36# Kau Akan Membayar Dengan Hidupmu

263 73 10
                                    

Jika Thomas pernah berniat untuk tersenyum, maka ia sudah gagal total menunjukkan senyum ramah. Wajahnya lebih mirip kera Hanuman yang  menyeringai untuk menggigit musuhnya. Olie tidak bisa tidak merasa grogi juga.

"Selamat malam, Nyonya." Pria itu menutup pintu mobil dan membungkuk sedikit untuk menunjukkan rasa hormatnya.

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Tuan Tristan memerintahkan saya untuk mengawal Nyonya dari jauh. Kalau sewaktu-waktu Nyonya menelpon Rumah Besar atau orang-orang di sana, saya diperintahkan untuk langsung menjemput Nyonya. Karena itu artinya Nyonya sudah siap pulang."

Omong kosong! Olie melotot lebar. Ia sudah menduga kalau Rumah Besar Barma tidak akan melepaskannya dengan mudah. Tapi ia tidak menyangka mereka akan mengawasinya seketat ini.

"Aku tidak berniat untuk kembali ke sana. Apa Tristan tidak memberitahumu?!"

"Tapi... Nyonya sudah menelpon Rumah Besar... Bukankah itu artinya Nyonya sudah tidak marah dan siap pulang?"

"Aku tidak marah! Siapa yang bilang aku marah! Aku tidak marah pada siapapun di rumah itu. Aku pergi dengan baik-baik dan tidak berniat kembali ke sana!"

"Ya.... Tapi.... " Thomas mengeremik dan bermain dengan tepian topinya, tidak tahu harus menanggapi bagaimana.

"Aku menelpon Tristan karena ingin mencari tahu sesuatu.... Mungkin kau saja bisa membantu.... Kau bisa melacak nomor telepon yang menghubungi HP ini?" Olie menunjukkan halaman riwayat panggilan dan pada Thomas.

Sopir itu mendekat, tapi tampaknya dia sama tidak pahamnya dengan Carolina.

"Say... Saya tidak mengerti, Nyonya.... "

Olie menghentak kaki dengan kesal, "Kau ini.... Masa' teknologi seperti ini saja kau tidak tahu? Bukannya kau juga main HP seperti orang-orang lain?"

"Nyonya juga tidak tahu..."

Ck...! Dia benar.

"Kau ini kan tinggi besar! Kalau kau tidak bisa menggunakan kepalamu untuk mencari tahu caranya melacak nomor ini, paling tidak gunakan badanmu yang besar itu untuk berpikir!" Olie sewot. Rasanya semakin lama ia menunggu, kemungkinannya bisa mengejar lokasi nomor itu akan semakin kecil.

"Saya tidak bisa..., tapi saya mungkin tahu siapa yang bisa, Nyonya!"

"Benarkah? Kalau begitu tunggu apa lagi?" Olie keluar pagar dan memutari mobil untuk naik ke kursi penumpang, "Dan bawa sepeda itu juga. Aku tidak mau kehilangan sepeda baruku! "

Thomas membukakan pintu untuknya sambil berpikir bagaimana ia harus membawa sepeda sebesar itu. Tetapi akhirnya ia memasukkannya ke bagasi dan membiarkan pintu kapnya tetap terbuka karena tidak cukup.

Mereka bisa ditangkap polisi. Tapi mendapat surat peringatan lebih ringan di perasaan dari pada mendengarkan omelan majikannya yang satu ini.

Thomas membawanya ke sebuah van hitam besar yang mangkal di persimpangan tak jauh dari lokasi rumah tinggal Hector. Olie tidak mengerti bagaimana ia bisa melewatkan begitu saja keberadaan van itu. Padahal dia bersepeda memutari kompleks sampai dua kali tadi.

"Mereka juga suruhannya Tristan?" Ia bertanya sambil menyaku kedua tangan di saku belakang jeans, saat Thomas mengetuk pintu samping mobil.

"Mereka bagian dari tim keamanan Rumah Besar Barma."

Pintu digeser membuka dan seorang laki-laki muda dengan kaus hijau dan headset di atas topinya memandang penuh pertanyaan.

"Nyonya Carolina Barma ingin menanyakan sesuatu."

 GREY LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang