30. Akhir Pekan Ini

1.9K 383 25
                                    

"Saya Kim Jinhwan, putra sulung dari Kim Heechul," kata Jinhwan memulai usaha untuk menyakinkan calon mertuanya "mungkin ayah saya sudah terlanjur dipandang buruk atas kesalahannya dimasa lalu."

"Saya tidak akan menutupi berita perselingkuhan ayah saya yang terjadi pada saat itu, tapi cerita itu sudah menjadi masa lalu" lanjut Jinhwan "jika Om tidak bisa menerima saya karena kesalahan ayah saya dimasa lalu, dan beranggapan bahwa bisa saja saya akan melakukan hal yang sama seperti yang ayah saya lakukan."

Jinhwan menarik nafasnya dalam-dalam "Saya dapat menjamin itu tidak akan terjadi."

"Apa yang akan menjadi jaminannya?" tanya Papahnya Sana yang terlihat menantang.

"Saya tahu bagaimana rasanya ditinggalkan," jawab Jinhwan "perceraian kedua orang tua saya, membuat saya berpisah beberapa saat dengan adik-adik saya. Tapi, setelah itu kami kembali bersama, hidup berlima tanpa ada orang tua."

Jinhwan memejamkan matanya, menceritakan kisahnya di masa lalu. Sama saja seperti membuka kembali luka lama yang akan terasa perihnya.

"Jinhwan kecil harus berusaha bertanggung jawab atas keempat adiknya, Jinhwan kecil harus mampu mengobati rasa sakit atas perpisahan orang tuanya sendirian, bahkan Jinhwan kecilpun harus berusaha mengobati luka adik-adiknya. Yang sama menjadi korban."

Jinhwan diam sejenak, berusaha mengatur suaranya, agar tidak terdengar bergetar.

"Saya tahu, Sana adalah Putri Om satu-satunya, berlian yang Om miliki. Saya tahu, Om merasa takut jika Sana akan tidak bahagia nantinya."

Tatapan mata Papah Sana semakin menajam saat lelaki mungil itu mengetahui apa yang ia takuti.

"Tapi, dengan jaminan kisah masa lalu saya. Saya akan berusaha agar kelak di keluarga saya tidak ada lagi yang merasakan bagaimana sakitnya saya pada saat itu, bagaimana sakitnya bunda pula pada saat itu."

Jinhwan menraik nafasnya, "Jujur, awalnya saya tidak pernah tertarik untuk menikah karena sayapun percaya istilah buah jatuh tak jauh dari pohonnya" cerita Jinhwan "saya takut, kelak saya akan menjadi seperti ayah saya. Saya takut, kelak anak-anak saya akan meresakan apa yang saya rasakan."

Jinhwan kembali menarik nafasnya dalam-dalam "Tetapi, untuk sekarang. Saya tidak lagi merasa takut." jelas Jinhwan "Kisah kedua orang tua saya, dapat saya jadikan pelajaran untuk saya kedepannya."

"Itu jaminan dari saya" tutup Jinhwan.

"Sana anak yang manja, apa yang dia mau pasti saya turuti." kata Papah Orion "saya tidak mau anak saya tidak bahagia."

Jinhwan tersenyum, "Saya tidak berjanji untuk selalu membuat Sana bahagia, tetapi saya akan berusaha agar anak Om tidak sengsara." jelas Jinhwan.

Sebenarnya, keberanian Jinhwan yang datang menemuinya secara empat mata saja, sudah mendapatkan nilai plus dimata Papah Sana, mendengar penjelasan Jinhwan, jaminan yang Jinhwan berikan serta sebuah usaha yang akan lelaki itu lakukan untuk putri semata wayangnya. Membuat Orion semakin luluh.

"Akhir pekan ini," kata Papah Sana "saya tunggu kamu dan keluarga di rumah"

"Ya?" tanya Jinhwan yang masih belum sadar sepenuhnya.

"Akhir pekan ini, atau tidak sama sekali" tegas Papahnya Sana dan langsung dijawab anggukan setuju oleh Jinhwan. Bahkan senyum dari keduanya dengan kompak sama-sama terbit.

Senyuman dari keduanya terpaksa harus terhenti karena ponsel Papahnya Sana berdering, menandakan panggilan masuk.

Mamah is calling...

"Iya Mah?"

"........."

Papahnya Sana langsung sedikit menjauhkan ponselnya, sedangkan Jinhwan merasa tidak enak. Dan tak tahu harus berbuat apa.

