38 [Kembali tak Tersentuh]

20.3K 1K 16
                                    

Usai menumpahkan segala kesedihannya, Fahmi kembali bersikap biasa. Ia menemani Nami pulang, namun tak menjawab pertanyaan Nami barang sedikitpun.

"Suaminya sedang dalam perjalanan." Hanya itu yang Fahmi katakan ketika Nami bertanya mengapa tak seorangpun datang untuk melihat kondisi Rae saat ini?

Nami terdiam di atas tempat tidur, meringkuk, bergulung di dalam selimut tebalnya. Ruangan tak seberapa besar itu begitu lengang, hanya terdengar sayup-sayup suara angin yang menyingkap tirai, aroma dari sisa hujan menguar di udara.

Nami sampai di rumah pukul satu dini hari, bersama dengan Fahmi yang tak bicara sepatah katapun. Usai membersihkan diri dan berganti pakaian, pria itu memilih untuk masuk ke dalam selimut dan beristirahat. Sedang Nami, matanya tak bisa terpejam barang sebentar, rasa ingin tau serta perasaan was-was selalu mengganggunya.

Keingintahuannya tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Rae, sampai Fahmi menyalahkan dirinya seperti tadi. Juga rasa was-was akan perubahan sikap Fahmi padanya, padahal hubungan mereka sudah sampai sejauh ini.

Tangannya mengusap perutnya yang rata, apa yang akan terjadi pada mereka nanti? Akankah hubungan ini terus berlanjut? Atau terhenti? Lalu bagaimana nasib anaknya nanti? Apakah tega ia melihat anaknya tumbuh tanpa orang tua yang lengkap, bahkan sebelum ia melihat bagaimana indahnya dunia.

Setetes yang bening jatuh membasahi pipi, namun secepat mungkin ia hapus air mata itu, Nami mencoba menahan isaknya agar Fahmi tak terusik, padahal dadanya sesak sekali saat ini.

Allah, kuatkan hamba..
Kamu harus kuat Nami, demi anak ini, demi anakmu.

🍂🍂🍂


Pagi-pagi sekali Nami sudah bangun dari pembaringan, sudah sibuk berkutat di dapur, sudah rapi dengan gamis panjang berwarna salem dan pasminah senadanya.

Melihat itu, Fahmi yang baru pulang dari kegiatan rutinnya shalat subuh berjamaah mengernyitkan kening.
"Kamu mau kemana?" Tanya Fahmi.

Nami yang tengah memasukkan beberapa buah segar dari kulkas ke dalam sebuah totebag kanvas itu menoleh ke arah Fahmi, ia mengulas senyum tipis, beralih menghampiri pria itu.

"Sudah pulang, Kak?" Ujarnya, mengecup penuh khidmat punggung tangan sang suami.

Fahmi mengangguk, memberikan kecupan singkat pada kening Nami. Lagi-lagi ia bertanya hal yang sama. "Kamu mau kemana sudah rapi begini?"

"Ah, itu.. aku mau besuk Kak Rae, boleh?"

Mendengarnya Fahmi tak langsung menjawab, ia diam beberapa saat. Melihat perubahan sikap Fahmi membuat Nami hatinya tercubit, sebesar itukah perasaan Fahmi pada Rae? Sampai ketika melihat wanita berparas ayu itu terbaring lemahpun Fahmi bisa seterpuruk ini.

Ah... ayolah, berhenti berasumsi seenaknya, jangan terus menerus menyakiti hati dengan pikiran-pikiran yang belum tentu benar itu!

Batinnya mengingatkan.

Tak lama, terlihat Fahmi mengangguk kecil, "Ya, tentu." Katanya.

Nami tersenyum lebar, "Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah mulai membaik."

"A..aku berangkat sama Kak Fahmi boleh?"

"Ya," kembali Fahmi mengangguk, mulai berjalan menuju kamar mandi, "Aku mandi dulu." Ujarnya.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang