Part 9

22 3 0
                                    


Dion tidak membantah walau hatinya agak kecewa. Sebenarnya ia belum mau cepat-cepat pulang, kalau bisa malah malam mingguan di rumah Aya. Untunglah rupanya keberuntungan masih berada di pihaknya, belum sempat Dion pergi, papanya Aya yang baru sepedaan sore bersama teman-temannya tiba. Dion pun langsung ditahan tidak boleh pulang oleh papanya Aya sambil mengingatkan janji main catur mereka untuk menentukan pemenang dari pertandingan minggu lalu yang seri.

"Pa, Dion itu capek lo, dia belum sempat istirahat, dari pagi sudah latihan basket, dan setelahnya ngajar melukis di rumah singgah, barusan dia juga harus ke apotik cari obat darah tinggi untuk Opanya sebelum nganter Aya pulang," protes Aya sambil cemberut.

"Memang kamu tidak bisa pulang sendiri? Mana mobilmu?"

Aya pun menjelaskan mengenai mobilnya yang harus masuk bengkel.

"Kau kan tidak capek Dion?" tanya papanya Aya sambil mengajak Dion masuk ke dalam rumah.

"Ngg...."

"Baguslah," ujar papa Aya tanpa menunggu jawaban Dion, "Kau istirahat saja dulu di sofa situ ya. Oom mau mandi dan ganti baju dulu. Nanti setelah makan malam kita mulai main. Oom sudah undang teman-teman Oom untuk datang."

Dion nyengir, "Oke Oom."

Aya mengekor di belakang masih dengan cemberut.

"Aya, jangan cemberut begitu," tegur papanya, "ambilkan minum pacarmu ini, dan kue-kue biar dia senang."

"Bukan pacar Pa, tapi teman," ralat Aya dengan muka kesal.

"Ha, terserah kaulah. Papa mandi dulu."

Dion berusaha menyembunyikan cengirannya yang makin lebar, sepeninggalnya papa Aya ia pun menghenyakkan dirinya di sofa ruang tengah tempat ia tidur sewaktu menginap minggu lalu.

"Sori ya men, papa memang suka begitu kalau ada maunya," keluh Aya sebelum meninggalkan Dion untuk mencari Mang Usin. Tak lama kemudian Aya muncul lagi didampingi Mang Usin yang membawa segelas sirup dan beberapa toples kue kering untuk Dion.

"Ada PS nggak Ya?" tanya Dion iseng.

"Ada. Mau main?"

"Elo lawan gue?"

"Siapa takut?"

Aya pun dengan semangat mengeluarkan perangkat PSnya. Tak lama kemudian mereka berdua sudah asik bermain Mortal Combat. Mereka baru berhenti saat menjelang makan malam. Aya terbukti pemain yang tangguh, tapi bagaimana pun Dion tetap unggul, walau tipis. Aya lalu pamit untuk mandi dan meninggalkan Dion sendiri di ruang TV keluarga yang nyaman.

Baru saja Dion mau merebahkan kepalanya di lengan kursi, tiba-tiba Mang usin muncul dengan secangkir kopi hitam.

"Tanpa gula?" tanya Dion dengan senang.

Mang Usin mengangguk," Iya Oom."

Dion tertawa, "Aduh Mang Usin, jangan panggil saya oom dong. Saya kan sebaya dengan Aya."

Mang Usin ikut tertawa sambil menghilang lagi ke arah dapur.

Baru saja Dion menyeruput kopinya, papanya Aya datang menemaninya.

"Jadi kalian hanya berteman?" tanya papanya Aya tanpa basa-basi setelah menyeruput kopinya.

Dion mengangguk kikuk.

"Kenapa kalian tidak pacaran saja? Apa Aya kurang cantik menurutmu, heh?"

Belum sempat Dion menjawab, Aya yang sudah selesai mandi muncul dan mengajak mereka ke ruang makan untuk makan malam.

