HAMPA

7 5 1
                                    

Setelah Rei memutuskan menetap di ibukota, nenek meminta agar Rei segera mendaftar sekolah. Namun, pendaftaran di sekolah penerbangan sudah ditutup sejak lima hari yang lalu. Sehingga terpaksa Rei bersekolah di sma umum.

Sekolah Rei lumayan terkenal. Dia bisa diterima di sekolah itu karena nilai ujian smp Rei tak dapat diragukan. Percayalah. Rei adalah seorang multitalenta. Sekali diajari melakukan sesuatu, dia langsung bisa melakukannya. Itulah kelebihannya. Tak heran jika Edo sering sebal pada Rei karena hal ini. Syukurlah Rei tak tertarik menjadi pengurus Osis, kalau sampai dia tertarik maka keberadaan Edo akan terancam.

Rei mendaftarkan diri pada organisasi bela diri. Kecintaannya pda bela diri tak lekang oleh waktu. Di organisasi itu dia menjadi relawan untuk melatih anak-anak yang kelas bela dirinya di bawah Rei. Namun dia tak tertarik lagi untuk mengikuti pertandingan. Dia bosan.

Di sekolah, Rei tetap jadi cowok populer. Sifat dingin nya masih menjadi favorit para siswa perempuan. Sampai Rei terkadang harus bersembunyi agar mereka tak mengganggu nya. Sekarang Rei lebih sering bolos pelajaran. Halaman belakang sekolah menjadi tempat pelariannya. Baik saat istirahat maupun saat Rei bosan melanjutkan pelajaran.

Di halaman itu biasanya Rei habiskan dengan tidur atau mendengar musik. Namun yang sering dilakukan Rei adalah membuat origami bangau. Entah mengapa itu bisa mengusir rasa bosannya dimanapun Rei berada. Siapa tau jika Rei membuat terus-menerus maka jumlahnya bisa mencapai seribu. Begitu pikirnya.

Saat membuat origami, Rei merasakan ketenangan. Hari-harinya yang membosankan mampu berubah jadi menyenangkan hanya dengan melipat origami. Rei sendiri tak tau mengapa seperti itu. Namun yang jelas Rei tau adalah melipat origami bangau ini adalah ide Ina. Dia selalu teringat pada Ina ketika selesai melipat origami bangaunya. Pikirnya, mungkin wajah bangau di origami mirip dengan Ina. Makanya dia selalu teringat.

Kehidupannya di ibukota dengan nenek terbilang lebih baik daripada harus hidup sendirian ketika di kota lamanya. Nenek selalu memperhatikan Rei. Membuat Rei teringat pada bibi. Membuatkan Rei makan setiap hari, mensupport apapun yang dilakukan Rei.

Harusnya Rei senang dengan kehidupan barunya. Tapi entah mengapa ini semua terasa sangat membosankan. Hampa. Menurutnya, dia pernah merasa benar-benar bahagia, terisi. Sampai-sampai dia ingin menghentikan saat-saat seperti itu. Tetapi dia lupa tepatnya kapan dan dengan siapa. Dia sangat ingin merasakan perasaan itu lagi, dia ingin seseorang mengingatkannya.

Suatu ketika, Rei memutuskan bolos sekolah. Nenek membolehkan asal nilai Rei tidak boleh turun. Dia berjalan-jalan keluar sambil membawa banyak kertas origami di saku jaketnya. Sebagai senjata ampuh untuk mengusir rasa bosannya.

Tiba-tiba dijalan dia bertemu dengan orang yang sangat ia kenali. Dia tertegun. Begitupula dengan orang itu. Lalu kemudian disusul oleh orang lain yang tadinya berjalan dibelakang. Entah mengapa Rei merasa senang. Lega. Orang itu ikut tertegun melihat Rei.

"Ina ?"

Benar, aku mengingat perasaan ini. Bahkan hanya dengan melihatnya, hidupku terasa terisi.

"Rei ? Ini kau kan ?" Tanya Ina memastikan. Matanya berkaca-kaca menatap Rei. Seseorang yang sudah lama ia rindukan, kini tepat dihadapannya. Ingin sekali dia memeluk Rei.

Edo hanya diam melihat Rei, kemudian angkat bicara. "Kau masih mengingat kita Rei ?"

Rei dan Ina tersentak. Itu bukan sapaan yang bagus untuk menyapa seseorang yang lama tidak bertemu.

"Edo" Ina menggeleng. "Rei bagaimana kabarmu ?"

"A-aku baik" Rei terlihat tak nyaman dengan sikap Edo barusan.

"Ternyata kau pindah disini Rei. Kenapa tak bilang dari awal ? kalau kau bilang, kita jadi sering main ke kota ini. Itu sangat menyenangkan" Edo tersenyum sinis.

Rei bingung harus menjawab apa. "Saat itu sangat tiba-tiba. Jadi aku tak sempat bilang pada kalian"

"Apa kita berada di jaman pra teknologi ? tak ada ponsel untuk mengirim pesan atau menelpon seseorang ?" Kata Edo dengan wajah serius.

Ina yang merasa bahwa keadaan makin panas segera memutuskan sesuatu. "Edo ayo kita pergi. Kau nanti bisa terlambat" Ajak Ina. "Rei, nanti kita bisa lanjutkan mengorol. Kau tunggu saja disini nanti aku akan menemuimu setelah mengantar Edo" Ina menggandeng tangan Edo, menariknya.

Ketika posisi Edo dan Rei sejajar, Edo berbisik. "Dengar Rei, kami sudah berpacaran. Jadi jangan dekati Ina lagi. Kalau kau masih keras kepala, coba ingatlah malam saat Ina berusaha menghentikanmu. Kau sama sekali tak berperasaan."

Rei tersentak. Benar kata Edo. Malam itu dia benar-benar keterlaluan. Rei tertegun lumayan lama lalu terduduk di bangku pinggir trotoar. Bagaimana bisa dia lupa soal kejadian malam itu. Kalau saja tadi dia ingat, mungkin dia tak akan berani menunjukkan wajahnya dihadapan Ina.

Maafkan aku

Next part "Origami Kuning"

1000 Bangau [COMPLETED]Where stories live. Discover now