Chapter 11 : Kau Gila Face!

228 13 0
                                    

Agen Eye, L, Face dan Cat mendekati lantai tiga, setelah mereka mengalahkan teroris yang ada di lantai dua. Tidak seperti lantai dua, lantai ketiga terasa aneh. Udara di tempat itu terasa pengap dan membuat kepala mereka pusing.

Sebuah suara menghentikan langkah mereka. Mereka langsung memasang kuda-kuda dan waspada. Lalu seorang teroris bertopeng masker tertawa dengan napas berat. "Hahaha. Kalian pasti bukan sembarang agen, sampai mampu menembus lantai ke tiga. Tapi langkah kalian cukup sampai di sini."

Agen Cat tiba-tiba roboh. Udara di sekitar lantai itu sangat sedikit dan tipis. Agen L menangkap tubuh Cat. Ia segera memperingatkan Eye dan Face. "Hati-hati, ruangan ini memang dirancang dengan udara yang minim. Tapi kita tidak punya banyak waktu lagi. Kita harus menyelamatkan tuan Putri!"

Agen Face lalu menarik lengan Agen Eye. "Fang, biarlah aku yang menghadapinya. Kalian bertiga tidak cocok bertempur dengan udara setipis ini. Sedangkan aku, aku tidak mempunyai hidung dan mampu beradaptasi dengan ekosistem lingkungan apapun. Kau tahu kan? Aku makhluk percobaan genetik. Kurasa aku mampu menghadapinya."

Agen L tersenyum sambil menyerahkan Cat pada Agen Eye. "Kurasa dia benar Fang."

Agen Eye menganguk dan segera membopong Catleen Miko yang pingsan. Eye hanya tersenyum dingin tanpa mengeluarkan kata-kata. Lalu bergegas melangkah ke lantai berikutnya. Sedangkan Agen L menyusul di belakangnya.

Teroris bertopeng itu sekali lagi tertawa dengan napas beratnya. "Hak hak hak hak. Kau benar-benar bodoh atau tolol? Beraninya kau menghadapiku sendirian. Aku peringatkan, teman-temanku yang lain bahkan lebih kuat dariku."

Agen Face hanya diam memandang lawannya dengan wajah manusianya. Killer Mokakunya bersiap untuk menebas sang musuh di hadapannya. Kuda-kudanya diperkuat supaya ia lebih cepat menyerang dan tidak mudah goyah saat diserang.

"Sebaiknya aku beritahu sebelum kau mati. Kami adalah pembunuh legendaris. Kami dikenal sebagai Tujuh Topeng dari Neraka. Kau juga boleh mengetahui namaku sebelum mati, wahai mutan tanpa wajah. Namaku, Hydro Gendeng. Si gila yang bisa hidup tanpa ada udara. Hahaha."

"Hahaha." Agen Face mengeluarkan tawanya sambil mengernyit heran. "Kau berasal dari tanah Jawa ya? Namamu itu tidak cocok di dataran Prancis, bahkan Eropa."

Hydro Gendeng lalu memecutkan senjata mirip yoyo yang dilapisi pisau pada ujungnya. Agen Face mencoba menghindari serangan yoyo tajam itu. Tapi napasnya yang berat membuat gerakannya menjadi lambat. Sehingga serangan yoyo itu mengenai lengannya dan darah segarpun mengalir begitu saja.

Hydro Gendeng tersenyum puas. "Kau tau, tanpa udara, napas dan gerakanmu menjadi lambat. Lain halnya diriku yang telah berlatih puluhan tahun."

Beberapa kali Face menghindari serangan Hydro Gendeng. Namun tetap saja ia terkena serangannya. Luka memar dan goresan memenuhi tubuhnya sekarang. Sesekali serangan Hydro melemparnya jauh. Wajahnya yang tak berwajah juga lebam di sana sini.

Agen Face sekali lagi menghindar dari serangan Yoyo Pisau yang dilempar Hydro Gendeng. Ia menuju tembok untuk melakukan kamuflase andalannya.

Hydro Gendeng berteriak keras untuk memancing Agen Face keluar dari kamuflasenya. "Haha, kau ingin bersembunyi seperti wajahmu. Kau ternyata seorang pengecut!"

Agen Face ingin meluapkan emosinya setelah mendengar ucapan Hydro, tapi ia menahannya. Ia juga menyadari lukanya yang cukup parah. Mana mungkin ia keluar dan lukanya harus bertambah.

Hydro Gendeng tidak tinggal diam. Ia mengeluarkan semua Yoyonya. "Okey. Rasakan 1000 sengatan yoyo ini! Heya!"

Dalam kamuflasenya Agen Face memang tidak akan terlihat. Tapi tetap saja ia harus menghindarinya, agar yoyo-yoyo tajam itu tidak banyak mengenai tubuhnya. Berpindah kesana kesini. Kembali ke tembok yang telah hancur dan berpindah lagi ke sisi yang lain.

Hydro Gendeng semakin penasaran, di mana keberadaan Agen Face. "Sial! Ternyata kau pandai sekali bersembunyi. Tapi tidak lama lagi kau akan kelelahan dan menampakkan diri!"

