(28) Skandal

34.5K 3.3K 785
                                    

Tiga lembar alat tes kehamilan menunjukan hasil positif. Mutlak, di dalam rahimnya mulai bersemi benih milik Pandji. Seorang anak yang diinginkan pria itu. Airin membayangkan reaksi Pandji jika nantinya ia sampaikan kabar itu. Pria itu akan senang tentu saja, Pandji suka dengan anak - anak, terlebih ini anaknya sendiri.

Lantas bagaimana dengan Airin yang tidak ingin berada di posisi simpanan? Bisa jadi pria itu tidak peduli dan hanya menginginkan anak mereka tanpa Airin. Lagi pula Airin masih belum menemukan titik terang kenapa Den Ayu sangat membutuhkan bayi dalam perutnya?

Bagaimana pun Mas Pandji harus tahu, dia ayahnya. Seharusnya ini dapat membuat Mas Pandji berpikir ulang untuk menikahi Kartika, pikir Airin mantap.

"Yah, lowbat." Airin mendesah pelan memandangi baterai ponselnya, ia melirik charger di atas meja Danuarta dan memutuskan untuk mengisi ulang daya ponselnya di meja pria itu. Kamu sudah cium aku kemarin, masa pinjam charger saja nggak boleh, ujar Airin ketus dalam hati.

Hari ini Airin datang ke ruang dosen, berniat menolak tawaran Danuarta yang murah hati untuk membantu Airin menggugurkan bayinya, ia mengambil risiko kehilangan kesempatan meraih gelar master yang juga ditawarkan pria itu. Airin merasa ini adalah jalan untuk kembali pada Pandji, seperti yang Kartika bilang: Definisi Kalau Jodoh Tak Kemana mungkin juga berlaku pada hubungannya dengan Pandji. Kita lihat saja siapa yang pada akhirnya akan berjodoh dengan pria itu, pikir Airin optimis.

Tapi Danuarta tak kunjung hadir di kubikelnya, pesannya tak dibalas, teleponnya tak dijawab, pria itu pasti sangat sibuk. Melirik jam di meja Danuarta, Airin merasa peduli untuk memberi janinnya asupan nutrisi, sambil menunggu daya ponselnya terisi penuh ia pergi ke kantin.

Kurang dari dua puluh menit Airin sudah kembali ke kubikel Danuarta tapi pria itu masih tak ada di sana, tak ada tanda - tanda Danuarta sempat kembali sebab semua benda di atas meja terletak persis pada tempatnya. Kecuali ponsel Airin... raib.

Menunda panik, Airin mencoba mencari di seluruh bagian kubikel Danuarta yang sempit, seharusnya tidak sulit. Tapi benda itu tak ada di sana. Ponselnya resmi hilang.

"Kamu ngapain di sini?" Danuarta baru saja datang dengan ponsel menempel di telinga, "kan saya sudah balas pesan kamu, temui saya di kafetaria Fakultas Hukum. Saya nunggu kamu hampir dua puluh menit di sana kaya jomblo."

"Hape saya hilang, Pak," Airin mengadu.

Kernyit kesal Danuarta berganti dengan heran, "kok bisa?"

"Tadi saya numpang ngecas hape di meja Bapak, terus saya tinggal makan siang. Sewaktu kembali hape saya sudah nggak ada."

Alis Danuarta terangkat tinggi, "kamu tinggalkan hape kamu di sini? Rin, kamu tahu ini tempat umum, mahasiswa saya—bisa siapa saja—bebas kemari untuk ambil dan taruh tugas sekalipun saya sedang cuti. Apa yang ada di pikiran kamu dengan tinggalkan benda penting di meja saya?"

Airin menggeleng pasrah, "saya pikir yang namanya ruang dosen itu aman."

"Ternyata kamu salah, kan?"

Gadis itu mengangguk, tapi kemudian ia meyakinkan Danuarta bahwa ia sudah mengikhlaskan ponselnya. Danuarta berniat membawanya ke tempat yang lebih pribadi untuk berbicara tapi Airin menolak, mereka pun berbicara di mobil yang terparkir di area parkir dosen.

Danuarta terlihat berusaha menyembunyikan kekecewaannya saat mendengar penuturan Airin yang masih dibutakan oleh cinta. Gadis itu menolak dengan halus tawarannya karena ingin mencoba menghubungi ayah biologis bayinya yang menurut Danuarta adalah kesia - siaan belaka.

"Bagaimana jika ayah bayi itu menolak?"

"..." Airin belum memikirkan reaksi penolakan Pandji karena itu hampir tidak mungkin. Pandji mencintainya, Pandji juga menginginkan anak mereka, jadi tidak ada kesempatan untuk ragu.

Romantic RhapsodyWhere stories live. Discover now