Papa Aya menepuk bahu Dion, "ingat kata-kata Oom tadi ya."

Dion manggut-manggut senang. Hatinya melambung mendapat lampu hijau dari papa cewek yang ia kejar.

"Pa, dapat salam dari Prof. Frans Dumais," kata Aya kepada papanya pada saat makan malam.

"Hei, kenal dimana dengan Pak Prof?" tanya papanya senang, "beliau dosen pembimbing papa jaman kuliah dulu."

"Opa saya itu Oom," kata Dion sambil nyengir bangga.

Papanya Aya tertawa, "Sempit sekali ya dunia. Tolong sampaikan salam hormat Oom untuk Opa."

Dion mengangguk.

"Oma masih suka bikin bitterballen? Dulu kalau Oom ke rumah Pak Prof untuk bimbingan skripsi, Oom selalu disuguhi kue itu. Jaman itu Oom masih miskin, anak rantau tidak punya uang. Pak Prof sering ajak Oom makan di rumahnya." Papa Aya bernostalgia.

"Hehehe, masih Oom."

Setelah mereka selesai makan malam tak berapa lama kemudian teman-teman Papa Aya datang untuk main catur.

"Pa, jangan sampai lewat tengah malam ya, kasihan Dion pulangnya. Dan jangan suruh dia nginep lagi," Aya memperingatkan papanya sebelum ia naik ke kamarnya meninggalkan mereka.
"Siap Tuan Putri," jawab papanya sambil mengedipkan mata ke Dion.

Dion terkekeh. Senang juga ia merasa diperhatikan oleh Aya.

Kira-kira jam sebelas malam, kamar Aya diketuk. Saat itu Aya sudah berganti kostum piyama dan sudah bersembunyi di bawah selimut tebal bersiap tidur dengan kantuk yang sudah mulai menyerang.

"Aya, Dion mau pamit pulang," terdengar suara papanya yang menggelegar.

Dengan mata setengah terpejam Aya pun keluar dari selimutnya. Begitu ia membuka pintu kamarnya dengan kaget ia mendapati ternyata Dion sudah berdiri di depan kamarnya. Tidak tahu kenapa tiba-tiba Aya merasa pipinya memanas.

"Pulang dulu Ya," pamit Dion sambil nyengir.

Aya mengangguk," Oke deh, hati-hati di jalan, udah malem nih."

"Besok gue jemput jam 10.00."

Aya mengacungkan jempolnya dan buru-buru menutup pintu kamarnya kembali.

Untuk beberapa saat Dion masih berdiri di depan pintu kamar Aya yang kini telah tertutup. Rasanya ia belum puas melihat wajah mengantuk Aya yang begitu menggemaskan. Apalagi tadi pipinya sempat memerah melihat Dion tahu-tahu sudah di depan kamarnya. Tapi kemudian Dion mendengar papa Aya berdehem keras seolah memberi kode supaya ia jangan berlama-lama. Sambil tersenyum Dion buru-buru menuruni tangga menuju ke ruang tengah dimana papanya Aya dan teman-temannya masih asik main catur. Ia pun dengan sopan pamit kepada mereka.

"Besok saya datang lagi Oom jam 10.00 pagi untuk jemput Aya, kita mau ketemuan sama temen-teman di dekat kampus," lapor Dion sebelum undur diri.

"Oke, salam untuk Pak Prof dan Oma ya," jawab Papa Aya sambil menepuk bahunya akrab, lalu kepada teman-temannya ia berkata, "Si Dion ini ternyata cucu dosen pembimbing saya dulu semasa kuliah."

Teman-temannya mengangguk-angguk sambil tersenyum.

"Ambil mantu saja kalau begitu," celetuk salah satu dari mereka.

"Bisa... bisa....," jawab Papa Aya sambil tertawa.

Dion pun lalu pulang dengan kaki serasa tidak menapak tanah saking bahagianya.

Playboy Versus TomboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang