Mantan Dosen

535 106 37
                                    

Hai kalongers!

Aku tahu kalau cerita thriller bakal kalah sama cerita romance apalagi yang dibumbui adegan 18 sampai 21+. Tapi tetap kubuat karena memang aku suka dan ingin melakukannya. Kalian suka, silahkan baca, vote, atau komen. Gak suka ya tidak apa. Namanya selera, masa dipaksain? Seorang author/pengarang gak bisa meminta apalagi memaksa calon pembaca untuk selalu menyukai karangannya. 

Buat yang selalu stay, makasih banget. Muuuaaccchhhh. 

*****

Ketujuh wanita duduk purau karena dalam waktu singkat telah kehilangan dua orang di depan mata sendiri. Butuh waktu mengumpulkan energi, mengembalikan kesadaran dari syok, dan meredam rasa sakit. Wajah menunduk seraya bibir ibarat usai terjahit. Dada mengembang-ngempis tak stabil.

"Unnie," lirih Seohyun meraih jemari Yoona dan menggusap darah yang mulai mengering dengan jaketnya.

Yoona memajukan wajah ingin meninggalkan kecupan di kening. Diraih kedua telapak Seohyun dan memberi tiupan agar rasa perih lekas hilang. Mereka mengobati satu sama lain membuat banyak pasang mata melirik sendu nan iri.

"Ayo, kita selesaikan!" ujar Sunny bangkit dan masih menatap ke lubang besar. Berharap Sooyoung masih hidup di sana. Sedang mencari-cari cara naik dan berkumpul di atas bersama mereka. "Sooyoung akan baik-baik saja. Tiffany juga."

Satu persatu dari mereka pun bangkit dan menelusuri lorong yang berkelok-kelok. Masih lorong tak terawat yang menjadi tempat sarang laba-laba dan tidak diplester. Lampu terpasang juga kecil dan bewarna kuning hingga menimbulkan kesan seram. Entah psychopath mana mau menghabiskan uang untuk labirin penyiksaan begini. Belum lagi rancangan di tiap ruang. Tak tahu ada berapa banyak ruang dengan rancangan berbeda ke depan nanti.

"Pintu." tunjuk Sunny pada sepapan kayu di sisi kiri mereka dan tak ada jalan lagi karena sudah buntu. 

Hyoyeon maju lebih dulu dan mendorong pintu yang secara kasat mata sekadar pintu kayu biasa. Jklek! Dia masuk lebih dulu disusul Sunny dan yang lain. 

"Seperti bekas peternakan sapi."

Kondisi ruang tak jauh berbeda dari lorong. Hanya lebih luas dan tiap sisi direbahi jerami. Terpasang tv tabung kecil sekitar 12 in. Di bawah tv ada layar hitam persegi panjang tapi tak ada keterangan lain. BRAK! Pintu kayu tempat mereka masuk tiba-tiba tertutup rapat. Tidak ada yang berani mencoba buka. Selain hasilnya sia-sia, untuk apa pula kembali ke tabung tanpa dasar? Apalagi tangan mereka luka-luka.

"Tidak ada clue atau pintu lain. Mungkin ini waktu untuk istirahat." Tutur Yuri mendesis seraya mendudukkan tubuh di salah satu sisi. Perlahan dijatuhkan tubuh ke atas jerami ingin mengistirahatkan badan. "Di luar pasti benar-benar gelap. Larut atau bisa jadi dini hari."

"Mereka jahat sekali." desis Hyoyeon menatap sepasang tangan yang cukup perih. Darah mengering dan terlihat banyak goresan.

"Kenapa kau menyebut 'mereka'?"

"Karena tak mungkin bekerja sendiri. Pasti ada paling tidak dua atau tiga orang." jawabnya mengamati tiap sisi tv.

Tombol on/off  tidak bisa ditekan sementara kabel tersambung. Kemungkinan besar tv tidak berfungsi. Tapi yang menjadi pertanyaan sekarang, jika benar tidak berfungsi kenapa ada di sana dalam keadaan terpasang? Kenapa pula ruangan bak peternakan tersedia tv?

"Yul," panggil Jessica duduk di sisi Yuri dan meraih jemari berdarah itu. Dikeluarkan tisu bekas dari saku celana dan mengusap pelan noda-noda darah, tapi buru-buru ditarik.

"Tidak perlu. Terima kasih." Ucap Yuri datar melipat kedua lengan dan membuang muka.

Sikap hangat dan kepedulian Jessica sama sekali tak berhasil menyentuh hati Yuri. Dia memilih mengistirahatkan badan dan pikiran walau tak benar-benar bisa tidur. Bukan karena jerami tak senyaman ranjang, tapi keadaan buruk di bawah naungan psychopath membuat dia terus terjaga. 

KUBUSWhere stories live. Discover now