extra part of #FLTR

11.2K 453 18
                                    

Josse Nickolas Natael's pov
The one and only funny moment I keep on my mind, is the biggest thing I hate.

Tahun berlalu secepat Tuhan menghendakinya. Seperti gasing yang berputar setelah dilempar turun kemudian naik secara berkala, kehidupanku juga menyimpan rasa suka dan duka bersama Kirana.

Beberapa tahun silam, teringat ketika aku memohon maaf pada isteriku di atas ranjang. Meminta untuk dia memaafkan segala kebohongan yang sudah kuperbuat padanya. Aku terus memikirkan tentang nasihat Kirana hingga aku demam dan dilarikan ke rumah sakit, tidur di atas ranjang keras dengan selang infuse menempel punggung tanganku selama beberapa hari. Aku berpikir keras bagaimana mengaplikasikan semua nasihatnya. Upayaku untuk menjadi seorang suami dan Ayah yang baik bukanlah sebuah upaya belaka. Sampai dengan beberapa bulan setelah berpikir keras, aku akhirnya menemukan ide untuk membangun sebuah cerminan diri sebagai bentuk garis pembatas.

Seperti sepenggal lirik lagu dari Bryan Adams, everything I do, I do it for you, menjadi sebuah mantra untuk rasa cintaku pada Kirana. She wants me to change, better than the past, and I do what she wants. Aku merubah diriku menjadi jauh lebih baik. Gaya hidup yang sehat dan jadwal kerja teratur, aku merubahnya mulai dari nol dan Kirana selalu berada di belakangku. Dia mendukung apa yang kulakukan, dia mengijinkan apa yang kupinta dengan syarat aku harus selalu bercermin pada apa yang sudah kubangun setelahnya.

If you want something to fun, to relax, you have to build that funny thing you can build.

... Sesuatu yang bisa buat kamu bercermin. Kalau itu buruk, kamu bisa melihat risikonya. Then you have no time to do it.

Dan sekarang, kuperkenalkan Carden sebagai nama dari sebuah club yang kudirikan secara tertutup. Sebuah cerminan diri untuk aku melihat ratusan risiko yang akan kutanggung jika sampai melakukannya. Carden, yang memiliki arti benteng yang gelap, berhasil kudirikan setelah berpikir keras tentang nasihat Kirana. Segala kelakuan gelap yang akan mengundang nafsu banyak orang bejat ada di club tersebut. Bebas, semuanya berkelakuan bebas dan buas.

Di balik meja ini, aku hanya duduk memantau sambil bercermin. Kala aku menjadi orang gila yang bergantung dengan beraneka ragam jenis pil, yang akan kudapatkan hanya satu, kehancuran. Lalu saat menatap ratusan risiko lain dari perbuatan bejat di dalam Carden, yang kudapatkan juga hanya satu, kehancuran yang sama.

"Isterimu baik?"

Aku tersenyum lebar, mempertemukan muka gelasku dengan gelas orang yang duduk di seberang meja. Kami meminum dry martini di gelas masing-masing sebagai pembuka obrolan.

"Yeah, dia baik. Everything was under controll except one, when Dean asked us for give him a sister." Bibirku kembali tersenyum mengingat wajah manis Dean yang ingin punya adik.

Sam terkekeh pelan. Dia kembali meneguk martininya sampai tandas. Kutatap lelaki berpakaian serba hitam di depanku. Kondisinya kelihatan jauh lebih baik setelah berhasil menikahi Licu setahun lalu.

"Bagaimana isterimu?" tanyaku balik.

"Not fine at all. Acara ngidamnya berantakan. Aku selalu gagal memberi apa yang dia minta. Geez, bro, lagi pula Bandung bukan tempat di mana ada orang jual putu ayu jam empat pagi." Sam menggelengkan kepalanya pusing, sementara aku tertawa keras.

"Tipikal, Sam. Aku beruntung Anna bukan wanita yang mudah minta ini-itu. Tapi Licu?"

Lirikanku dibalas dengan tatapan 'I know, don't say it' oleh Sam. Aku semakin terbahak melihat wajah prihatin temanku. Di sebuah ruangan sederhana yang penuh oleh peredam ini, aku dan Sam mulai bercerita banyak hal. Sampai dengan membicarakan masa lalu kelamku yang sebenarnya lucu jika diingat, sekaligus kubenci sepanjang hidup. When I was called as a user.

• A Believer •Where stories live. Discover now