Tiba-tiba tetesan darah mulai mengucur dari atap ruangan. Hydro Gendeng tak menyia-nyiakan hal itu. Ia segera mengambil yoyonya dan melemparnya ke sumber tetesan darah itu. Namun Agen Face tidak sempat menghidarinya. Ia telah kehilangan banyak darah. Lalu yoyo itu pun menembus tubuhnya.

"Argh!"

Lalu Hydro Gendeng menyeret tubuh Agen Face ke hadapannya. Dengan angkuhnya dia mencengkeram kepala Face. "Kau tau? Aku paling suka memenggal kepala mangsaku. Karena itu aku dijuluki si Gila atau Gendeng. hak hak hak."

Agen Face mengernyit dalam wajah aspennya. Ia merasakan sebuah pisau belati bersiap menebas kepalanya. Dengan sisa kekuatannya, ia berhasil menahan tebasan pisau Hydro Gendeng menggunakan tangan kirinya. Lalu pisau yang dari tadi berada di tangan kanannya menebas selang kecil yang ada pada masker Hydro Gendeng.

"Kau bukan dewa! Tanpa bantuan masker ini kau tak akan bertahan lama di udara seperti ini."

"Dasar kau bocah!" Hydro mengumpat setelah selang itu terlepas dari maskernya. Ia melepas topengnya dan berusaha menghirup oksigen sebanyak mungkin. Tangannya terus saja memegang dadanya seperti orang berpenyakit asma yang sedang kambuh.

Agen Face setengah terkejut setelah mengetahui wujud asli dari Hydro Gendeng. Yang ternyata seorang kakek-kakek berpenyakit asma. Hydro pun kejang-kejang dan tak lama kemudian ia akan mati.

Agen Face mengubah wajahnya ke bentuk yang asli, wajah empat puluh tahun yang lalu. Ia tersenyum sambil merebahkan diri dan berkata. "Aku lebih Gila darimu, jika kau mengetahui masa laluku."

. . .

Empat puluh tahun yang lalu saat CamLeone belajar di Chanteau Denova, sebuah sekolah di Lyon, Perancis. Leone adalah seorang pelajar tertampan. Banyak gadis yang menginginkan cintanya. Tapi semuanya Leone tolak.

Namun saat Leone mengenal seorang gadis, putri dari seorang profesor Kimia, semua berubah. Leone jatuh cinta padanya. Kalau tidak salah nama gadis itu adalah Minerva. Entah nama belakangnya aku tidak ingat.

Leone menceritakan sebuah kejadian sebelum aku datang menyelamatkannya. Leone dan Minerva sedang mengerjakan tugas kimia. Ternyata hasil rumus mereka salah dan menyebabkan laboratorium terbakar. Api dengan cepat membakar hingga ke gedung sebelah. Leone atau sekarang dikenal sebagai Agen Face, berusaha melindungi Minerva agar tidak terkena api dan kayu yang jatuh. Sungguh malang, aksi kepahlawanannya membuat wajahnya menjadi cacat.

Beruntunglah mereka. Jika aku tidak menolong mereka mungkin mereka telah tewas saat itu juga. Aku kebetulan sedang berlibur di Perancis saat itu.

Karena wajah Leone cacat dan jelek akibat terbakar api, Minerva mencoba menjauhinya. Ia malu dan hubungan mereka pun putus. Leone frustasi. Ia mencoba berbagai rumus genetika dan struktur kulit, agar wajahnya kembali seperti semula. Tapi tak ada satupun yang berhasil.

Hatinya pun hancur saat ia mendengar Minerva telah menikah dengan laki-laki lain. Leone diusir ketika ia datang di pesta pernikahannya.

Frustasinya menjadi-jadi. Saat ia akan bunuh diri, menjatuhkan diri dari lantai teratas sebuah gedung. Kebetulan lagi atau takdir? Aku tak tahu. Aku pun menolongnya untuk kedua kalinya. Aku mengatakan bahwa Leone dan aku senasib.

Aku juga mengatakan bahwa sebenarnya aku tak ingin mempunyai kehidupan abadi dan menjadi makhluk penghisap darah. Sepertinya setelah beberapa hari berikutnya ia terinspirasi oleh ceritaku yang mungkin tidak patut ditiru oleh siapapun. Dari ceritanya ia mengatakan setelah beberapa hari bertemu denganku, ia melakukan percobaan gila, yang aku sendiri mungkin tak berani melakukannya. Ia menyuntikan sejenis plastik, serat manusia dan DNA bunglon ke wajah dan tubuhnya.

Kau gila Face!

. . . .

"Cinta membuat seseorang gila dan belajar tentang hidup. Pahlawan tidak memiliki Cinta tapi Pahlawan memiliki Hati. Itu yang dibutuhkan Dunia!" Agen Face memejamkan matanya. Ia masih berbaring di ruangan yang mulai berudara segar. Setelah Face melempar pisaunya dan memecahkan jendela kaca.

Third Eye : Supranatural JusticeWhere stories live. Discover now