extra part of #FLTR

Mulai dari awal
                                    

Aku dan Sam kembali dekat setelah hubunganku dan Kirana membaik. Sam meminta maaf padaku atas semua yang sudah dia lakukan—yang menurutnya itu salah—dan begitu juga sebaliknya, aku meminta maaf padanya dengan niat yang sama. Kami berdua sering mengunjungi club masing-masing. Setelah keuangan Sam membaik secara teratur, lelaki itu membuat gerakan besar untuk mengambil alih kepemilikan Fantasi.

Musik samar-samar masih terdengar. Dua lapis peredam yang sengaja kupasang mengelilingi ruanganku, masih belum bisa mengalahkan suara menghentak dari musik di luar sana. Bahkan, martini mulai membuat kepala Sam mengangguk mengikuti irama samar-samar tersebut. Dia memberi jeda untuk mengangguk-anggukkan kepalanya seirama musik di sela-sela obrolan kami.

"Diperbolehkan untuk berjoget semaumu, Sam," kataku mulai memancing Sam yang sudah mirip cacing kepanasan.

Dia menggeleng mantap. Aku tahu, gelengan itu terasa sangat menyiksa karna tidak sejalan dengan isi hati.

"Di rumah, isteri dan calon anakku menunggu. Jadi jangan meracuniku! Club-mu punya banyak penari telanjang, kalau sampai salah satu ujung jariku menyentuh seinci saja dari kulit wanita-wanita telanjang itu ... kuledakkan club ini seisinya," ucap Sam panjang lebar, mulai melantur karna mabuk.

Aku hanya mendengkus pelan menertawakannya. Tidak kujawab semua ocehan melantur itu karna aku sendiri juga tidak mau menjerumuskan Sam ke dalam lobang hitam buatanku. Carden kubuat untuk orang-orang bejat yang keukeuh mencari kebebasan. Jika mereka bisa sampai datang kemari, itu artinya keinginan untuk eksplor ke dunia gelap sangatlah besar. Aku membiarkan mereka untuk tenggelam, bebas sebebas yang mereka mau. Sebagai bentuk untuk mencari titik puas yang sulit didapatkan. Beruntung bagi mereka yang bisa sadar setelah bosan menikmati rasa puas, menikmati kekalahan saat berkali-kali gambler, atau menikmati kegersangan gairah saat mereka berulang melakukan sex. Mereka akan sadar cepat atau lambat, karena sesuatu yang terasa begitu memuaskan justru sangat berpotensi untuk memberikan rasa sadar yang tinggi.

They will feel so sorry of what they've done here. Sepertiku, saat aku justru merasa sangat puas dengan hidupku yang penuh racun, justru aku merasa sangat sadar, aku akan hancur dalam waktu singkat saat memilih untuk berhenti di lain waktu.

***

Suara berteriak yang khas dengan bocah berumur enam tahun, terdengar dari kejauhan saat aku melangkah memasuki rumah. Dean berlari dari lantai atas demi menyambutku. Sehelai jubah terikat di lehernya. Aku bertaruh dia sedang memainkan peran superhero dengan pedang panjang yang aslinya terbuat dari paralon.

"Hap!" Aku menangkap tubuhnya dan membawanya ke gendongan.

Dean tertawa keras. Dia memelukku sangat erat seperti koala jantan yang merindukan induknya.

"Mana Ibu?"

"Di kamar. Ibu bilang lagi pusing. She mad at you, Yah," katanya tersenyum lebar.

"Oh, ya? Kenapa marah?"

"Karna Ayah sibuk ngurusin gudang tikus, bukannya rumah sendiri," celoteh Dean yang kuyakini hanya dia copy dari ucapan Kirana.

Aku tersenyum menutupi apa yang dimaksud gudang tikus. Kubawa Dean pergi menuju kamarku, menemui Kirana yang katanya sedang pusing akibat perbuatanku.

Kunyalakan lampu kamar yang awalnya mati. Aku menutup pintunya pelan saat kulihat Kirana memang sedang tertidur di ranjang kami. Dean yang berada dalam gendonganku memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Dia sudah hapal bagaimana amukan Kirana jika diganggu saat tidur. Dan di rumah ini, hanya aku yang berani membangunkan Kirana dan menerima dengan pasrah segala kekesalannya yang terpaksa harus dibangunkan dari tidur lelap.

• A Believer •Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang