7

5.4K 689 159
                                    

.
.
.

Satu tendangan kembali lolos dan mengenai ulu hati Taehyung yang sontak membuatnya terhuyung lalu terjatuh. Hal itu segera disadari Jimin yang berada tak jauh darinya. Sang adik tengah terkapar di atas tanah dan dipukuli oleh 2 orang suruhan Daehyung.

"Menyingkir dari adikku, sialan!" Jimin berusaha memberontak dan melawan orang di depannya. Ketika ia rasa ada celah, kaki itu segera berbalik dan melangkah mendekati Taehyung yang tidak bergerak di tempatnya.

Namun, belum sempat ia melangkah menuju sang adik, Daehyung menendang tubuhnya keras untuk terjerembab kembali ke tanah. "Masih mau menjadi pahlawan, Park Jimin?" ujarnya dengan senyum miring menyebalkan.

Jimin ingin kembali bangun dan menghajar wajah sombong itu, namun pergerakannya tertahan kala melihat anak buah Daehyung yang kembali mendekati Taehyung. Ia pun merangkak untuk mendekati sang adik yang rupanya sudah tidak sadarkan diri. "Tae ... hey, bertahanlah!"

"Ahh tak kusangka jika anak sombong itu sangat lemah. Ayo kita selesaikan ini!"

Jimin sudah tak peduli lagi dengan tendangan yang ia dapatkan di tubuhnya. Ia tak lagi berpikir untuk melawan, yang penting baginya adalah melindungi Taehyung. Sampai beberapa saat kemudian, saat kesadarannya hampir saja menghilang, satu tendangan keras menjadi penutup siksaannya. Jimin menarik napas dalam beberapa kali setelah memastikan gerombolan itu pergi, kemudian beranjak bangun.

"Hyung akan membawamu ke rumah sakit, oke? Bertahanlah!"

Jimin, dengan tubuh babak belur, berusaha mengangkat tubuh Taehyung yang lebih tinggi darinya itu di balik punggungnya. Setelah itu, dirinya segera melesat menuju rumah sakit terdekat.

.
.
.

Tangan itu memilin ujung seragamnya yang kotor dengan gusar. Beberapa saat lalu ia baru saja menghubungi sang kakak perihal berita besar yang ia tutupi beberapa minggu ini. Dengan sangat jelas, dirinya mendengar nada kecewa di balik panggilan yang berakhir sekitar lima belas menit yang lalu. Jimin kembali melirik ke arah Taehyung yang masih tertidur lelap di hadapannya. Untung saja luka sang adik tak begitu parah. Namun, yang kini ditakutinya adalah amukan sang kakak.

Tak lama waktu berselang, suara pintu terbuka dengan kasar membuat tubuh mungil itu terlonjak karena saking terkejut. Sang kakak berdiri di sana, dengan tatapan yang sulit diartikan. Perlahan, tubuh itu mendekat mengikis jarak antara ketiga saudara itu. Tatapan Yoongi menghangat ketika melihat Taehyung, tetapi sangat mengintimidasi ketika melihat Jimin.

"Jadi kau sudah menemukannya selama ini?" tanyanya penuh dengan penekanan.

"A—aku bisa menjelaskannya, hyung,"  Jimin beranjak dari duduknya dengan kaki yang sedikit bergetar.

"Kenapa kau tidak mengatakannya padaku?" Yoongi menatapnya tajam seakan menguliti setiap jengkal tubuh Jimin yang kini terasa dingin.

"A—aku ..." Suaranya bahkan menghilang, seakan enggan keluar dari bibirnya yang kini terbuka.

"Kau tidak ingin Taehyung kembali, huh?"

Mata Jimin membola mendengar perkataan sang kakak. Bagaimana mungkin ia tidak menginginkan sang adik kembali sedangkan yang ia lakukan selama ini adalah memastikan jika Taehyung itu benar-benar adiknya.

"Kau memang tidak suka dengan kehadiran Taehyung, kan?"

"Hyung! Dengarkan aku dulu!"

"Keluarlah!" Tatapan mengintimidasi itu terputus kala Yoongi mengalihkan pandangannya menuju sang adik bungu yang begitu dirindukannya. 

FéeWhere stories live. Discover now