11. Trust Me

3.2K 435 116
                                    

"Gue ada di balik pintu, kalau lo kenapa-kenapa langsung teriak aja. Gue dobrak pintunya!" Bunga menahan lengan Chelsea, "Jadi gak usah takut ngadepin singa betina itu. Oke?"

Chelsea memutar bolanya malas, kenapa ia harus takut? Untuk melegakan sahabatnya itu, kepalanya mengangguk sebelum memasuki ruang pribadinya di toko.

Vivian sudah menunggunya di sana. Ketika Chelsea membuka pintu, wanita itu masih duduk dengan anggun di sofa miliknya.

Secangkir teh sudah Chelsea letakkan di atas meja beserta kue kering untuk menjamu wanita yang terlihat sadis itu. Kemudian alih-alih duduk di sebelah Vivian, Chelsea menarik sebuah kursi untuk didudukinya. Ia harus menjaga jarak dengan Vivian, siapa tahu wanita itu mencakarnya secara tiba-tiba. Melihat kuku Vivian yang panjang seperti kuku Cheetah membuat Chelsea berpikir yang tidak-tidak.

Bukannya takut. Hanya saja ia harus jaga diri jika ada serangan mendadak. Ingat, Chelsea sekarang tengah berbadan dua.

"Lo pasti tahu alesan kenapa gue datengin lo ke sini."

Chelsea mengangguk. Sudah pasti alesannya karena Jerome.

"Nah, gue minta lo batalin pernikahan lo dengan pacar gue. Sesama wanita, seharusnya lo ngertilah gimana perasaan lo kalau cowoknya tiba-tiba nikah sama wanita lain."

Chelsea merenung agak lama. Seingatnya Jerome tidak pernah bilang jika mempunyai seorang pacar. Chelsea ingat sekali pembicaraannya dengan Jerome via telepon saat sebelum dirinya dan Pramana datang ke rumah besar Hadinata. Jelas-jelas Jerome bilang bahwa ia tidak mempunyai seorang pacar.

"Lo denger gue enggak?" Vivian mengubah posisi duduknya lalu mengibaskan rambut panjangnya kebelakang.

"Denger."

"Jawab dong, kok malah bengong."

Kening Chelsea berkerut. Lama-lama ia semakin tidak menyukai wanita itu. Meskipun parasnya cantik, tapi nilai kesopanannya nol.

"Lo bisa bilang ke Jerome sendiri untuk batalin pernikahannya."

Vivian mendecak sebal setelah mendengar jawaban Chelsea. "Kalau elo yang bilang ingin batalin, Jerome pasti juga setuju."

"Sayangnya gue gak akan batalin pernikahan ini."

Hening beberapa detik. Vivian terperangah menatap Chelsea.

"Silahkan lo bilang ke Jerome sendiri untuk batalin. Itupun kalau lo berhasil."

Vivian mendelik. Kemudian terlihat tersenyum sinis ke arah Chelsea. "Lo kira gue gak tahu kalau kalian gak saling cinta? Lo pikir bisa menang dari gue setelah Jerome jadi suami lo?"

"Urusan cinta atau gak itu urusan gue sama Jerome. Yang jelas orang yang lo sebut 'pacar' lo itu udah milih gue buat jadi istri sah-nya."

Chelsea tak takut atau pun gentar. Meskipun kini Vivian sudah menatapnya dengan tatapan seperti ingin menerkamnya hidup-hidup. Persetan jika seandainya benar bahwa Vivian adalah pacar Jerome, yang jelas Jerome akan menikahinya dan bertanggung jawab atas bayinya. 

"Gue kira lo bisa gue ajak bicara halus, tapi ternyata enggak." Vivian berdiri sambil membenarkan rok ketatnya, " Gue pastiin lo bakal nyesel setelah ini. Gue gak akan tinggal diam."

Tatapan Chelsea tetap datar meskipun Vivian telah mengancamnya. Tidak peduli apa yang akan dilakukan oleh Vivian besok kepadanya.

"Inget ya meskipun lo berhasil nikah sama Jerome. Hati Jerome gak akan pernah jadi milik lo! Dan lo, gak akan pernah bahagia sama dia!"

Terserah. Chelsea sudah muak melihat Vivian di ruangannya. Ia juga tidak berharap memiliki hati Jerome, dan dari awal juga ia sudah merasa tidak bahagia. Lalu kenapa ia harus repot-repot memedulikan ucapan Vivian itu? Tidak penting.

Perfect Strangers (✔)Where stories live. Discover now