"Kak kakak bangun!"

Ryujin pun membantu Jiny naik ke tempat tidur.

"Jiny kenapa di sana?" tanyanya.

"Jiny pingsan"

Jiny tampak berpikir sambil meletakkan telunjuknya di dahinya.

Setelahnya ia menggeleng. Ryujin tersenyum kecil memerhatikan kakaknya yang kelihatan imut.

"Sakit"

"Apa yang sakit Jiny?"

"Kepala Jiny"

"Tunggu aku ambil obat dulu, tapi sebelum minum obat Jiny sarapan dulu"

"Tidak pahit kan?"

"Ga kok" Ryujin berbohong demi kesehatan Jiny.

Ryujin sengaja mengambilkan sarapan Jiny sendiri ke bawah karena jika meminta tolong pembantu akan dilarang eommanya dan jika Jiny yang turun ke bawah bukannya diberi sarapan malah jadi pelampiasan amarah mereka.

Dan saatnya sangat tidak tepat, ada eommanya di sana masih menyiapkan sarapan bersama pembantunya.

"Untuk siapa? Anak idiot itu? Sebanyak itu? Kamu mau membuat anak idiot itu sebesar apa? Lama-lama tubuhnya seperti ba..."

"Eomma!" Dan kata-kata kasar yang dilontarkan eommanya terpotong karena suara Ryujin yang keras.

"Kakak kurus banget sekarang, bagaimana eomma lihat kakak seperti itu!"

"Aku tidak peduli bahkan anak itu mati sekalipun aku tidak peduli!"

Mata Ryujin memerah menahan marah dan sedih mendengar kata-kata eommanya.

"Eomma!" Suara riang itu membuat Ryujin menoleh, itu Jiny yang baru datang dan tiba-tiba memeluk eommanya dengan riang.

Eommanya yang baru tersadar reflek menolak tubuhnya. Ia sebenarnya ingin sekali memukul kepala anak itu lagi tetapi melihat perban di kepala anak itu membuatnya mengurungkan niatnya.

Kemarin kepala anak itu bocor akibat ulahnya. Ia melempar pisau dapurnya ke kepala Jiny karena anak itu terus mengganggunya yang sedang memasak.

"Eomma masak apa? Roti kesukaan Jiny?" Mata Jiny berbinar-binar menatap eommanya. Ia berusaha bangun dan mendekati eommanya lagi untuk menempeli tangan eommanya.

Tetapi eommanya menolaknya kembali. Ryujin langsung menahan tubuh Jiny agar tidak terjatuh ke lantai lagi. Eommanya dengan marah meninggalkan dapur. Moodnya rusak karena Jiny.

"Jiny udah jangan dekat eomma!"

"Eomma kemana?"

"Jiny kenapa turun?"

"Ryujin lama"

Akhirnya Ryujin memilih sarapan di ruang makan bersama, karena Jiny tidak mau naik ke atas lagi. Ryujin sudah memaksanya tetapi Jiny tidak bisa dipaksa, mau tidak mau mengikuti keinginannya daripada ia menangis nantinya.

Dan apa yang Ryujin takuti terjadi, appanya mengamuk karena melihat Jiny ikut sarapan bersama mereka. Lemparan piring itu tepat mengenai wajah Jiny yang sedang menyuapkan makanannya. Ryujin tidak bisa menahannya. Jiny langsung menunduk dan menangis. Tangisannya membuat hati Ryujin perih sehingga ia langsung memeluk Jiny untuk menenangkannya.

Darah segar pun menetes dari hidung Jiny akibat piring keramik tadi.

"Dia hanya makan apa salahnya!" Ryujin marah sambil mengusap-usap darah dari hidung Jiny dengan tisu. Jiny menangis keras, karena sangat ketakutan dan sakit. Melihat wajah Jiny seperti itu adalah kelemahan Ryujin.

"Kak, kita ke kamar yuk!"

"Hiks... Hiks... "

"Kak, kita makan di kamar aja"

"Biarkan dia makan di kamar sendiri dan kamu makan di sini!"

Appanya malah bangkit dari kursinya dan menarik paksa Jiny di kamarnya. Ryujin langsung berusaha menahan appanya.

"Appa sudahlah! Appa jahat banget! Appa!!!" Airmata Ryujin menetes melihat kakaknya diperlakukan seperti binatang, Jiny diseret dan ditendang lalu dikurung appanya di kamarnya.
Bahkan makanannya tadi belum habis ia makan.

Ryujin berusaha membuka pintu kamar Jiny yang kuncinya telah disita appanya.

"Kamu bersiap-siap dan pergi sekolah! Ga usah mengurusi anak idiot itu, tidak ada untungnya."

Ryujin hanya menangis, ia bisa apa jika appanya sudah marah. Appanya sama sekali bukan lawannya.

"Bagaimana aku pergi sekolah dengan tenang?" Airmatanya masih menetes saat ia melihat pantulan dirinya yang telah berseragam rapi di depan cermin. Seragamnya saja yang rapi, tidak untuk rambutnya, ia bahkan tidak menyisir rambutnya dan hanya menggulungnya asal ke atas.

"Mau pergi sekolah juga tidak mood" Ryujin bermonolog sendiri sambil mengambil tasnya malas. Sebelum berangkat sekolah ia berhenti di depan kamar Jiny dan masih terdengar tangisan dari sana.

"Kak aku pergi sekolah ya, kak nanti aku pulang jangan nangis lagi"

Dan tidak ada sahutan dari Jiny.

"Oh iya, Jiny, aku pergi! Jiny jangan menangis lagi, nanti aku pulang bawa makanan banyak untuk Jiny"

"Mmmm" Walaupun Jiny masih menangis tetapi ia masih menyahut.

Ryujin menghela nafasnya, ia ingin melihat Jiny saat ini dan memastikan Jiny baik-baik saja.

Tetapi ia tidak mau membuat masalah pagi ini menjadi semakin rumit dan kakaknya akan kembali disiksa. Karena appanya marah seperti orang gila jika itu menyangkut antara Jiny dan dirinya.

***

Our Baby [ Ryujin ❣ Hyunjin ❣ Yeji ]Onde histórias criam vida. Descubra agora