"Iya.. ini mau berangkat, gak lama kok. Bentar" kata Papahnya Sana dan setelah itu kembali menyimpan ponselnya. Dan saat pria paruh baya itu akan keluar, ia baru sadar masih ada Jinhwan yang sedang duduk di kantornya. "Abis ini kamu ada acara lain?"

Jinhwan segera berdiri saat melihat papahnya Sana yang akan Segera keluar dari kantor, "Gak ada Om, saya mau ke cafe lagi"

"Yaudah, ayok kita makan siang bareng aja." ajak Papahnya Sana sembari menepuk pundak Jinhwan.

"Ya?" tanya Jinhwan bingung, sebenarnya ia ingin menolak karena masih merasa canggung. Tetapi niat itu ia urungkan karena takut restu yang baru ia dapat kembali dipending, kan bahaya.

Keduanya berjalan berbarengan keluar dan menuji lift, "Om.. saya bawa mobil" kata Jinhwan saat keduanya sudah berada di dalam lift.

Papahnya Sana langsung menoleh, "Kok Om sih?" tanyanya seakan tidak suka, membuat Jinhwan meruntuk dalam hati karena takut salah bicara "Papah dong, kan mau jadi calon mantu."

Jinhwan hanya menyengir saya saat mendengar perkataan lanjutan dari calon mertuanya itu, "kita naik mobil kamu aja deh." putus Papah dan dijawab anggukan oleh Jinhwan.

"Tadi pagi kamu ikut bantuin beres-beres Masjid, itu salah satu strategi buat narik perhatian papah biar ngasih restu ke kamu ya?"

Jinhwan yang sedang menyetir langsung menoleh, ia berpikir sejenak dan setelah itu terkekeh.

"Itumah strategi buat dapet pahala Pah," jawab Jinhwan disela-sela kekehannya.

"Tiap pagi kamu selalu ke Masjid buat Sholat berjamaah?"

"Di Graha Permai, Masjid deket banget sama rumah Pah. Jadi kalo gak ikut jamaah di Masjid rasanya gak enak aja sama tetangga yang lain." jelas Jinhwan "lagi pula, guru ngaji Jinhwan ngajarin kalo laki-laki itu diharuskan sholat berjemaah di Masjid."

Papah hanya mengangguk saja, benar kata bapak-bapak di komplek tadi pagi. Jinhwan adalah menantu idaman.

"Papah kira," gumama Papah dan dijawab kekehan Jinhwan.

"Makasih ya Pah," kata Jinhwan membuat calon papah mertuanya itu menoleh padanya "cara papah yang gak langsung ngasih restu buat Jinhwan, bikin Jinhwan punya cerita yang bisa Jinhwan pamerin kelak ke anak-anak Jinhwan" kata Jinhwan bercerita "setidaknya, mereka akan tahu sekeren apa papahnya buat perjuangin mamahnya, sampe harus menghadap kakek mereka."

Papah hanya mendelik saja, tetapi setelah itu matanya menatap lurus kedepan. Menerawang kehidupannya dimasa depan dengan beberapa cucu, dan ia akan menceritakan apa saja kepada cucu-cucunya kelak.

"Pah, ini kita udah sampe." kata Jinhwan mengintrupsi lamunan calon mertuanya itu.

"Oh? Yaudah ayok turun."

"Papah kamu tuh, dia yang bikin janji buat makan siang bareng di luar, dia juga yang lupa sama janjinya" keluh Mamah kepada Sana yang duduk disampingnya.

"Lah itu suami mamah," saut Sana "kenapa nyalahin ke aku?"

"Tapi dia papah kamu,"

"Ya kalo mamah gak pilih papah sih, papah gak akan jadi papah aku."

"Ya kalo mamah ga pilih papah, kamu gak akan ada di dunia ini" balas mamah pedas, sedangkan Sana hanya bisa mendelik saja.

"Mah, itu papah..." kata Sana saat melihat papahnya yang memasuki restoran "tapi kok... sama Kak Jinhwan?"

"Jinhwan?" tanya Mamah "Mana?" mata wanita paruh baya itu menatap lurus pada suaminya, dan setelah itu matanya membulat hingga hampir keluar saat melihat suaminya mengobrol akrab dengan Jinhwan, sembari berjalan.

"Mah..." gumam Sana memanggil Mamahnya, sedangkan Sang mamah hanya bergumam saja. Dengan tatapan mata yang masih terfokus pada suami dan laki-laki yang menjadi calon mantu idamannya itu berjalan menuju meja mereka.

Tbc

Knock Knock [Jinhwan - Sana]✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt