Jerome mulai protes melihat isi kamarnya sendiri. Bahkan lantai kamar juga bertabur kelopak bunga mawar.

"Kotor gimana? Nanti juga lo bakal bersyukur punya kakak sebaik gue. Ya enggak, Chel?" 

Chelsea menoleh pada Kyra, lalu terpaksa membuat senyum untuk melegakan kakak Jerome itu. "I-iya, Kak."

Setelah itu Kyra mulai mundur untuk meninggalkan kamar pengantin baru itu. "Dah, selamat bersenang-senang!"

Bersenang-senang? Nyatanya Jerome dan Chelsea malah merasa sangat canggung akibat suasana romantis yang diciptakan Kyra.

Awalnya Jerome duduk di tepi ranjang setelah melepas tuxedonya. Lalu lelaki itu menatap Chelsea yang masih berdiri di depan pintu seperti orang bingung.

Jerome berdehem memecah suasana canggung yang mengerikan itu.

"Gak mau duduk di deket gue?" Jerome menyeringai lagi, membuat Chelsea bergidik ngeri dan segera berlari menuju kamar mandi.

"Mau ngapain? Lo gak ngajak suami lo ini?"

Chelsea benar-benar merasa kesal pada Jerome. Ditutupnya pintu kamar mandi dengan keras. Wanita itu merasakan ritme detakan jantungnya tak terkendali. Sekilas bayangan kejadian tahun baru yang dilakukannya bersama Jerome mendadak terputar lagi di kepalanya.

Perfect Strangers (✔)Where stories live. Discover now