4

5.1K 703 103
                                    

.

.

.

You know how to unlock the next chapter

Kalau kolom komennya sepi atau cuma diisi 'Next' doang aku kembali bulan depan ya :)

.
.
.

Waktu sudah melewati pukul 12 malam ketika Yoongi pulang malam itu. Ia berjalan lunglai dari pintu masuk, membayangkan tempat tidur yang empuk ketika dirinya sampai di kamar. Tubuhnya terasa remuk setelah beberapa hari bergelut dengan aransemen yang masih belum sempurna. Namun, ketika dirinya hendak berjalan menuju kamar, salah satu pelayannya keluar dari kamar Jimin dengan tergesa. "Bibi, ada apa?" tanyanya penasaran ketika melihat wajah itu menampilkan raut gelisah.

"Oh! Tuan Yoongi, anda mengagetkan saya." Bibi Jung memang terlihat terkejut akan kedatangan Yoongi yang tiba-tiba. "Perasaan bibi tidak enak karena Tuan Jimin tidak keluar kamar sejak pulang sekolah, ternyata ia sakit. Saya akan membawa kompres untuknya terlebih dahulu," jelasnya yang mengundang lirikan Yoongi ke dalam kamar yang terbuka itu. Sang bibi yang menyadari gestur kecil itu pun tersenyum sebelum meminta tolong, "Bisakah Tuan Yoongi menggantikan bajunya? Ia bahkan belum berganti seragam."

Hal tersebut sontak mengundang kernyitan heran di dahi Yoongi. Dirinya hendak membantah, menolak permintaan bibinya yang terkesan sengaja, namun wanita paruh baya itu langsung meninggalkannya begitu saja. 

Yoongi yang merasa tidak memiliki pilihan, berakhir dengan melangkahkan kakinya ke dalam kamar sang adik yang tidak pernah ia singgahi. Kamar bernuansa biru muda itu terilat sangat rapih dengan tumpukan buku di atas meja. Sedetik kemudian ada hampa yang terasa kala netranya menangkap foto keluarga lengkap yang masih sang adik simpan di atas meja belajar dengan tulisan FAMILY di atasnya.

Tak ingin terlalu lama bergelut dengan kesedihan, fokusnya kembali pada Jimin yang terbaring di atas kasur dengan posisi aneh. Sang adik terkulai begitu saja di sana, tampak sekali tidak sadarkan diri. Ia pun melangkah cepat dan menyentuh tubuh lemah itu. "Jimin ..." panggilnya dengan sedikit panik karena tubuh Jimin terasa sangat panas di tangannya. ia yakin demamnya sangat tinggi sampai membuat Jimin tidak sadarkan diri.

Yoongi memutuskan untuk segera mengganti baju adiknya terlebih dahulu yang sudah basah oleh keringat. Sebenarnya ada perasaan enggan untuk membantu, namun tubuhnya bergerak begitu saja seakan sudah dikendalikan. Ketika Bibi Jung masuk, Yoongi telah selesai mengganti baju Jimin dan menyelimuti sang adik dengan telaten.

"Bibi, tolong panggil Dokter Lee. Kurasa demam Jimin sangat tinggi."

.
.
.

"Apa Jimin terbentur sesuatu hari ini? Ada benjolan di kepalanya, kurasa benturannya cukup keras. Jika besok Jimin mengeluh sakit kepala, tolong segera bawa ke rumah sakit agar dapat diperiksa lebih lanjut. Untuk sekarang, cukup biarkan ia istirahat. Jimin juga kelelahan dan dehidrasi ringan," ujar dokter pribadi keluarga Park setelah memeriksa Jimin yang kini tidur lebih tenang.

Setelah Dokter Lee pergi, Yoongi masih setia menungu di kamar Jimin, berpikir untuk tinggal atau kembali ke kamarnya saja. Dirinya merasa sedikit canggung berada di kamar sang adik, sehingga ia memutuskan untuk melangkah menuju pintu. Namun belum sempat ia pergi, gumaman pelan sang adik menghentikannya.

