1

83.9K 2.8K 176
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Selamat membaca

Jangan lupa pencet ⭐ nya ya kakak

***

Tidak ada yang salah dari dirinya. Lelaki sempurna dengan banyak kelebihan. Tampan mapan dan tentu saja baik, teramat baik malahan. Aku yakin itu penilaian orang saat pertama kali melihat sosoknya.

Aku juga akan menilainya seperti itu saat Aku dalam sudut pandang orang lain. Tapi tidak, Aku melihatnya dengan pandangan teramat sangat buruk. Dia ... pembunuh.

Aku tau itu kasar tapi yang jelas saat Aku melihat tubuh ibuku bermandikan darah di samping mobilnya cap itu sudah melekat sempurna pada dirinya.

Lelaki sempurna yang disanjung-sanjung wanita di luar sana sangat teramat buruk di mataku. Di mata istrinya sendiri. Ya, aku istrinya dan Aku sangat membenci fakta itu karna harus menampilkan raut wajah penuh kebencian setiap kali menatapnya.

Dua minggu setelah kejadian yang merenggut nyawa Ibuku. Dia datang, bukan datang seperti hari-hari sebelumnya, membantuku melayani orang orang yang melayat ke rumah. Melainkan datang dengan maksud baik ... katanya. Bersama orang tua dan saudara perempuanya yang rela jauh-jauh datang dari ibu kota khusus untuk menemuiku.

Rumah yang kebetulan sepi setelah mengadakan pengajian Ibu menjadi saksi lamaran pemuda itu. Aku yang didampingi Etek(adik Ibu) tampak terkejut. Tentu saja siapa yang tidak kaget dengan lamaran dadakan seperti ini tapi berbanding terbalik denganku, Etek justru terlihat tenang bahkan sempat tersenyum lebar menyambut lamaran itu seolah-olah dia sudah tau kalau ini akan terjadi sebelumnya.

Rasa benciku pada pria itu bertambah berkali lipat dengan adanya lamaran itu. Saat itu Aku hanya diam namun tatapanku mengandung kebencian yang sangat besar sampai-sampai Etek harus menegurku agar tidak menatapnya sepeti itu. Aku menggenggam ujung jilbab yang kukenakan, mendengus kasar lalu melenggang begitu saja meninggalkan orang yang sedang berkumpul itu. Menutup pintu kamar dengan keras mewakili ketidak sukaanku dengan pemuda itu, tentu juga dengan maksud niat baiknya.

Terserah orang tuanya akan berfikir apa tentang ku. Aku tidak peduli, malah akan senang kalau mereka berfikir jelek, setidaknya mereka akan menarik kembali kata-kata yang mereka ucapkan tadi. Tanpa aku harus susah menolak. Membuang tenaga dan emosi saja.

Terlebih harus berhadapan lagi dengan pria itu aku sangat tidak suka. Aku bukannya tidak menolak kehadirannya dalam dua minggu terkahir tapi entah terbuat dari apa hatinya, kata-kata kasarku seolah hanya angin lalu untuknya, dia tetap datang dari pagi sampai sore. Malamnya dia akan mengantarkanku makanan yang selalu berakhir di tempat sampah, tapi itulah dia, sekuat apapun aku menolaknya sekuat itu pula dia bertahan.

Sayup-sayup Aku masih bisa mendengar suara bariton milik ayahnya menenangkan pria itu. Jika ditanya dimana ayahku? aku juga tidak tahu, yang kutahu Aku hanya hidup berdua dengan ibu sejak kecil dan ibu juga tidak pernah bercerita tentang ayah. Setiap aku bertanya dia hanya akan tersenyum kecut dan setelah itu aku akan diam, bila aku merengek Aku takut senyum kecut itu akan berubah menjadi sesuatu yang aku takuti setiap hari.

"Biarkan saja dulu, dia masih dalam masa berkabung, berikan dia waktu yang jelas niatmu sudah tersampaikan"

Aku bersandar pada pintu kamar rapuh itu. Diumurku yang menginjak 23 tahun, Aku juga sangat memimpikan sebuah pernikahan. Dilamar oleh orang biasa tapi dengan cinta dan perasaan luar biasa, seperti teman-temanku yang lain, mereka sudah berumah tangga bahkan ada yang tengah hamil sekarang.

Aku tidak pernah membayangkan akan dilamar oleh pria itu, seperti yang tadi kubilang dia tak bercela dilihat dengan mata, tapi Aku melihatnya dari sisi yang orang lain takkan pernah melihatnya, terlebih dengan kondisi sekarang, tanah makam ibuku saja masih merah, bagaimana bisa Aku menikah. Apa kata orang nanti terlebih Aku menikah dengan orang yang secara tidak langsung menyebabkan ibuku pergi.

Cinta Luar Biasa (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang