Chapter 4 : Mata Ketiga

332 17 1
                                    

Pelariannya sebagai Vampir selama ratusan tahun akhirnya terungkap oleh seorang gadis detektif muda. Tiga bulan yang lalu Fang menjadi seorang tukang sapu di sebuah rumah sakit. Biasanya ia hanya mengambil kantung donor satu liter darah setiap hari. Tapi bulan merah membuat rasa hausnya berlipat ganda dan tak terkendali. Maka pada hari itu ia mencoba untuk mengambil darah sebanyak lima belas liter dan telah ia masukkan dalam ember yang tertutup.

Fang berjalan dengan hati-hati di sebuah lorong menuju pintu belakang rumah sakit. Sedikit lagi Fang benar-benar keluar dari rumah sakit. Gadis detektif itu berjalan mendekat, Fang juga mendekatinya. Saat mereka berpapasan, perut Fang terasa dan tubuhnya agak lemas. Fang tidak bisa menahan rasa itu dan terjatuh. Lalu gadis detektif muda yang diketahui bernama Ella Fullheart itu, mencoba menolongnya. Tanpa sengaja gadis itu melihat ember yang dibawa Alex Fang. Ella langsung menuduh Fang sebagai penadah donor darah.

"Kau pasti akan menyelundupkan darah-darah ini kan?" Ella menggertak layaknya satpam memergoki seorang pencuri.

"Tidak aku tidak akan menyelundupkan atau pun menjualnya." Fang membela dirinya. Telapak tangannya bergerak untuk meyakinkan bahwa dirinya tidak bermaksud menyelundupkan.

"Lalu apa? Untuk apa darah sebanyak ini kalau bukan untuk diselundupkan?" gadis itu bertanya lagi.

"Aku tak bisa mengatakannya. Yang jelas bukan untuk dijual," jawab Fang dengan pembelaannya. 'Mana mungkin aku mengatakan yang sebenarnya', Fang membatin.

Fang akhirnya ditangkap oleh Ella dengan modus penyeludupan darah. Lalu Ella membawanya ke kantor, di mana para penjahat seperti Fang diintrogasi.

'Tak mungkin aku membuka rahasia diriku yang sebenarnya,' ucapnya dalam hati saat Ella mengintrogasi Fang di dalam kantor. 'Alat Lie Detektor pun tak akan berfungsi buatku. Heh. Karena aku adalah makhluk dengan hati paling dingin sedunia, hatiku telah lama mati,' ia berbisik lirih sambil melihat gadis itu menyerah dari introgasi terhadap dirinya.

Ella kemudian mengalihkan perhatiannya ke sepuluh orang yang diduga telah membunuh seorang polisi. Mereka diintrogasi di ruangan sebelah. Di dekat pintu, Fang berdiri dan tiba-tiba mengendus sepuluh orang pelaku itu seperti mencium aroma masakan. Entah apa yang membuatnya seperti itu.

Fang merasa darah tiga orang dari sepuluh pelaku itu adalah darah seorang pembunuh. Rata-rata tekanan darah pembunuh yang sangatlah cepat. Kestabilan dari darah rendah bisa menjadi tinggi hanya dalam hitungan menit. Apalagi saat si pembunuh mengalami masa tertekan atau depresi.

Setelah Fang menganalisis detak jantung, saat ketiga orang itu berbicara, Fang tahu orang yang berbohong dan bicara jujur. Kedua orang yang dicurigainya berbicara dengan begitu tenang dan selalu memandang ke lawan bicaranya. Tapi salah seorang pelaku yang diketahui bernama Karl Bukep, seperti salah tingkah dan terlalu banyak bicara. Kadang-kadang selalu menengok ke kanan dan ke kiri tak beraturan.

"Hei kau," Fang menyela di tengah introgasi. Ia berjalan dari pintu dan berdiri di samping Ella. "Sudahlah, mengaku saja. Kau kan, yang membunuh polisi malang itu? Dari cara kau bicara dan tingkahmu aku dapat mengetahuinya."

"Kau jangan menuduh sembarangan. Aku, aku tidak bersalah. Memangnya siapa dirimu? Main masuk begitu saja." Orang yang ditanya tergagap. Lalu Fang membuka bagian badannya yang ternyata ada bercak darah segar. Lantas wajahnya berubah kesal dan pasrah.

Kemudian Ella menganalisis sempel darah-darah itu di lab, dan hasilnya sama persis dengan darah si polisi malang. Akhirnya Ella menangkap pelaku itu dan memenjarakannya.

Ella terkagum-kagum terhadap kemampuan Fang saat menganalisis pelaku itu. Ella berpikir sejenak sambil memukul pelan keningnya dengan jari telunjuk. Ia tersenyum, sepertinya ia mendapat sebuah ide. Kemudian Ella memberi Fang dua buah pilihan. "Alex Fang, aku memberimu kesempatan untuk memilih." Ella berputar mengelilingi meja kerjanya. Saat tepat di kursinya ia berhenti, lalu duduk di kusi itu.

"Oke. Sekarang pilih salah satu. Kau bekerja untuk C.I.A di departemen rahasia atau kau ingin dipenjara dengan hukuman selama sepuluh tahun? Karena kau telah mencuri darah pendonor dari rumah sakit. Silakan, pilihan ada di tanganmu." Ella mengangkat bahunya saat ia selesai bicara. Lalu menyatukan jari-jemari lentik kedua tangannya yang ada di atas meja dan ia sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan.

Lagi-lagi Alex Fang merasa mual dan agak lemas. 'Sial tatapan gadis itu   lagi-lagi membuatku   seperti ini!' Fang berkata dalam hati. Ia memutar bola matanya, lalu memutar badannya dan kembali menghadap Ella.

"Oke. Aku setuju. Aku ikut denganmu, bekerja di C.I.A." Akhirnya tanpa berpikir panjang Fang memilih bekerja membantu Ella sebagai partnernya di departemen CIA, divisi Supranatural  Justice. Lalu ia menjabat tangan Ella dan rasa mualnya kembali ia rasakan.

"Selamat bergabung dengan kami Alex Fang," Ella memberinya selamat yang disertai senyuman.

. . . .

  Jika Ella memiliki kode sandi L artinya Light atau cahaya. Sedangkan aku, Alex Fang memiliki kode sandi Third Eye yang berarti Mata Ketiga atau Hati. Itulah nama yang mereka berikan padaku.

. . . .

Lagi-lagi Fang menulis sebuah paragraf di buku hariannya. Fang terduduk di kursi ala kantornya. Ia memutar-mutar pulpen hitamnya. Rasa lemasnya telah hilang semenjak ia kembali ke rumahnya. Beruntunglah ia sekarang berada jauh dari Ella, si pembuat rasa mual dan lemasnya.

Jam dinding menunjukkan pukul dua belas malam. Seharian bersama Ella membuat Fang ingin sekali tidur, melepaskan lelah. Tapi insomia berkepanjangannya tidak memperkenankan Fang tidur, sejak makhluk mengerikan itu datang padanya. Makhluk itu telah mengubah kehidupannya sebagai manusia. Lalu Fang meninju meja kerjanya dengan geramnya. Hingga benda-benda di atas mejanya terguncang.

"Dasar pengubah Nasib! Kenapa iblis sepertimu tidak membunuhku saja? Untuk apa kau membiarkanku hidup? Dasar Sayap Kelelawar bau! Terkutuklah kau!" Fang mengata-ngatai makhluk mengerikan itu. Lalu matanya memerah seketika.

Third Eye : Supranatural JusticeWhere stories live. Discover now