19

4.5K 589 148
                                    

.
.
.

"Checkmate!" Jimin berseru ketika dirinya berhasil memenangkan permainan catur bersama sang adik yang kini menatap papan di hadapannya dengan heran.

''Ini tidak mungkin," ujarnya dengan mata bulat yang hampir keluar.

Sedangkan Jimin, dirinya tengah asik menertawai kekalahan sang adik. Taehyung sejak tadi membanggakan kemampuan catur dirinya, mengatakan bahwa dirinya tidak terkalahkan jika soal catur. Namun kini, ia harus terima dikalahkan oleh sang kakak yang baru saja belajar beberapa jam yang lalu.

"Kakek mengajarkanku untuk tidak pernah kalah. Kau pasti curang ya, hyung!"

Jimin mengerutkan dahinya tanda tidak setuju atas pernyataan Taehyung. "Bagaimana caranya aku curang jika sejak tadi kita duduk berhadapan?"

"Yaa, mungkin hyung dapat bisikan dari sesuatu?"

"Enak saja!"

"Hei, hei, anak ibu kenapa bertengkar?" tanya Chaeryoung yang baru saja datang dan duduk di antara kedua anaknya.

"Taehyung menuduhku curang, bu!" adu Jimin dengam bibir yang ia majukan, persis seperti anak ayam.

"Tae ..."

"Habis Jimin hyung menang. Aku kan tidak pernah kalah," sambar Taehyung pada Chaeryoung dengan wajahnya yang kesal.

"Sudah, sudah! Jadi kalian ingin bertengkar saja?"

Jimin melirik ke arah Taehyung, lalu tertawa geli melihat wajah tertekuk sang adik. Taehyung yang melihat tawa sang kakak akhirnya ikut menggemakan suaranya di ruangan. Tentu saja mereka tidak akan bertengkar, lagi.

Namun kemudian kedua mata sayu itu tak sengaja menangkap presensi sang kakak yang berjalan melewati mereka dengan ponsel yang menempel ke telinga, terlihat sangat sibuk. Sontak Jimin menghentikan tawanya. Ia bermaksud untuk memanggil Yoongi, tapi kakaknya itu sudah berada di luar rumah dengan cepat.

"Kenapa Yoongi hyung terlihat sibuk, bu?" tanyanya pada Chaeryoung, yang juga menarik atensi Taehyung.

Chaeryoung melirik anak pertamanya yang kini tengah mengacak rambutnya di luar sana. Kemudian kembali beralih pada Jimin dan Taehyung yang juga tengah memperhatikan sang kakak.

"Ada yang harus kakakmu urus di kampus mengenai konsernya. Namun karena ia di sini, ia tidak bisa langsung mengurusnya," jawab Chaeryoung.

"Ahh, begitu," cicit Jimin pelan. Ia menempelkan punggungnya pada sandaran kursi dengan masih memperhatikan Yoongi. Kakaknya tampak stres, dan ini semua bisa jadi karena dirinya.

.
.
.

"Ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Yoongi memecah heningnya malam di ruang baca.

Jimin, yang sedari tadi dicari olehnya, memalingkan pandangannya dari lampu belajar menuju sang kakak. Adiknya itu kemudian menggeleng pelan lalu menatap ke arah terangnya langit malam.

"Kenapa, Jim?" tanyanya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari sang adik.

"Apa hyung harus kembali ke Korea?" anak itu balik bertanya pada sang kakak.

Yoongi yang ditodong dengan hal yang mengganggu dirinya hari itu membuatnya menghela napas sebelum menjawab. "Profesor Lee ingin mendengar aransemenku secara langsung, dan aku masih harus mengatur kolaborasi dengan yang lain. Sedikit sulit karena kami tidak bisa mengerjakannya bersama," tutur Yoongi dengan jujur. Ia kemudian melirik pada sang adik yang masih mendengarkannya dengan saksama, kemudian bibirnya tersenyum dengan tangan yang mengelus rambut cokelat gelap di hadapannya.

FéeWhere stories live. Discover now