Tiga

5 1 0
                                    


Setelah berpamitan pada ayah dan ibu, aku berangkat sekolah seperti biasanya. Kedua adikku juga berangkat bersamaku, tetapi kami berpisah di pangkalan angkot karena aku harus naik angkot. Lalu ayah dan ibuku juga berangkat bekerja, ibu dan ayah menaiki sepeda untuk sampai ke tempat mereka bekerja. Ayah dan ibuku sangat bekerja keras untuk bisa membiayai kami, mereka adalah orang tua yang tangguh. Semoga Tuhan senantiasa menjaga orang tuaku, amin.

Di dalam angkot aku juga bertemu dengan beberapa temanku dan beberapa kakak kelas. Oh iya, uang saku yang diberikan ibuku hanya cukup untuk membayar angkot pulang pergi ke sekolah, meskipun demikian aku sangat berterima kasih pada ibuku. Bagiku, aku sudah bisa sekolah itu sudah cukup, aku tidak bisa menuntut lebih pada orang tuaku. Aku tahu keadaan keluargaku tidak memungkinkan untukku menuntut sesuatu yang lebih, setidaknya aku tidak berjalan kaki ke sekolah. Bersyukur dan bersyukur itu yang ku yakinkan pada diriku dan adik-adikku. Adik-adikku juga sama sepertiku, mereka memahami kondisi keuangan keluarga kami sehingga mereka juga tidak menuntut lebih pada orang tua kami. Mereka akan menerima berapapun uang jajan yang diberikan ibu pada mereka tanpa mengeluh. Meskipun mereka masih kecil, namun mereka bisa memahami. Ayah selalu menasihati kami agar selalu bersyukur, dan mengingatkan kami bahwa ada yang lebih kurang beruntung daripada kami. Ayah selalu bilang, pandanglah ke atas agar kami selalu semangat menggapai impian kami, dan lihatlah ke bawah agar kami senantiasa bersyukur. Nasihat-nasihat ayah selalu ku resapi dan ku masukkan kedalam hati.

Sesampainya di sekolah, aku masuk ke dalam kelas dan mengikuti pelajaran. Ketika jam istirahat tiba, semua teman-temanku berhambur menuju kantin.

"Sar, ke kantin yuk!" Ujar Hana

"Ah, kamu saja Han, aku mau membaca buku saja." Ujarku

"Oke, atau mau nitip sesuatu?" Tanya Hana

"Tidak, terima kasih Han." Ujarku

Hana mengangguk dan pergi ke kantin dengan yang lain. Aku membuka buku yang ku pinjam dari perpustakaan kemarin. Aku membaca sebuah novel inspiratif, aku membaca dan memahami setiap jalan ceritanya. Lembar-lembar mulai berganti, kisah ini sangat menyentuh. Aku pun merenung, kisah seorang anak ini hampir sama denganku. Dia juga berasal dari keluarga yang sederhana, namun dia tak pernah takut untuk bermimpi. Dia berjuang dengan keras untuk menggapai mimpinya, tak ada yang tak mungkin untuk diraih begitulah katanya. Aku kembali melanjutkan bacaanku, tiba-tiba Hana datang dan memberiku sebotol air minum, aku bingung menatapnya.

"Ambillah Sar, kamu pasti haus setelah membaca." Ujarnya tersenyum

"Ah, untukmu saja Han." Jawabku juga tersenyum

"Ambillah, tanganku sudah pegal ini. Setidaknya hargai aku, bukannya kita berteman?" Ujarnya

Sebenarnya aku tidak enak pada Hana, aku hanya tidak ingin merepotkan orang lain. Tetapi melihat Hana yang tulus, aku pun menghargai ketulusannya.

"Baiklah, terima kasih Han." Ujarku tersenyum

"Ah sama-sama Sar." Ujarnya dengan senyuman merekah di wajah cantiknya.

Hana duduk disebelahku, dan bertanya apa yang ku baca. Aku menjelaskan padanya bahwa aku sedang membaca novel inspiratif, dia mengangguk mengerti. Bel masuk pun berbunyi, segera ku simpan novel yang ku baca dan menyiapkan buku pelajaran. Tak berselang lama Bu Ina datang, dan pelajaran pun dimulai.

Jam istirahat kedua, semua siswa berhambur kembali ke kantin. Namun tidak dengan aku dan Hana, tumben sekali Hana tidak ke kantin. Aku pun mengeluarkan bekal yang ku bawa karena perutku sudah terasa lapar, aku juga menawari Hana untuk makan bersamaku.

