"Bilang saja di mana Rik tua tukang tipu itu? Gue nggak punya urusan sama Lo!"

"Anggap aja Rik sudah mati! Urusannya sekarang jadi urusan gue! Apa mau kalian?!"

Tiga preman yang terdepan saling bertukar pandang. Sebelum akhirnya memutuskan untuk setengah mempercayai ucapannya.

"Rik tua punya hutang taruhan dengan bos Nyoman Wahik."

"Hutang apa?" ia bertanya. Bukannya Olie tidak tahu kebiasaan sinting kakeknya bertaruh apa saja. Laki-laki berdarah portugis itu pasti meninggalkan hutang taruhannya di setiap pojokan yang dilewati udara.

"Berapa memangnya hutangnya?"

Kalau hanya beberapa juta ia mungkin bisa pinjam suami Sani sementara. Dari pada menanggung resiko orang-orang ini mengikutinya sampai ke rumah....

Laki-laki gondrong yang terdepan mengeluarkan lembaran kertas kusut dari saku depan rompinya, melembarinya sebelum mengangsurkan kepada Olie.

"Empat ratus tiga puluh lima juta...."

Hah?!!... Kakeeekkk....??!! Dasar bangkot tua ayan sialan!!!

Kapan dia keluar dari rumah untuk berjudi sampai membuat hutang sebanyak ini?!

"Ngigau Lo! Bangkot itu nggak pernah keluar rumah seumur umur, gimana bisa dia punya hutang sebesar itu?!"

"Nggak percaya?? Tanya aja langsung sama bandarnya! " Prasongko menyodorkan layar ponsel yang menyala di depannya.

Olie mengerjap sekali. Sialan! Bahkan preman jalan sekalipun sekarang lebih ngerti teknologi dari pada dirinya. Kalau sampai benda itu terpegang olehnya, Olie hanya akan mempermalukan dirinya sendiri karena bahkan ia tidak bisa membuat benda itu menyala.

"Gue bakal bayar hutangnya.... tapi tidak bisa semuanya sekarang.... gue cicil sebagian kayak kemarin...."

Prasongko mengangguk-angguk, "Mendingan begitu.... dari pada kita kembali dengan tangan kosong."

"Tapi gue nggak mau ada orang orang kalian di dekat rumah ini. Mending kalian ikut aja ke ATM."

Mereka mengangguk-angguk bersepakat, dan Olie berbalik ke rumah untuk berpamitan pada Sani sekaligus menitipkan Anya untuk sementara.

"Emang kamu punya uang buat bayar hutang sebesar itu?" Sahabatnya bertanya cemas dan dijawab Olie dengan gelengan.

Yang terpenting sekarang adalah menjauhkan orang-orang kasar ini dari lingkungan tempat tinggal sahabatnya. Setelah itu ia harus memikirkan cara melepaskan diri dari mereka. Kembali ke rumah tanpa dibuntuti kalau tidak ingin membawa kekacauan ke rumah pantinya yang tenang.

Olie mengendarai pick up tuanya yang sudah penuh dengan muatan laundry. Seharusnya ia bisa langsung pulang setelah mengambil gorden dan kelambu-kelambu ini, juga obat herbal untuk encok kakeknya. Tapi Anya ingin main sebentar karena Destin anak Sani punya mainan robot baru. Lalu tiba-tiba pintu sudah digedor dari luar bahkan sebelum Olie menghabiskan jusnya.

Gadis itu melajukan pick up-nya lambat lambat. Dari kaca spion, MPV preman-preman itu mengikutinya dengan kecepatan yang sama.

Sekarang bagaimana ia harus melepaskan diri dari mereka? Bagaimana ia bisa kembali ke rumah Sani untuk menjemput Anya dan pulang tanpa dibuntuti? Karena jelas ia tidak punya uang untuk membayar hutang yang mereka sebutkan.

Olie mendesah, bergantian mengawasi antar bayangan MPV di kaca spionnya dan pemandangan jalan di depannya. Aneh sekali bagaimana ia tidak pernah belajar walaupun sudah tahu betul kalau kebohongan hanya akan membuatnya terperosok masalah lebih dalam setiap kali. Sekarang ia tidak bisa melihat jalan keluar dari orang-orang ini.

 GREY LOVEWhere stories live. Discover now