Ruang Tanpa Oksigen

503 97 24
                                    

Haaiiii semua. Doain semoga laptopku lancar ya. Jangan masuk rs lagi! Huhuhuhu. 

oh iya, chapter ini lumayan panjang ya. 


Mereka masuk ke ruangan persis ruang kerja pada umumnya. Tatanan memanjang kira-kira 9m x 15m berisi meja-kursi lengkap dengan PC, telepon kabel, lemari buku, dan kalender. Aneka lukisan terpajang di keempat sisi dinding. Tapi hampir semua lukisan mulai pudar termakan usia. Sisi-sisi pigora pun dihinggapi rayap.

"Jika ada hal terburuk dalam hidupku, inilah jawabannya." Lesu Taeyeon mendudukkan badan di samping meja menghadap tembok. Meratapi keadaan sekarang yang harus kehilangan Tiffany. Belum lagi rahasianya terbongkar di depan orang lain. 

"Ada kotak obat. Mungkin bisa kita pakai." Tutur Yoona menunjuk kotak di lemari.

"Biar kuperiksa. Jangan sampai gegabah! Bisa saja ini perangkap untuk menyakiti kita."

Yuri menghampiri lemari dan meraih kotak tersebut. Di dalam terdapat botol kosong, salap yang juga kosong, alkohol setengah botol, kasa, dan kapas. Dia meraih alkohol dan menghirupnya ragu-ragu. Merasa tak ada yang aneh, dihirup sekali lagi aroma di dalam botol kemudian menuang sedikit ke tangan.

"Aman. Kita bisa pakai. Tapi selebihnya tidak karena semua kosong di sini."

"Tidak apa. Paling tidak bisa membersihkan darah dan noda." Sahut Sunny. "Taeyeon ah, kemari!"

Mereka kecuali Yuri langsung menuangkan alkohol ke kapas dan membersihkan darah dan debu di sekitar goresan luka. Usapan alkohol mendatangkan sensasi perih sekaligus dingin. Lumayan lega rasanya setelah belasan menit diselimuti rasa sakit. Belum lagi bakteri yang menghinggap bisa membuat tangan mereka infeksi bila tak segera dibersihkan.

"Yul," panggil Jessica meraih jemari Yuri dan membersihkan bercak darah bercampur kuman.

"Ah,"

Jessica tersentak menjauhkan kapas lalu meniup goresan. "Tahan sedikit. Huuhhh,"

"Uuhhhh, cukup membantu." Hyoyeon duduk meluruskan kaki dan menyandarkan punggung ke tembok memandang dinding sebrang sejauh belasan meter. "Kira-kira rahasia siapa yang akan dibongkar?"

"Mungkin kau." 

"Atau aku." sela Yoona lirih. 

Sunny menoleh sejenak kemudian bertanya, "Apa yang pernah kau lakukan?"

"Saat awal-awal masuk kuliah aku pernah mengantar kakak angkatan ke rumah sakit. Dia menggoda Seohyunnie juga beberapa mahasiswi lain."

"Siapa?"

"Kyuhyun?" sahut Yoona cepat seraya berdiri disusul Hyoyeon dan Sunny. "Aku benci melihat laki-laki hidung-belang. Lebih benci lagi pada siapapun yang berani mengusik calon istriku."

"Calon istri?" sahut Jessica tertarik mendengar kisah Yoona di sela-sela mendesak begini terlebih setelah kepergian tiga wanita lain.

"Ya, orang tua menjodohkan kami. Aneh? Begitulah. Aku dibesarkan sepasang gay dan sebaliknya Seohyunnie dibesarkan sepasang lesbian. Orang tua kami bersahabat baik dan mengadopsi kami dari panti asuhan yang sama. Saat itu aku berusia hampir 2 tahun dan Seohyunnie masih 11 bulan."

Gurat kesedihan tak terbendung dari lekuk kecil wajah Yoona. Baru saja Seohyun terkunci di ruang sebrang serta tertimpa benda berat yang getarannya masih melekat di benak. Tidak tahu apa sang kekasih sekadar pingsan atau bagaimana. Dia tak berani membayangkan apapun selain kilas wajah yang tumbuh mendewasa bersama kurang lebih dua dekade.

"Kisah yang menarik, Im Yoona. Kau berhasil membuat Kyuhyun menginap di rawat seminggu. Hebat!"

Suasana sendu yang baru dibangun lenyap sudah dihajar psychopath di balik kamera. Mereka tak segusar di awal permainan karena yakin tak punya pilihan selain mengikuti alur. Membentak apalagi mengancam adalah tindakan merugikan, berdiam sama dengan bunuh diri.

KUBUSWhere stories live. Discover now