"Benarkah aku boleh makan bersamamu Sar? Nanti kalau aku habiskan bagaimana?" Ujar Hana

"Iya Han, tapi maaf bekalku hanya begini. Mungkin kamu tidak suka." Ujarku

"Ah tidak Sar, aku suka kok. Siapa yang menyiapkan bekal ini?" Tanya Hana

"Ibuku yang menyiapkannya, kalau kamu mau kita bisa berbagi." Ujarku

"Kamu beruntung Sar, aku iri padamu." Ujar Hana

"Kenapa? Ini hanya bekal sederhana Han, pasti di rumahmu lauknya jauh lebih enak, benar bukan?" Ujarku

"Memang benar lauknya lebih enak, tapi yang aku membuatku iri adalah perhatian ibumu Sar. Mamaku mana pernah membuatkan bekal untukku." Ujar Hana sedih

"Mungkin Mamamu sibuk Han, tapi bukan berarti Mamamu tidak mau membuatkan bekal untukmu. Cobalah utarakan pada Mamamu, mungkin mulai besok Mamamu akan membuatkan bekal untukmu. Sudah jangan sedih, ayo kita makan sebelum waktu istirahat selesai." Ujarku

Hana tersenyum dan makan bersamaku dengan lahap, sungguh dia teman yang baik dan tak pernah membeda-bedakan teman. Dia memang berasal dari keluarga yang berada, tapi tak ku sangka dia kekurangan kasih sayang. Aku berharap Hana bisa mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Setelah selesai makan, aku mengajak Hana ke musala untuk beribadah. Di musala, kami bertemu dengan Kak Kevin. Hana berbisik padaku "Sar, Kak Kevin dari tadi lihatin kamu tuh!". Aku hanya tersenyum menanggapi pernyataan Hana, pasalnya aku mengira Hana hanya menggodaku saja.

"Nit, sampai ketemu nanti sepulang sekolah!" Ujar Kak Kevin lalu pergi bersama teman-temannya.

Aku menjawabnya dengan sebuah senyuman. Hana semakin menggodaku dengan hal-hal tentang Kak Kevin, aku hanya menganggapnya bahwa Hana hanya bercanda dan hanya menggodaku. Setelah selesai salat, kami pun masuk ke kelas untuk mengikuti pelajaran berikutnya. Akhirnya jam sekolah sudah selesai, kami pun membereskan buku-buku dan berdoa. Hana mengantarku sampai di ruang musik, dan setelah itu pulang. Setelah kepergian Hana, Kak Kevin datang. Dia menyapaku dan duduk disebelahku. Kami pun mulai latihan tanpa menunggu Pak Reno dan Bu Ina. Aku lebih banyak diam ketika tidak latihan, itu karena aku belum begitu akrab dengan Kak Kevin. Pak Reno dan Bu Ina akhirnya datang, mereka bilang harus rapat jadi agak terlambat. Kami pun melanjutkan latihan. Tak jarang Bu Ina mencontohkan gesture ketika berpuisi, aku mulai mencoba untuk mengekspresikan lirik puisi yang ku baca beserta gesturenya. Kak Kevin terlihat sangat bagus melakukan itu, aku akui Kak Kevin terlihat keren ketika membaca puisi.

Setelah di rasa cukup, latihan hari ini diakhiri. Kami pun pamit untuk pulang.

"Nita, kamu mau pulang kan?" Tanya Kak Kevin

"Iya kak, eh tunggu tapi kenapa selalu memanggiku Nita?" Ujarku

"Oh tidak apa-apa, aku hanya suka memanggilmu Nita. Apa kamu keberatan?" Ujarnya

Aku menggeleng.

"Kalau begitu baiklah Nita, aku akan mengantarmu pulang!" Ujarnya

Aku masih mencerna kata-kata terakhir Kak Kevin, apa aku tidak salah dengar. Kak Kevin menyadarkan lamunanku.

"Apa kamu keberatan?" Tanyanya lagi.

"Ah bukan begitu kak, hanya saja aku tidak mau merepotkan kakak. Jadi aku pulang sendiri saja, terima kasih kak." Ujarku lalu pergi dari hadapan Kak Kevin.

Aku berjalan ke pangkalan angkot, sedangkan Kak Kevin masih mematung. Bukan maksudku menolak, tetapi hanya saja aku tidak mau merepotkan orang lain, hanya itu alasanku. Aku memikirkan sikapku kepada Kak Kevin, apa dia akan marah padaku, ah entahlah aku tidak tahu. Aku pun segera naik ke angot dan pulang.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 27, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Kembali Ke Masa LaluWhere stories live. Discover now