18 [Dahulu]

17K 956 4
                                    

Jangan anggap remeh semua perasaan yang singgah dalam hatimu. Bisa jadi, itu awal mula setan memperdayakanmu. Jangan biarkan Imanmu lemah saat rasa dalam hatimu mulai berubah, karena tipu daya setan akan lebih mudah masuk dan mengendalikan pikiranmu.

Saat itu, Iman Nami sedang goyah. Dan setan dengan senang hati membuatnya lengah. Tak sadar kalau arus yang membawanya adalah sebuah jalan menuju kesengsaraan.

Entah bagaimana, Nami dan pria bernama David itu menjadi dekat. Awal mulanya saat Nami kembali lagi keesokan harinya untuk mengembalikan jaket pria itu.
Namun ajakan minun teh bersama di meja dekat jendela membuat Nami riskan bila harus menolak. Akhirnya, mereka duduk di meja pagi itu, menyesap teh hangat yang disajikan.

Berbincang dengan David ternyata tak semembosankan yang Nami duga. Percakapan mereka mengalir begitu saja. David pandai mencari topik pembicaraan, dari berita hangat tentang pejabat yang korupsi, sampai makanan kesukaan kucing peliharaannya pun tak luput dari pembahasan mereka.
Jujur saja, percakapan mereka pagi itu sedikit mengangkat lelah dipundak Nami. Gadis itu sebenarnya sedang luntang-lantung mencari pekerjaan, usai resign dari pekerjaan lamanya karena masalah dengan rekan kerja.

"Kenapa nggak kerja di sini saja? Kebetulan kami kekurangan pegawai. Gajinya memang nggak besar, tapi setidaknya kamu boleh menjadikan ini sebagai pengisi waktu luang, sementara kamu cari pekerjaan yang lain."

"Beneran boleh?" Nami menatap tak percaya ketika David mengatakan hal itu.

Pria itu mengangguk mantap, "Ya, kenapa nggak?"

Dan tak pelak, hal itu membuat senyum Nami merekah.
Sebulan menjadi pengangguran, tiba-tiba ditawari pekerjaan sepert ini, siapa yang tidak mau?

Hari itu juga, Nami resmi menjadi pegawai baru di caffe tersebut.

Banyak hal terjadi setelahnya. Nami sering bertemu David sejak saat itu. Ketika waktu istirahat tiba, mereka bercengkrama bersama. Saat waktu pulang tiba, David tak segan mengantar Nami pulang dengan motor maticnya.

Semua mengalir begitu saja. Tiba-tiba mereka jadi akrab.
Namun, saat itu Nami belum menyadari, kalau ia sudah melangkah terlalu jauh dari batas-batas antara yang benar dan bukan.

Pikirannya mengira, "Tak masalah, lagipula kami hanya berteman." Tanpa tau, kalau ada yang masuk lewat cela hati yang sengaja dibuka itu.
Benaknya mengatakan, "Kami tidak melanggar batas, interaksi kami hanya sekadar berbincang bersama saja." Tanpa tau, ada yang ikut berbincang di sana. Membuat suasana nyaman, membuat hati senang, membuat pikirannya selalu menganggap semua yang terjadi "Bukanlah apa-apa." 

"Namira," panggil David satu malam, seusai pulang dari pekerjaan mereka.

Nami yang hendak membuka pintu gerbang tempat kosnya berhenti sejenak, menoleh menatap David yang berdiri di samping motor maticnya.

"Ya? Kenapa Mas?"

David nampak gugup, pria itu menggaruk tengkuknya. "Kayaknya aku suka sama kamu."

"Eh?"

🍂🍂🍂


Suara dering ponsel dari dalam tas kecilnya membuat Nami terbangun dari tidur siangnya.
Nami merasa matanya berat ketika dibuka, dan wajahnya terasa sembab saat ia bangun. Ia melirik ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul empat sore.
Gadis itu menghela napas, sepertinya ia ketiduran siang tadi. Ia mengusap wajahnya dengan kasar, mengangkat tubuhnya duduk di atas tempat tidur.

Kenapa mimpi buruk itu kembali mengganggunya? Tidak. Dia bukannya senang dengan kenangan bertahun lalu itu, yang ada sakit dihatinya kembali menyeruak dalam dada. Merobek luka lama yang belum mengering. Perih.

Takdir Dua Hati | END ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang