02. Second Day

4.1K 509 53
                                    

Pagi ini Jerome sudah mengawali harinya dengan suasana hati yang sangat bagus. Kamar hotelnya yang langsung menghadap langsung ke pantai Kuta, membuatnya merasa damai. Pantai, adalah satu tempat yang menjadi favoritenya untuk menjadi tujuan liburannya sejak dulu.

Setelah puas matanya berkeliling mengamati apa saja yang bisa matanya jangkau dari balik jendela kamar hotelnya, ia mulai beranjak pergi meninggalkan kamar. Pasalnya, perutnya sudah keroncongan akut untuk minta diisi jatah sarapan.

Sampailah Jerome di restoran hotel mewah itu. Tanpa menunggu lama ia mengambil menu breakfast yang sudah disediakan. Sesudah mengambil dua potong roti panggang dan juga secangkir kopi, ia memilih tempat duduk paling pojok dekat jendela kaca yang langsung mengarah ke luar.

Dua potong roti panggang sudah habis masuk ke dalam perutnya, dan kini ia menikmati secangkir kopinya sambil mengecek ponselnya untuk sekadar membaca berita bisnis Indonesia. Beberapa kali ia juga sempat mendapat panggilan dari kolega hingga teman-temannya. Sampai akhirnya fokusnya beralih dari ponselnya ke seorang wanita yang duduk di meja sebelahnya.

Wanita kurang ajar yang memanggilnya tepung tapioka itu sedang duduk menikmati sarapan dengan sepotong roti panggang dan secangkir teh. Tapi entah raut muka wanita itu sungguh kecut, hingga roti panggangnya tak dihabiskan.

Jerome meliriknya sesekali. Kini wanita itu menyandarkan tubuh kecilnya di kursi dengan tangan bersedekap. Ah, ini sangatlah bukan Jerome Hadinata. Ada angin apa sampai seorang Jerome memedulikan seorang wanita? Apalagi pertemuan pertama mereka diawali dengan sebuah pertengkaran paling memalukan yang pernah Jerome lakukan. Hanya gara-gara Taxi.

Tak lama kemudian seseorang datang menghampiri wanita itu. Lelaki bertubuh tinggi, berkulit tan, dan oh... Jerome mengenalinya! Iya, tentu saja Jerome mengenal laki-laki yang kini sudah duduk di depan wanita itu!

Barata Wardhana. Mana mungkin Jerome tak mengenal musuh bebuyutan dari jaman SMA itu? Dan kinipun, perusahaan Bara juga menjadi salah satu pesaing perusahaannya.

Jerome mengerutkan dahinya melihat interaksi antara dua orang di seberang mejanya itu. Sesekali ia mengubah posisi duduknya dan menutupi wajahnya dengan telapak tangannya agar Bara tidak menyadarinya. Namun, telinga Jerome sudah ia siapkan untuk menguping, ㅡah bukan menguping, mendengar secara tidak sengaja. Ya, pokoknya tidak sengaja ia dengar. Ini di tempat umum dan memang semua orang bisa mendengar percakapan mereka.

"Nanti malem ikut gue ya?" kata Bara sambil menghabiskan roti panggang wanita itu.

Namun langsung dibalas oleh gelengan dari wanita yang sempat Jerome dengar namanya adalah Chelsea.

Iya, Chelsea. Klub bola?

"Seneng-seneng Chel, mumpung lo ada di Bali dan Papa lo gak di sini. Lo bisa keluyuran semau lo tanpa ada panggilan dari Papa lo buat segera balik rumah."

"Enggak, Bar. Gue mau seneng-seneng dengan cara gue."

"Cara lo? Kayak gimana?"

"Yang pasti gak dugem!"

Jerome masih saja memasang telinganya seraya menyerutup kopinya dengan tenang. Sesekali ia melirik ke wanita bernama Chelsea itu, meskipun dari samping, Jerome dapat melihat raut wajah kecutnya ketika berbicara dengan Bara. Hal itu membuat Jerome semakin penasaran, apa hubungan Chelsea dengan Bara.

Pacar? Teman? Atau selingkuhan?

Mereka terlihat sangat dekat. Bahkan Bara terlihat sempat mengusap puncak kepala Chelsea, dan wanita itu hanya diam membiarkannya.

"Sekali-kali coba ngerasain dugem, Chel. Biar masa muda lo itu berwarna. Gak cuma kerja teruss!" Bara tertawa lebar, namun Chelsea tetap diam dan seperti tak napsu untuk berbicara dengan lelaki berkulit tan itu. "Gak bosen sama hidup lo yang gitu-gitu aja?"

Perfect Strangers (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang