17 [David Yantoro]

17.8K 923 5
                                    

Nami pulang dengan pikiran yang ruwet. Helaan napas panjangnya menemani kemanapun gadis itu pergi. Ia melangkah keluar dari lift, berjalan menyusuri lorong gedung apartemen tersebut dengan tak bersemangat. Awan masih mendung siang itu, entah kapan hujan akan turun, yang ada malah angin berhembus kencang menembus kulit. Nami merapatkan sweeternya, bergidik saat merasakan hawa dingin menyentuh kulitnya.

Baru hendak berbelok menuju apartemennya berada, langkah Nami terhenti ketika melihat siluet seorang pria yang berdiri tepat di depan pintu rumahnya. Nami urung melangkah, ia membawa tubuh mungilnya bersembunyi di balik dinding. Matanya memicing, menatap tajam pada pria dengan jaket navy itu yang kini sibuk mengetuk pintu.

Jantung Nami berdebar hebat, wajahnya terkejut dengan matanya membulat sempurna. Nami menutup mulutnya dengan kedua tangan, saat menyadari siapa yang tengah berdiri di depan pintu rumahnya itu.

David? Buat apa dia ke sini?!

Pria jangkung kurus itu terus saja mengetuk pintu. Nami hanya diam di tempatnya, tidak ada niatan untuk keluar dari sana. Dia tidak mau berurusan dengan David saat ini. Dia sudah telanjur kecewa pada pria yang dulu pernah mendiami hatinya begitu dalam.

Astagfirullah..

Nami beristigfar. Mencoba menetralkan kembali emosinya yang tiba-tiba meluap. Nami kembali mengintip dari balik dinding, David masih di sana namun wajahnya terlihat kecewa, pria itu berhenti mengetuk pintu.
Terlihat pria itu menghela napas lelah, menunduk dengan wajah nampak frustrasi. Ia mengacak rambutnya dengan kesal, lalu menatap pintu yang tertutup rapat itu lamat-lamat.

"Namira, kalau kamu di dalam dan mendengar ini, aku cuma mau bilang kalau aku harus menjelaskan semuanya. Apapun itu. Supaya nggak ada lagi kesalahpahaman antara aku dan kamu, Namira. Jadi aku berharap, kamu mau memberi aku kesempatan kali ini saja."

Hening, tidak ada sahutan setelah beberapa menit berlalu.

Nami masih diam, menutup matanya seraya menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. Rasa sesak merundungnya,  membuat paru-paru Nami seakan lupa caranya bekerja.

Ia ingat dengan pasti siapa pria itu.
Empat tahun hidup dengan ketidak tahuan benar-benar membuatnya hampir hancur.
Sekarang, ketika pria itu datang kembali, bukan Nami tak ingin menggali jawaban atas pertanyaan yang selama ini menggelayuti benaknya. Hanya saja, ia sudah telanjur lelah dan akhirnya memilih menyerah.
Berjuang sendirian itu menyakitkan. Ketika teman yang nyatanya ada, tiba-tiba memilih pergi dan hanya meninggalkan luka. Kembalipun untuk apa? Bila pada akhirnya mereka sudah tak lagi memiliki tujuan yang sama.

Ibarat apel segar lalu digigit ujungnya, usai puas merasakan manis kemudian ditinggal begitu saja. Apel segar yang dulu nampak indah, kini sudah mati membusuk termakan waktu.
Sama seperti hatinya. Ketika pria itu puas membuatnya jatuh hati, merasakan manis dari indahnya perasaan semu yang Nami berikan untuknya, ia pergi tanpa diduga. Mungkin dulu hatinya seakan hidup hanya untuk pria itu.  Namun saat ini, hatinya sudah benar-benar mati. Dan yang tersisa hanyalah penyesalan dan rasa sakit yang terus menggelayuti diri.

Allah, ampuni hamba..

Setetes yang bening mengalir dari pelupuk mata. Dengan cepat gadis itu mengusapnya. Ia menghirup udara sebanyak-banyaknya, dan kembali menatap pada pria yang berdiri di depan pintu rumahnya itu.

Merasa tidak akan mendapat sambutan, David menunduk pasrah. Ia menghela napas lelah, menatap daun pintu dengan pandangan sulit diartikan. Pria itu akhirnya mundur, lalu berbalik dan melangkah pergi.

Nami segera keluar dari tempat persembunyiannya, berbaur dengan beberapa orang yang berlalu lalang di sana, tanpa disadari oleh David yang berjalan berlawanan dengan dirinya.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang