Bab 36

113 30 10
                                    

"Kak Ar.." panggil seseorang yang kuyakini ini adalah suara Mawar.

Aku hanya berdehem tanpa mau menatap Mawar karena kepalaku masih terasa pening akibat kedatangan Bayu. Ia mengingatkan aku pada kejadian naas itu dengan Arshiy yang merelakan dirinya musnah demi keselamatan nyawa dan ragaku.

"Kak Ar! Ini pop ice taro yang kak Ar pesan!" Seruan Mentari sambil berlari tepat di hadapanku membuatku mendongak dan menerima minuman itu.

"Makasih ya. Mana Kay? Ehm, maksudku Al dimana?" Tanyaku dengan melihat sekitar, tak menemukan batang hidung Kay berada.

"Kak Ar marah ya sama Mawar?" tanya Mawar dengan mata berkaca-kaca dan kedua tangannya saling bertautan.

Aku tersenyum tipis dan menggeleng pelan, tangan kananku mendekatkan Mawar padaku agar bisa ku peluk nyaman.

Aku sedikit membungkuk karena tangan kiriku masih betah memeluk erat tubuh mungil Pandan. Kini, aku seperti seorang ibu yang tengah mengajak ketiga anaknya main di mal. Wah, aku jadi setua itu. Tak apalah, aku juga betah kalo sama gadis kecil manis, apalagi ini tiga gadis kecil yang hampir kembar.

"Kakak cuma ga mau ganggu kalian main. Jadi kakak disini aja sama Pandan," jawabku tetap mengelus lembut punggung Mawar.

"Ehem!" Sebuah deheman terdengar membuat pelukanku dan Mawar renggang, aku mendongak dan melihat Stospish tengah berdiri tepat di sebelah Mentari.

Aku menelan saliva dengan susah karena aku sangat bingung, alasan apa yang bisa ku ucapkan saat ini?

"Hai, err..tidak tidak! Hey, kebetulan disini? Oh tidak bagus! Kata apa yang harus terlontar?? Oh my God! Lieur nih pala.." batinku berujar memikirkan kata yang cocok.

"Bisa ikut aku?" Tanya Stospish dengan memalingkan wajah, air mukanya tampak masam dan sedikit terlihat sendu.

"Ehm.. Pandan sini dulu ya, main sini aja ya Mawar sama Mentari," pamitku dengan meletakkan Pandan pada kursi yang ku duduki.

Ketiga gadis ini tersenyum dan mengangguk patuh, aku pun memakaikan bando itu di sela poni. Usai memastikan mereka berada pada jangkauanku, aku berjalan mengikuti Stospish yang membawaku entah kemana.

"Tunggu! Jangan terlalu jauh. Aku tak bisa pantau mereka," ucapku dengan tetap mengikuti arah jalan Stospish yang tak menggubris ucapanku.

"Hei. Kita mau kemana sih? Sudah cukup sini aja, kamu mau bicara apa! Aku sudah terlalu jauh dari mereka.." seruanku mampu membuat kakinya berhenti tanpa mau berbalik padaku.

"Tatap orang yang mau kamu ajak bicara. Jangan membelakangi seperti ini.." ucapku sedikit frustasi karena Stospish terdiam seribu bahasa dengan aura dingin.

"Apa kesalahanmu?" Tanya Stospish yang lebih seperti menyindir.

"Berbohong, mungkin itu yang ada di pikiranmu. Okey, aku iyakan apa pendapatmu karena emang itu hal wajar ketika kamu marah," jawabku dengan menyenderkan punggung pada dinding di sisi kanan.

"Kenapa?" Tanyanya lagi tetap dengan membelakangiku.

"Kenapa aku berbohong? Ku jelaskan, aku tak berbohong. Aku aja gatau mau di ajak jalan, ku kira ya di rumah aja. Lalu jika kamu menanyakan kenapa aku iyakan? Karena seseorang yang marah, takkan mau mendengarkan hal yang disangkalnya," jawabku dengan melipat kedua tangan bersedekap.

"Siapa?" Tanyanya lagi semakin tidak jelas.

"Bisa kamu perjelas apanya yang siapa? Dan sekali lagi aku bilang, tatap lawan bicaramu!" Sahutku sedikit kesal.

Stospish berbalik, ia menghadap tepat di depanku dan ia menatap mataku dengan sedikit kemarahan(?) Entahlah.

"Siapa yang mengajakmu? Siapa mereka? Dan siapa yang marah?" Tanyanya dengan mengernyitkan dahi dan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.

LOLWhere stories live. Discover now