"Abang mau ngobrol sama Kakak cantik, Ciko diem bentar ya?" Rian sengaja meminta izin dulu supaya Ciko tidak mencari perhatian Alsa nantinya.

Alsa terlihat gugup. Dia juga bingung mengapa Rian harus meminta izin pada Ciko, toh mereka hanya sekedar mengobrol saja.

"Tapi Abang tadi nakal sama Ciko." Anak laki-laki itu melipat kedua tangannya di depan dada, sengaja membuang muka saat Rian menatapnya.

Beruntung mereka berhenti di lampu merah yang baru saja mulai, jadi Rian bisa membujuk Ciko lebih lama dengan memberikannya coklat yang ada di laci mobil

"Nih, Abang minta maafnya pake cokelat. Ciko mau gak maafin Abang?" Rian sengaja mendekatkan cokelat itu pada Ciko yang tampak sudah mulai tergiur dengan tawarannya.

Ciko hendak mengambilnya namun dengan cepat Rian menarik kembali cokelat itu, sebab belum ada kata diterimanya maaf dari Ciko sendiri. Bisa rugi dan harus mencari cara lain jika Rian memberikan cokelat secara cuma-cuma tanpa sepertujuan.

"Mau gak?" Tawar Rian lagi. Ia juga tidak sabar karena sebentar lagi lampu berubah hijau, itu artinya Rian harus mengendarai mobilnya kembali.

"Ya udah Ciko mau." Tanpa pikir lagi Ciko akhirnya memaafkan Rian. Kapan lagi mendapat gratisan apalagi coklat kesukaannya.

"Nah, gitu dong daritadi." Rian tersenyum atas keberhasilan caranya membujuk Ciko yang sudah berani mengambil perhatian Alsa. Jika diingat lagi Ciko belum memakan coklat sejak empat bulan lalu. Terakhir Ciko makan coklat pada saat ulang tahun sang Mama itupun cuma sedikit.

Ciko tersenyum mendapatkan cokelat gratis, jika bersama Abangnya––Fahri–– mana bisa Ciko menikmati cokelat. "Makasih Abang." Ciko mengambil cokelatnya dari tangan Rian.

"Sama-sama Ciko ganteng."

Rian melirik Alsa yang menyuruh Ciko untuk tidak memakan cokelatnya sekarang. Tahu sendiri anak kecil kalau makan belepotan kemana-mana. Rian tersenyum simpul, kemudian mengemudikan mobilnya kembali.

"Sa," panggil Rian namun tidak menatap Alsa, tatapannya lurus ke depan melihat jalanan.

Merasa terpanggil Alsa justru menatap Rian yang fokus menyetir. "Kenapa Kak?"

Mendengar suaranya saja Rian sudah jatuh cinta. "Kita kaya keluarga bahagia yang mau piknik." Rian terkekeh sementara Alsa menundukkan kepalanya. "Habis ke pesta kita ajak Ciko jalan-jalan ya Sa?"

Alsa mengangguk. "Terserah Kak Rian aja." Topik pembicaraan Rian sudah terlalu jauh, sangat. Alsa bingung mengenai respon yang harus dia berikan untuk menjawab pertanyaan Rian.

"Kalo terserah aku nanti kamu, aku ajak ke KUA." Rian tertawa melihat wajah Alsa yang tidak ada senyum-senyumnya.

"Belum waktunya ya?" Lelaki berkemeja hitam itu pun melontarkan pertanyaan.

"Kalo aku masuk Islam gimana, Sa?"

Alsa tidak bisa mengontrol degup jantung dengan rasa gugup, sementara Rian tampak biasa-biasa saja setelah menanyakan hal itu. Hal yang kalau dipaksakan menjadi dosa. Rian tidak mungkin masuk Islam tanpa ada niat dalam diri namun, jika itu terjadi maka Alsa ikut senang. Alsa juga tidak memaksa, jika Rian jodohnya maka tidak akan tertukar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Tentang KitaWhere stories live. Discover now