Akhir Adalah Awal (2)

412 90 26
                                    

Haaaaaalloooooooooooooooo!

"Aku bilang MINGGIR!"

BUUKKK!  Yoona menyodok perut Hyoyeon dengan lutut kemudian mendorongnya hingga tersungkur ke sisi Jessica. Setelah melihat Hyoyeon meringkuk kesakitan memegang perut, dia langsung memasukkan angka 21:21 di layar.

"Kenapa?" desisnya menyipitkan mata karena tak ada tanda wrong maupun right. Dia kemudian menekan 'enter' berkali-kali.

Tiittt!

Right.

"YES!" seru Yoona menyeka aliran keringat di wajah dan leher.

Langit-langit sontak bergetar menarik perhatian Yoona dan Hyoyeon. Hampir sama seperti pintu di ruangan kantor. Atap bak membelah diri seluas tak lebih dari semeter persegi. Sisi itu bergerak turun membentuk sudut siku-siku perlahan bersamaan jatuhnya tali tampar putih dianyam seperti tangga. Samar-samar terlihat asap menari-nari dari lubang dan jatuh ke bawah.

"Hyo Unnie, ayo!" ajak Yoona menarik Hyoyeon bangkit. Walau sempat bersitegang sampai adu tangan, sisi kemanusiaan Yoona tetap kokoh. Dia tak bisa pergi bersama ego dan membiarkan Hyoyeon mati terpanggang.

"Jessica," Hyoyeon mengguncang tubuh Jessica yang basah bermandi keringat. Tidak ada tanda-tanda Jessica bisa mendengar suara atau merasakan guncangan.

"Unnie, kita tak bisa membawa Jessica unnie ikut. Lihat!" tunjuk Yoona pada tangga dan lubang di langit-langit. "Kita bahkan akan kesusahan membawa diri sendiri."

"Tapi..."

"Unnie, seperti Sooyoung bilang. Lebih baik menyelamatkan orang hidup daripada yang setengah mati karena kita sendiri berada antara hidup dan mati. Jessica unnie akan memahaminya. Dan..."

Berganti ucapan Yoona terhenti ketika mendapati asbes terbuka kini perlahan naik hendak menutup lagi. Layar menunjuk waktu pun bergerak mundur. Mereka hanya punya waktu tak lebih dari 21 detik untuk menyelamatkan diri. Tak mau membuang waktu lagi, Yoona langsung menarik Hyoyeon untuk naik ke tali tampar.

"Ayo, cepat! Naik, Unnie."

"Jessica, maafkan kami!" rintih Hyoyeon sambil terus memanjat ke atas dan sesekali menoleh ke tubuh terkulai tak berdaya berselimutkan hawa panas.

"Dia pasti paham situasi kita, Unnie."

Hyoyeon lebih dulu sampai dan duduk di lantai. Dia kemudian membantu Yoona yang hampir terjepit karena atap atau lantai ini terus bergerak menutup. Tepat ketika Yoona benar-benar naik dan duduk di sisi Hyoyeon, atap tertutup dan menyatu dengan lantai.

"Hampir saja."

"Hyo Unnie, mianhae."

Mereka reflek berpelukan setelah insiden sebelum berhasil naik kemari. Tidak ada yang salah dari pendirian Hyoyeon maupun Yoona. Cara keduanya menyikapi yang berbeda. Kadang kondisi terimpit membuat siapapun hilang kesabaran dan mengutamakan emosi. Namun, bersyukur paling tidak dua wanita ini tetap berhasil lolos.

"Unnie,"

"Ne?" Hyoyeon merenggangkan pelukan mengikuti arah pandang Yoona.

Mereka kini berada di ruangan serba hitam dengan asap-asap dan efek warna biru. Dua pasang mata saling berpandangan sejenak seolah bertelepati. Tanpa aba-aba Yoona dan Hyoyeon berdiri saling gandeng jemari sejurus tatapan menyisir seluruh sudut ruang yang persis astral projeksi. Ruangan kedua setelah kubus besar yang kemudian terbuka dan mengantarkan mereka ke ruang kumuh.

"Sesuatu di mana semua bermula." Tutur Hyoyeon. "Kita dibawa kembali? Apa artinya akhir permainan ada di awal kita berkumpul?"

Yoona menggeleng tak punya opini apapun. Sejauh mata memandang hanya dinding hitam dan kepulan asap biru. Oh, satu lagi. Pintu besi di sisi ujung. Dia yakin sekali itu pasti pintu di mana mereka berhasil lolos usai mengucapkan kejujuran.

KUBUSWhere stories live. Discover now