Part 22

19 2 0
                                    


Walaupun sudah membesarkan hatinya berkali-kali dengan segala kata-kata bijak mengenai kesabaran yang ia pernah baca selama ini dari buku-buku motivasi, Dion tetap merasa gundah gulana sejak malam sepulang konser kemarin. Dan anehnya hal pertama yang ingin ia lakukan adalah berkonsultasi dengan papanya. Setelah menelpon untuk membuat janji dengan papanya, Dion pun sore itu mampir ke kantor papanya. Seperti biasa kalau Dion mampir ke kantor papanya, papanya pasti mengajak ia office tour dulu mengelilingi kantornya, seolah ingin membuat Dion tertarik untuk ikut terjun ke dunia kerjanya, sebelum akhirnya mereka melipir ke sebuah coffee shop yang ada di lantai dasar gedung perkantoran dimana kantor papanya berada.

Setelah papanya memesan kopi untuk mereka berdua, Dion pun lalu mengaku apa adanya tentang dirinya dan Aya, bagaimana Aya mengajak Dion ke pesta ulang tahun teman karena (mantan) pacarnya saat itu tidak bisa datang, lalu sebagai gantinya Dion minta Aya menjadi pacar pura-pura Dion untuk ketemu papanya, bagaimana setelah itu dia jadi naksir cewek itu setengah mati, sampai kejadian malam kemarin sepulang dari konser saat Dion 'nembak' Aya dan ditolak.

Papa Dion tertawa terbahak-bahak.

"Kamu pantes jadi penulis skenario, sepertinya cerita kamu barusan bakalan cocok untuk difilmkan."

Dion ikutan nyengir.

"Padahal papa nggak serius lo waktu papa nyuruh kamu bawa pacar. Kamu aja cari ksempatan dalam kesempitan, hahaha, nah sekarang ngerasain ditolak deh, bukannya kamu dulu pernah bilang cari pacar gampang...."

"Itu dulu Pa. Sekarang aku sudah insyaf. Kalau cuma cari pacar sih memang gampang, tapi terus terang yang seperti Aya jarang."

"Hahaha, playboy insyaf ya. Bagus...bagus...."

"Nah, apa saran papa untuk aku sekarang?"

Papanya menyeruput kopinya dengan nikmat sebelum menjawab, "Kamu benar-benar minta saran papa? Tumben. Biasanya minta saran opa. Apa karena kamu pikir papa mantan playboy juga ya?"

"Ya iyalah."

Kembali papanya terbahak.

"Oke, tapi papa nggak yakin kamu bisa ngejalaninnya."

Dion menaikkan sebelah alisnya.

"Kamu harus menjauh dan menghindar dulu dari Aya selama beberapa waktu. Sukur-sukur ia merasa kehilangan dan mencari kamu. Itu tandanya dia juga naksir kamu."

"Kalau nggak?"

"Berarti dia benar-benar nggak naksir kamu! Siap nggak menerima kenyataan kalau dia nggak nyari kamu?"

Dion menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Kamu harus siap karena cinta tidak bisa dipaksakan. Kalau Aya tidak naksir kamu, kamu harus move on."

"Wah berat Pa...."

Papa Dion menepuk bahu anaknya dengan sayang, "Kalau begitu perjuangkan. Perjuangkan supaya Aya mau sama kamu. Jangan mudah menyerah."

Dion mengangguk-angguk, "Okelah."

"Nah, gitu dong."

Playboy Versus TomboyWhere stories live. Discover now