(29) Tujuh

28.2K 3.1K 479
                                    

Tadinya Gyandra senang karena Airin memilih untuk menekuni usaha mereka alih - alih berambisi menjadi civitas akademika. Tanpa curiga ia menerima ide - ide brilian Airin yang kini sedang digodok bersama ahlinya tentang produk perawatan yang aman untuk wanita hamil.

"Fokus kita kan pasar mahasiswa, Rin." Saat itu Gyandra bertanya dengan skeptis.

Airin menjawab dengan cerdas, "kita harus perluas pangsa pasar, dan produk yang dikhususkan untuk wanita hamil itu masih belum banyak dilirik. Ini kesempatan kan, Gy. Apalagi sejalan dengan visi kita, berbasis alam."

"Bener juga sih. Kita bisa patok harga mahal, jadi terkesan eksklusif gitu. Toh, wanita hamil pasti punya duit, kan? Lakinya bakal lakuin apapun termasuk buat perawatan gini doang. Ide bagus, Rin."

Senyum di wajah Airin mengendur saat itu walau tidak sampai hilang. "Nggak, Gy. Wanita hamil pasti punya banyak kebutuhan, nutrisi untuk bayi, perlengkapan menyambut bayi, belum lagi biaya persalinan. Jadi kita patok harga yang wajar aja, tujuanku adalah wanita hamil bisa tetap cantik dan sehat dengan harga terjangkau karena kita peduli. "

Gyandra yang mulanya ingin mendebat karena orientasinya adalah profit pun manggut - manggut setuju. "Kamu kalau mikirin ide bisa sampai sedetil itu ya, Rin. Keren! Coba kalau dari dulu kamu kembangin produk, udah banyak varian kita."

Sekarang setelah kurang lebih tiga bulan menjaga Ibunya hingga pulih total, Gyandra justru mendapat kejutan saat naik ke kamar Airin di lantai dua. Ia mendapati sahabatnya duduk di depan laptop, melakukan pekerjaan normal, tapi dalam kondisi perut membuncit, berbadan dua.

"Astaga!"

Ketika mendatangi Pandji dengan video mesum mirip kakaknya, pria itu selalu mengelak. Tapi Gyandra terlalu yakin jika pelaku di video itu adalah Pandji dan Airin. Berulangkali ia menuntut agar Pandji meninggalkan perjodohannya lalu bertanggung jawab pada Airin, tapi pria itu tak memberi respon positif.

"Gue fokus pada kondisi Ibu," Pandji menjelaskan, "setelah ini gue dimutasi ke Bali. Tolong jaga Ibu sampai benar - benar pulih. Please, jangan buat masalah, oke? Kita mau Ibu tetap hidup kan, Gy?"

Begitu pesan Pandji kala itu, dan karena Airin terlihat baik - baik saja—dalam artian tidak mengharapkan Pandji kembali—Gyandra berpikir segala urusan di antara mereka telah usai, hanya upaya untuk move on saja.

Akan tetapi yang ia dapati sekarang sama sekali jauh dari kata usai, ini bahkan baru dimulai. Sialan, kenapa Yuta nggak bilang sih?

Gyandra mendekati Airin yang mengulas senyum untuknya, sepertinya Airin sudah lebih siap dengan kondisi ini, "Gy!"

Gyandra menekuk lutut di depan Airin, memandangi perut yang dahulu ratanya membuat Gyandra iri, kini keras berisi, "an-, anaknya Pandji nih." Ia mendongak memandang wajah Airin, "kenapa nggak bilang, Rin? Pandji tahu?"

Airin menggeleng, ia meminta pada Gyandra agar merahasiakan kehamilannya dari Pandji maupun seluruh keluarganya. Dan ketika Gyandra keras kepala menolak dengan alasan bahwa Pandji harus bertanggung jawab, Airin menjelaskan alasan Pandji dan Den Ayu yang begitu terobsesi pada bayinya, semata - mata demi menyelamatkan trah Adiwilaga. Airin tetap tak sampai hati memberitahu alasan yang sebenarnya.

"Ibu udah keterlaluan sih," geram Gyandra, "ini nggak bisa dibiarin, aku harus dorong supaya Pandji berontak melawan Ibu. Ada anak yang butuh Bapaknya lho, Rin. Ibu nggak bisa dibiarin-"

"Please, Gy..." pinta Airin.

"Kamu bukan korban pertama,"

Wajah Airin memucat, seketika berpikir apakah ada gadis lain yang bernasib seperti dirinya? Kok Mas Pandji tega? "Maksud kamu?"

Romantic RhapsodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang