(13) Predator

35.8K 3.4K 389
                                    

Step by step deketin gebetan dengan cara elegan!

Adalah...

Dengan menjadi diri sendiri.

Airin jatuh cinta pada Pandji yang acuh tak acuh, berwibawa, tetap tenang walau godaan iblis terkutuk berwujud Radiantaka alias Kaka melintas di depan wajahnya setiap hari. Ia akui, perbedaan dirinya dan Kaka hanya berada pada nominal aktiva dan pasiva.

Pendapatan bulanan Pandji berkali - kali lipat dibanding Kaka, tapi jumlah cicilan dan segala macam kewajiban pun berkali - kali lipat dibanding konsumsi bulanan karyawannya itu.

Selebihnya, mereka selalu bersaing secara adil. Jam terbang yang bersaing membuat pendekatan yang mereka lakukan pun hampir sama. Belum lagi ketampanan khas yang hampir serupa. Serta pembentukan kotak - kotak di perut yang jumlahnya sama persis. Persaingan ini bisa dibilang cukup adil.

Perbedaannya, Kaka yang empat tahun lebih muda darinya terkadang bebas bermanuver menjadi anak kuliahan, sedangkan Pandji... tidak bisa. Dia boleh bermanuver menjadi dosen. Itu sudah mentok.

Tapi Airin suka yang dewasa, kan? Entah kenapa rasa percaya diri Pandji berkurang.

Di suatu lunch meeting tanpa Airin, ketika mereka sedang sibuk menikmati shabu - shabu, tidak biasanya Kaka memotret panci mengepul yang sudah penuh dengan aneka macam bahan makanan. Mengabaikan lirikan heran anak - anak yang lain di meja. Ia kembali bersandar sembari tersenyum kala mengetikkan sesuatu.

"Kaka mulai aneh," komentar Roro blak - blakan.

"Maklumin aja, pendekatannya ke anak magang nggak main - main tuh kayanya," timpal Wanda sambil menyesap kuah di sendoknya.

Kaka membalik layar ponselnya ke arah Wanda, "lihat deh-"

Tatapan Pandji fokus pada mangkuk di hadapannya, gerakan mengunyahnya pun mantap, tapi telinganya tertuju pada kelompok kecil di sebelah kirinya.

"...kan gue bilang, 'saya sedang makan ini, kapan - kapan mau nggak makan ini?' gue kirim foto nih panci ke dia kan. Terus dia balas gini..." Kaka membiarkan Roro membaca keras - keras sementara ia tersenyum lebar.

"'Mau dibuatin sendiri aja, nggak?', ciye..." sela Roro heboh, "'aku tahu tempat beli bahannya yang enak', wah, gila, Ka. Kalo ada cewek yang mau masak khusus buat kamu, itu levelnya udah di atas tidur bareng-"

"Rosaline!" tegur Djenaka pelan namun tegas, ia melirik ke arah Pandji sekilas, mengingatkan mereka untuk senantiasa menjaga ucapan di hadapan bos. Yah... sekalipun kosakata bosnya juga jarang ada yang benar sih.

Roro tersenyum kering ke arah Pandji yang tak acuh lalu kembali duduk di tempatnya.

Sementara itu Wanda dengan enteng menyarankan, "iyain aja, Ka."

Sialan, Si Wanda!

"Apartemen gue nggak ada alat masaknya, masa gue main ke kosan dia?"

"Rumahku aja," usul Wanda suportif.

Ini Wanda kenapa sih?

"Nggak ah. Nggak bisa macem - macem kalo ada lo."

"Kan aku bisa-"

"Gue gabung dong kalo masak - masak bareng, ntar gue sumbang apalah." Sela Pandji tiba - tiba.

Sontak mereka semua terdiam gugup dan saling melirik. Mau bilang iya, tapi ini kencannya Kaka, mau bilang nggak Si Bos udah terlanjur denger. Lagian Si Bos nggak peka banget jadi orang, begitu kira - kira yang mereka pikirkan saat ini.

Makan siang hampir usai, para perempuan sibuk memesan untuk dibawa pulang sementara para pria duduk minum sake.

"Kalau dilihat - lihat," Djenaka memulai, "Kaka udah nggak pernah lupa pakai pomade sama cukur kumis ya, Pak."

Romantic RhapsodyWhere stories live. Discover now