"Taetae ..." racau Jimin dalam tidurnya. Kepalanya bergerak gelisah dengan keringat mengucur membasahi rambut. Bibir pucatnya terus menggumamkan sesuatu yang terdengan sangat lemah, membuat terenyuh dibuatnya.

Ia ingat adiknya yang satu ini selalu mengalah untuk Taehyung. Adik keduanya memiliki soft spot yang begitu besar pada sang adik, merelakan apapun yang dimilikinya demi melihat senyum kotak khas yang sangat dirindukannya. 

Pada akhirnya, Yoongi memutuskan untuk menyampingkan egonya dan naik ke atas tempat tidur Jimin. Yoongi memandangi adik yang kini bisa dibilang satu-satunya adik yang dapat ia lihat dari jarak dekat itu. Hatinya sedikit tercubit mengingat interaksi mereka yang sangat jarang terjadi sejak kelahirannya belasan tahun lalu. Namun, egonya yang dimilikinya terlalu tinggi untuk ia turunkan sedikit saja demi sang adik. Di kepalanya, Jimin tidak lebih dari perebut kebahagiaannya dulu.

"Kenapa aku tidak ikut dibawa oleh ibu? Kenapa aku ditugaskan untuk menjaga Jimin?"

Keesokan harinya lengan Yoongi pegal bukan main. Tidurnya terusik karena sesuatu seperti menindih lengannya. Ia pun bangun dan menyadari bahwa dirinya tidak berada di kamarnya, melainkan di kamar sang adik. Ingatan di kepalanya memutar kejadian tadi malam, kemudian dirinya menghela napas mengingat langkah bodoh yang diambilnya semalam. Ia melirik ke arah Jimin yang masih tertidur dengan memeluk lengan kirinya. 

Dengan tiba-tiba, Yoongi menarik tangannya sedikit kasar, membuat Jimin terbangun karena terkejut. "H-hyung?" Kedua alisnya mengerut mendapati Yoongi berada di tempat tidurnya.

Yoongi sendiri kini sudah berdiri, siap untuk keluar dari kamar yang kembali terasa tidak nyaman. "Tidak usah sekolah! Kau demam semalaman dan jika kepalamu sakit, temui Dokter Lee di rumah sakit!" setelah mengucapkan itu Yoongi segera beranjak dan tidak bermaksud untuk berbalik.

"Terima kasih, hyung ..." ujar Jimin di belakangnya berbisik pada aroma tubuh sang kakak yang tertinggal di bantal. Walau pintu itu sudah tertutup rapat, tak lagi menampakan sosok Yoongi, Jimin kini tersenyum cerah dengan perasaan hangat di dada.

.
.
.

Yoongi tengah menyusuri jalanan Gangnam ketika ia melihat siluet yang sangat dikenalnya tengah berjalan beberapa blok di depannya, wanita cantik yang selama ini ia harap dapat direngkuhnya kembali. Dengan jantung yang berdetak cepat, tungkainya segera bergerak memacu langkah. Jalanan Gangnam tengah sangat padat siang itu, membuatnya sedikit kesulitan untuk mengejar ibunya yang sudah berada jauh di depannya. Walaupun hatinya yakin bahwa itu sang ibu, akal sehatnya masih terus bertanya-tanya.

Apakah itu benar ibunya?

Sayangnya, belum sempat bibir itu menyerukan nama gadis wanita yang tengah dikejarnya, sebuah taksi sudah berhenti di pinggir jalan dengan pintu yang terbuka, siap mengangkut pelanggan. Yoongi menghentikan langkahnya, melihat mobil itu pergi dengan perasaan getir di dada. 

Jika itu benar sang ibu, ia bertekad untuk tidak melepaskannya lagi di lain kesempatan. Yoongi pasti akan memohon dengan segala cara untuk kembali ke pelukan sang ibu dan adiknya. Ia bahkan rela berlutut jika itu diperlukan.

.

.

.

TBC

.

.

.

Love,

catastrophile101

16122018

Re-published

21102020

FéeWhere stories live. Discover now