BAB 20

3K 246 12
                                    

Permulaan yang rasanya cukup untuk menghidupi kisah kita. Kisah yang bergantung pada takdir dan belum tentu sampai akhir.

****


Pagi ini Alsa sudah dibolehkan masuk sekolah, sekarang dia sedang bersama Abi di dalam mobil. Alsa merasa ada yang dirahasiakan melihat ekspresi Abi seperti ingin bicara namun tak sampai. Ekspresi wajah Abi sudah seperti itu sejak berangkat tadi.

Alsa sedang mencari kesempatan untuk menanyakan beberapa pertanyaan untuk Abi. Hubungan orang tua dan anak sangat terbentuk di sini, jadi Alsa harus tahu permasalahannya. Ya ... walaupun tidak semua harus Alsa ketahui, dan Alsa paham dengan kondisi.

Alsa menoleh ke arah Abi yang sedang fokus menyetir. Hatinya sedang merapal pertanyaan, dan kini saatnya mulut yang mengambil peran berbicara.

"Abi," panggil Alsa sambil menampakkan senyum manisnya.

Abi menoleh sebentar untuk menatapnya, lalu kembali fokus menyetir. "Kenapa?" tanya Abi.

"Alsa ada salah ya sama Abi?" Alsa tidak suka basa-basi, ia lebih suka langsung ke intinya.

Kerutan di kening Abi membuat Alsa memutar-mutarkan ponsel  digenggamannya. Aksi itu Alsa lakukan untuk menghilangkan rasa gugup serta kejenuhan yang melanda perasaannya. Tidak biasanya juga Abi bersikap dingin.

"Gak ada nak."

"Tapi kenapa Abi diem terus?"

"Sariawan."

Bohong. Alsa tidak percaya dengan jawaban Abi, pasti ada yang disembunyikan. Alsa tidak habis akal, ia memberikan pertanyaan lagi untuk Abi-nya.

"Abi bohong ya?" hardik Alsa mencoba membuat Abi-nya berkata jujur. "Masa sih sariawan, padahal tadi makan pedes enggak apa-apa." Alsa mengingat kejadian saat sarapan, dimana Abi tampak biasa saja saat memakan sambal goreng.

Abi memelankan mobilnya agar bisa menanggapi pertanyaan Alsa. Abi paham betul dengan anaknya, jika sudah penasaran pasti akan terus bertanya. Dan herannya lagi Alsa bisa tahu kalau dia sedang mencoba menutupi permasalahan. Padahal Abi sudah mencoba untuk terlihat biasa-biasa saja dalam mengekspresikan raut wajahnya.

"Iya Abi bohong." Abi menoleh ke arah puterinya. "Abi boleh jujur sama Alsa?" lalu kembali fokus menyetir dengan pandangan tertuju ke depan.

"Boleh Abi ..." jawab Alsa harap-harap cemas. Lagipula Abi tidak perlu meminta izin untuk berkata jujur.

Sebenarnya Abi tak enak hati mengatakan ini, namun ia harus mengatakannya agar tak terjadi kesalahpahaman.

"Jangan terlalu dekat sama Rian. Abi mohon sama Alsa untuk jaga batasan sama dia." Abi melihat ekspresi puterinya yang berubah. Sebenarnya Abi tidak bermaksud mencampuri urusan puterinya, Abi hanya takut satu hal, Alsa jatuh hati pada Rian.

Abi tahu Rian menyukai Alsa, dan Abi takut puterinya juga menyukai lelaki itu. Daripada terjerumus bisikan setan, lebih baik Abi memberitahu hal ini sekarang agar kelak tidak sia-sia.

****

Smooth like butter
Like a criminal undercover
Gon' pop like trouble
Breakin' into your heart like that 🎶

Tentang KitaWhere stories live. Discover now