Chapter 33; The Thing Why I Love You

3.1K 500 173
                                    

Jimin membiarkan saja Jooheun berbuat sesuka hati, dalam hal ini yaitu mengabaikannya dan memilih berdiskusi dengan Yoongi. Lagi pula, wanita itu nampaknya senang-senang saja diajak berdiskusi perihal pekerjaan, Jimin masih ingat berapa kali wanita itu merengek padanya agar diberikan pekerjaan, mengeluh bosan sebab diputus jabatan membuatnya tak memiliki kegiatan. Jimin tidak ambil pusing karena mencegah pun percuma, istrinya kelewat keras kepala. Anggap saja dirinya sedang berbaik hati pada wanita itu, meskipun Jooheun yang melulu memandang Yoongi intens itu benar-benar sesuatu yang menyebalkan.

Jooheun kerap kali memuji Yoongi yang begitu cerdas dan kompeten, bagaimana wanita itu tidak kehilangan pemikiran meskipun sedang rehat dari jabatannya. Entah itu kebenaran atau sarana menarik perhatian, bagi Yoongi hal itu biasa-biasa saja karena pujian macam itu bukan sesuatu yang asing. Pujian nomor satu yang membuatnya meletup kesenangan meskipun hanya teringat saja masihlah ketika Jimin mengomentari masakannya yang membaik dari hari ke hari. Alasan rengekannya kian berkurang sebab Yoongi memiliki kegiatan lain, entah belajar memasang bersama bibi Yoon, atau sekedar membaca resep masakan rumahan jika tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.

"Aku tidak datang untung membantu membuat keputusan, semua kewenanganku sudah dicabut dan suamiku yang berhak membuat keputusannya." ujar Yoongi ketika diskusi itu mencapai tahap akhir. Jimin anteng saja sedari tadi memeriksa berkas-berkas terkait kerjasama bersama perusahaan Jooheun.

Jooheun kini memandang Jimin yang tidak terusik sama sekali, membuatnya bertanya-tanya bagaimana jalan pikiran pria itu karena terlihat santai-santai saja saat dirinya mencoba mendekati Yoongi.

"Aku sudah memutuskannya," Jimin membuka suaranya, membuat Jooheun tersentak dari lamunannya terhadap pria itu.

"Aku merasa kurang setuju di beberapa poin." lalu Jimin menunjukan berkas kerjasama mereka, menunjuk beberapa poin yang menurutnya kurang berkenaan. Perbedaan daerah dan kultural menjadi penyebab utama, Jimin mengingatkan jika kontrak tidak bisa begitu fleksibel seperti di Amerika karena di Korea juga memiliki aturannya sendiri.

Akhirnya Yoongi bisa duduk dengan tenang dan memandangi suaminya yang tengah serius membicarakan sesuatu dengan Jooheun. Jimin jarang sekali terlihat seserius itu karena dia lebih sering santai dan menjengkelkan. Tapi, kalau sudah serius begitu, Yoongi bisa senyum-senyum sendiri karena pria itu berkali lipat lebih tampan.

Sssst, jangan meledek Yoongi! Dia hanya sedang belajar untuk tidak menutupi apa pun sebab statusnya dengan Jimin kini sudah berubah menjadi suami istri. Apalagi hormon kehamilannya membuatnya selalu ingin melihat pria itu. Bayi-bayinya, pasti akan sangat memihak Jimin kalau sudah lahir nanti.

Meskipun Jimin dan Yoongi tidak memperlihatkan kemesraan yang 'wajar' sebagai suami istri, namun Jooheun seolah merasa jika di hadapannya ada tembok menjulang nan tebal yang mencegahnya bahkan ketika hanya berpikir untuk mendekati Min Yoongi. Bukan hanya tentang wanita itu yang kini tengah hamil, tapi sesuatu yang tak tergoyahkan sejenis 'kepercayaan'. Bukannya Jooheun ingin merusak rumah tangga Yoongi dan suaminya, ia hanya ingin tahu adakah celah, jika iya mungkin niatnya akan berubah, namun nampaknya dinding tebal itu sudah serupa benteng, tidak mungkin dihancurkan hanya sebuah rayuan.

"Jimin, aku ingin ke toilet."

Jimin hendak beranjak untuk mengantarkan Yoongi, tapi wanita menggelengkan kepalanya, menyuruh Jimin untuk tetap tinggal dan meneruskan kesepakatan. Dia bilang akan meminta Jungkook untuk mengantarnya. Akhirnya Jimin mengiyakan dan memanggil Jungkook untuk mengantar Jungkook ke kamar mandi.

Setelah wanita itu keluar bersama sekretarisnya, Jimin duduk tenang kembali dan meminta Jooheun untuk melanjutkan.

"Kenapa Yoongi memilihmu?"

Parallel Lines 2 [Completed]Where stories live. Discover now