38 [Kembali tak Tersentuh]

Start from the beginning
                                    

Dan Nami hanya bisa diam di tempatnya, memperhatikan punggung besar pria itu sampai akhirnya menghilang di balik pintu.
Ia menghela napas.

Kembali, pria itu kembali tak tersentuh.

🍂🍂🍂


Mereka sampai di pelataran rumah sakit. Nami langsung berjalan menuju ruangan Rae saat ini setelah Fahmi mengarahkannya, sedang pria itu memilih pergi ke ruangannya dahulu, beralibi kalau ada pekerjaan yang harus ia kerjakan.

Nami mengetuk pintu dengan perasaan berdebar, mengucap salam sebelum masuk ke dalam.
"Assalamualaikum.."

"Waalaikumsalam.." suara yang begitu lemah itu menjawab, membuat hati Nami bergetar.

Hampir Nami menumpahkan tangisnya ketika melihat keadaan Rae saat ini. Luka memar memenuhi wajah dan beberapa bagian tubuhnya, perban menutup lengan, kaki, serta kepalanya. Namu wanita itu masih bersikap tegar dengan mengulas senyum manis pada Nami yang sekarang mulai berjalan mendekat padanya.

"Kak, gimana kondisi Kakak sekarang?" Nami bertanya sambil mati-matian menahan tangis. Tak tega melihat wanita cantik itu berbaring tak berdaya di ranjang pesakitan itu.

Pantas Fahmi nampak sedih, dilihat dari luka yang Rae terima, mungkin saja kecelakaan itu bukanlah kecelakaan kecil.

"Alhamdulillah, aku baik-baik aja kok."

Dan ia masih bisa mengatakan baik-baik saja saat kondisinya seperti ini?

Hah... kini ia tahu mengapa Fahmi bisa sampai jatuh hati sedemikian dalam pada wanita ini, ia tegar, kuat dan tabah. Siapa yang takkan jatuh hati pada wanita luar biasa sepertinya?

Diletakannya buah tangan yang Nami bawa di atas nakas, lantas ia mengambil duduk di kursi dekat ranjang yang Rae tempati.

"Kakak sendiri aja?" Nami melihat sekeliling, baru sadar kalau wanita itu tengah sendiri di ruangan ini.

"Ada Mas Hendra, dia lagi keluar sebentar."
Jawaban itu bagai bisikan di telinga Nami, saking lemahnya kondiri Rae saat ini.

Nami manggut-manggut. Ini kali pertama mereka bercakap-capak bersama.

Namun, bukan hanya untuk menjenguk Rae saja ia kemari. Nami sebenarnya memiliki beberapa pertanyaan, namun ragu untuk mengutarakan, takut mengganggu Rae dan membuat kondisi wanita itu malah memburuk.

Tapi sepertinya Rae mengerti akan kegelisahan yang Nami alami saat ini, tangan lembahnya terangkat perlahan, mengusap punggung tangan Nami yang berada di atas tempat tidurnya.

"Ada apa? Kamu pasti mau tanya tentang apa yang terjadi sama aku 'kan?"

Terkejut? Tentu saja.
Nami sampai menjengit dibuatnya.
Bagaimana Rae tahu tentang hal itu?

"Tenang aja, ini cuma kecelakaan kecil Kok. Kamu nggak usah khawatir ya?"

"Kecil? Keadaan Kakak yang kayak gini Kakak bilang itu cuma kecelakaan kecil? Masa sih? Aku nggak percaya, Kak."

Terdengar Rae terkekeh kecil, "Aku nggak apa-apa, makasih sudah khawatir sama aku. Dan untuk masalah Fahmi.."

Lagi-lagi Nami menjengit, kenapa wanita itu juga tahu mengenai Fahmi?

"Kamu tenang aja, nggak ada apa-apa di antara kami, sama sekali. Kamu milik Fahmi, dan selamanya akan seperti itu."

🍂🍂🍂


Saat Nami sampai di ruangan Fahmi, ia menemukan pria itu tengah memeriksa beberapa berkas, sepertinya tengah membaca data-data pasien yang sedang ia tangani.

"Assalamualaikum,"

Uruk salam dari Nami berhasil membuat Fahmi mengangkat wajahnya, "Waalaikumsalam."

"Kak, a..aku mau izin pulang."

"Sudah selesai menjenguknya?" Fahmi bertanya seraya kembali memfokuskan pandangan pada kertas yang ada dalam genggamannya.

Nami mengangguk. "Iya, sudah."

"Kalau gitu hati-hati."

"Iya."

Wanita bermata bulat itu menghela napasnya, berbalik kembali menghadap pintu. Baru hendak memutar gagang pintu, suara Fahmi membuatnya berhenti sejenak.

"Kamu melupakan sesuatu." Katanya.

Ah, Nami langsung teringat.

Ia kembali berjalan menuju Fahmi, pria itu sudah berdiri si samping meja besarnya.
Nami mengulas senyum, meraih tangan besar Fahmi dan menciumnya penuh khidmat.

Namun, bukannya memberikan kecupan singkat seperti biasanya, Fahmi malah menariknya dalam sebuah dekapan hangat.
Pria itu menyembunyikan wajah di ceruk leher Nami yang tertutup pasminah, mengirup dalam-dalam aroma vanilla dari tubuh wanita itu.

Dan Nami hanya bisa terdiam, apa sebenarnya yang diinginkan pria itu?



24 Agustus 2019

Takdir Dua Hati | END ✓Where stories live. Discover now