9. Back to normal

6.6K 295 2
                                    








Byan masih terdiam.

Benarkah tadi itu sebuah kenyataan? Mengapa rasanya hanya sebatas khayalannya semata.
Tadi Byan kembali ke ruang rawatnya dengan tenang, kakak-kakaknya sama sekali belum menampakkan batang hidung mereka.

Tapi yasudahlah, ia pun ini  sedang ingin sendiri.




Tapi tadi itu begitu cepat.

Saking seriusnya memikirkan hal tadi. Ia sama sekali tak menolak apa yang perawat tadi lakukan kepada tubuhnya, mengangkatnya, menggantikan infusnya dengan jarum yang baru, bahkan sampai perawat itu sudah tak lagi di sini.

Keenan yang datang pertama kali pun jadi bingung sendiri melihat adiknya diam seribu bahasa di ranjangnya.

Membuat bulu kuduknya merinding seketika, "Byanice?" Panggilnya.

Tapi byan tak meresponnya.

"Byanice!" Ia menegaskan panggilannya.

Byan sedikit berjengit di tempatnya. Membuat keenan buru buru menghampirinya. Ia khawatir, jujur.

"Ada apa?"Tanyanya.

Byan hanya tersenyum kikuk membalas tatapan khawatir kakak tertuanya. Otaknya berputar cepat, memikirkan alasan bagus apa yang harus ia berikan. Dan,

"Byan mau pulang." Tak berintonasi, tapi cukup terdengar seperti permohonan yang tertahan(?)

Keenan mengernyit, semakin menatap adiknya.

"Oh itu, Julian bilang byan bisa pulang saat infusnya habis. " bola mata Byan langsung membulat, berbinar.

"Bener?!" Demi apa pun ia sangat bersemangat😄. Keenan mengangguk. mengusap sayang pucuk kepalanya.

"Dengan syarat kamu lanjut istirahat di rumah. ah, iya.. dan jangan sekolah dulu." Senyumnya luntur seketika.

"Apa? Kenapa jangan??" Ia menatap keenan dengan pandangan memelas. Keenan kembali tersenyum.

"Kamu butuh istirahat cukup agar kondisimu stabil lagi by.. " Terdengar hembusan napas gusar setelahnya.

"mau pulang gak?" byan mengangguk cepat.

"Ya sudah, nurut aja."

Ya, memang ia tak pernah benar benar diberikan hak untuk memilih.

Byan melirik infus yang menggantung di sebelahnya, andai tadi ia tak terjatuh. Pasti infus itu akan habis lebih cepat.

Arghhh... sudahlah. Takdir telah terjadi.





Dan bukan kebetulan jika itu benar sudah terjadi.

"Di mana kak genta?"Tanyanya mencoba mencari topik lagi, entah mengapa ia malah berpikir tak ingin terdiam karena terus dihampiri bayangan kejadian tadi.

Keenan meliriknya.

"Ada panggilan pagi-pagi sekali tadi, dia gak tega mau ngebangunin, by.."

BYANICE ✓Where stories live. Discover now