Bagian 20

12 4 3
                                    

"Yuhuuuuuu... Ayem home..."

"Kalo masuk rumah itu beri salam sayang, bukan malah teriak-teriak kayak penjual obat." Seru Farah saat menghampiri anaknya.

"Assalamualaikum Mama ku sayang." Ulang Ananda sambil mencium punggung tangan Mamanya.

"Waalaikumussalaam..."

"Kak Tasya mana Mah?"

"Belum pulang. Kayaknya dia nginep di rumah temennya lagi deh." Jelas Farah.

"Kak Tasya sibuk mulu, aku jadi susah main sama dia." Cemberut Ananda.

Farah mengusap kepala anaknya lembut.

"Jadwal kuliah kakak kamu lagi padat-padatnya sayang. Kalo cepet selesai, dia bakalan ajak kamu main lagi kok."

"Aku kangen sama kak Tasya masa."

"Jauh bilang kangen, ketemu malah berantem. Gimana sih kalian?" Farah terkekeh dan di balas cengengesan oleh putrinya.

"Kalo gak kangen bukan sodara namanya. Dan kalo gak berantem, rumah kan jadi sepi, kayak kuburan."

"Dasar kamu tuh." Ucap Farah sambil menyentil hidung anaknya.

"Ananda ke kamar dulu deh Mah, sekalian mandi terus makan."

"Yaudah gih sana, bau acem."

"Mama..."

***

Tok... Tok... Tok...

"Fatih..."

"Eh, Bunda. Iya Bunda?"

"Makan dulu yuk Nak."

"Tapi tugas Fatih belom selesai Nda, nanggung."

"Kamu makan aja dulu, nanti kamu lanjutin lagi."

Fatih menutup bukunya, lalu menghampiri Hesti yang berdiri di ambang pintu kamarnya. Ia berdiri di belakang Hesti, melingkarkan tangannya pada pundak Bundanya, dan menjatuhkan dagunya pada pundak wanita itu.

Hesti mengernyit, bingung akan perlakuan anak semata wayangnya ini. Namun ia tak akan bertanya, biarkan saja seperti ini dulu. Ia pun mengusap lengan yang melingkar itu dengan hangat.

Kelopak mata Fatih terpejam rapat. Merasakan kembali kehangatan yang sudah lama tak ia dapatkan. Bahkan ia sendiri pun lupa, kapan terakhir kali ia memeluk wanita kesayangannya ini.

"Fatih sayang Bunda." Ucapnya masih dalam posisi yang sama.

Hesti melepaskan pelukan anaknya, lalu berbalik menghadap Fatih. Di usapnya wajah itu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

"Bunda jauh lebih sayang sama kamu Nak."

Air mata Hesti menetes, dan dengan cepat Fatih menghapus bulir air itu dengan tangannya. Ia kembali memeluk Bundanya, membawa tubuh wanita itu ke dalam dekapannya.

"Jangan nangis Bunda." Ucap Fatih lirih.

Tepat di balik pilar tak jauh dari kamar Fatih, seseorang memandang mereka dengan tatapan sendunya.

"Aku rela bila harus kehilangan seluruh kemewahan ini. Tapi aku tak sanggup jika harus kehilangan kalian, harta berharga dan anugerah terindah yang aku miliki."

Hidden Feeling (Hiatus!)Where stories live. Discover now