12

6.9K 746 141
                                    

.
.
.

Keadaan Jimin sudah lebih stabil setelah menghabiskan waktu beberapa hari di ruang ICU. Namun kini tubuhnya masih terbaring lemah di ruang perawatan, ditemani keluarganya yang saling bergantian menjaga walaupun semuanya tampak lelah dan juga stres dengan apa yang telah terjadi.

Di akhir pekan, semua berkumpul  untuk menemani Jimin—termasuk Bibi Jung, Sungwoon, dan juga Namjoon. Mereka berharap Jimin akan bangun setelah merasakan energi dari orang-orang terdekat di sekitarnya. Kendati dirinya masih setia dalam pejam yang damai.

Tak lama, Dokter Kim—ayah Namjoon—masuk dengan dua susternya, menghampiri ranjang Jimin yang masih ditempati pria kecil itu. Ia melakukan beberapa prosedur pemeriksaan, sebelum akhirnya membiarkan kedua suster yang tadi ikut untuk keluar.

"Bagaimana keadaan Jimin, Dokter Kim?" tanya Jaeho dengan khawatir mendapati raut wajah Dokter Kim yang tidak terlihat baik.

"Bisakah saya berbicara dengan anda di ruangan saya?" tanya Dokter Kim dengan helaan napas yang berat.

"Di sini saja, paman! Aku ingin mendengar keadaan adikku!" sanggah Yoongi yang tiba-tiba saja maju ke tengah-tengah sang ayah dan ayah dari sahabatnya itu.

Sang ayah melirik Namjoon sejenak, lalu kemudian kembali menghela napas. "Saya belum yakin tentang hal ini, tapi apakah dari kalian ada yang tau Jimin tidak bisa merasakan rasa sakit?"

Semua terdiam, tidak menduga apa yang baru saja ditanyakan oleh Dokter Kim. "Apa maksud anda?" tanya sang ibu dengan suara yang kini bergetar.

"Sudah saya duga. Dua minggu lalu saat Jimin membawa Taehyung kemari, ia juga terluka. Saya menemukan lebam besar di dadanya, tempat di mana tulang yang ternyata patah. Tapi saat itu Jimin enggan untuk diperiksa dan bersikeras bahwa dirinya baik-baik saja. Ia bahkan tidak meringis sedikit pun saat itu."

"Jimin ... juga terluka? Aku, kenapa tidak sadar?" lirih Yoongi, menyalahkan dirinya. Taehyung sendiri, kini hanya bisa terduduk di sofa dengan lemas. Ia melihat Jimin yang masih tertidur dengan sangat merasa bersalah. Dua minggu yang lalu, Jimin menolongnya. Taehyung belum sempat berterima kasih, tapi kini kakaknya itu bahkan tidak menjawab segala panggilan darinya. Ia merasa sangat bodoh.

"Lalu ... bagaimana maksud penyakit Jimin? Apa itu berbahaya?"

"Saya harus tahu sejak kapan Jimin menyadari kelainan ini. Karena saya rasa Jimin sendiri sudah tahu dan mencoba untuk menjaga dirinya sebaik mungkin. Penderita kelainan ini bisa saja tanpa sadar melukai dirinya sendiri, karena ia tidak mengenali rasa sakit itu."

"Tuan ..." lirih Bibi Jung yang akhirnya bersuara. "Jimin sudah mengetahuinya sejak kecil."

Semua mata kini tertuju pada Bibi Jung yang mengambil tempat di sisi Jimin. ia menggenggam erat tangan rapuh anak yang ia urus sejak kecil itu. Hatinya terluka melihat Jimin yang biasanya ceria sekarang terbaring lemah di sana. Kejadian ini tidak pernah sama sekali terlintas di kepalanya.

"Maksud bibi?" tanya sang ibu curiga.

"Dulu, Jimin sering kali terluka. Tapi dia tidak menangis atau meringis sedikit pun ketika saya membersihkan lukanya. Saya bahkan pernah memergokinya dengan sengaja menjatuhkan diri ke bebatuan di mana Taehyung terjatuh dan membuat lututnya terluka parah saat itu. Jimin tidak merengek walaupun memiliki luka sama parahnya. Saat itu saya memutuskan untuk bertanya pada Jimin. Ia bilang, dirinya kebingungan dengan Taehyung dan anak-anak lain yang selalu menangis ketika terjatuh dan terluka. Jimin bilang, ia ingin merasakan apa yang Taehyung rasakan."

Bibi Jung menatap wajah pucat itu dengan sendu, kemudian kembali menatap wanita yang pernah menjadi nyonya di rumahnya. "Saya memaksa Jimin untuk mengatakannya pada nyonya dan tuan, tapi anak baik ini mengatakan jika dirinya mendapat kekuatan super yang tidak semestinya diketahui orang lain. Ia bahkan membuatku berjanji untuk tidak mengatakan hal ini pada siapa pun."

FéeWhere stories live. Discover now