Falshback II

14 2 0
                                    

Malam ini, Fatih menyusuri trotoar di tengah kota. Mengikuti kemana kaki membawanya tanpa tahu harus kemana.

Ia duduk di sebuah halte. Diam dalam kesendirian. Membiarkan keheningan memeluknya walau keramaian kota di sekelilingnya.

Mungkin memang benar jika ia mengambil langkah untuk keluar dari rumah agar tak mendapat lagi sebuah kungkungan dari ayahnya.

Tapi sekarang bagaimana? Harus kemana ia sekarang? Keluarganya tak ada yang tinggal di sini, melainkan di luar kota. Kakek dan neneknya? Mereka justru lebih jauh, tinggal di Australia untuk mengurus bisnis mereka di sana.

Adzan berkumandang, Fatih melirik jam tangannya, sekarang menunjukkan waktu untuk shalat isya.

Ia pun beranjak ke masjid yang tak jauh dari halte tersebut, mencoba menenangkan diri dan meminta petunjuk dari yang Maha Kuasa.

Fatih telah selesai menunaikan shalatnya. Ia terdiam, menunduk dalam kebingungan, lagi-lagi pertanyaan yang sama singgah di pikirannya.

Harus kemana kah ia sekarang?

"Iya pak kiyai, di masjid ini memang sedang kekurangan marbot," ucap seorang pemuda pada lawan bicaranya.

Fatih menoleh ke arah percakapan itu berlangsung.

"Hmm," bapak-bapak yang di ajak bicara menggangguk, memaklumi. "Baiklah, nanti saya akan coba mencari seorang marbot untuk di masjid ini," tutur bapak-bapak itu.

"Permisi," ucap Fatih menghampiri mereka. "Tadi saya tidak sengaja mendengar bahwa di masjid ini sedang membutuhkan seorang marbot. Apakah itu benar?"

"Iya benar," jawab si pemuda tadi.

"Jika di izinkan, saya hendak untuk menjadi marbot di masjid ini."

***

Sudah terhitung sepekan Fatih menjadi marbot di masjid Al-Muqarrabun, dan sejak saat itu juga ia sudah memutuskan untuk tidak bersekolah karena alasan tidak mau apabila orang tuanya menemukannya.

Saat ini Fatih baru saja selesai membentangkan karpet sajadah untuk shalat maghrib. Ia melirik jam dinding, seharusnya sekarang adzan sudah berkumandang, tetapi satu orang pun belum ada sama sekali untuk mengumandangkannya kecuali dirinya.

Ia pun beranjak, berinisiatif untuk melantunkan lafadz adzan maghrib. Lantunan merdu suara adzan pun Fatih kumandangkan, suara indah ketika menyerukan panggilan untuk shalat.

Satu persatu orang mulai memasuki masjid. Untuk sejenak, mereka cukup terpesona kala mendengar suara Fatih sampai ia selesai.

Seorang kiyai menghampiri Fatih dan bersiap untuk menjadi imam, ia menepuk pundak Fatih lalu berkata, "Masha allah..." tutur kiyai itu sambil tersenyum. "Suara mu benar-benar indah nak."

***

Fatih baru saja keluar dari pasar tradisional yang jaraknya kurang lebih sekitar 1 km dari masjid Al-muqarrabun. Ia menyusuri jalan raya dengan berjalan kaki sambil membawa dua kantong plastik berukuran sedang di kedua tangannya

Tepat di seberang jalan, Fatih melihat seorang wanita paruh baya sedang memunguti belanjaannya yang berserakan di pinggir jalan. Dengan langkah cepat, Fatih pun menyebrang, menuju ke tempat wanita itu berada lalu segera membantunya.

Yayımlanan bölümlerin sonuna geldiniz.

⏰ Son güncelleme: Sep 24, 2019 ⏰

Yeni bölümlerden haberdar olmak için bu hikayeyi Kütüphanenize ekleyin!

Hidden Feeling (Hiatus!)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin